Vincent van Gogh merupakan seorang pelukis kebangsaan Belanda ternama di Eropa pada abad ke-19. Ia lahir pada 30 Maret 1853 di sebuah desa terpencil lingkungan pemuka agama Nasrani di Belanda.
Sejak remaja anak muda pemilik nama marga Van Gogh ini memiliki cita-cita menjadi pendeta, namun ia kemudian tertarik dengan seni lukis setelah berkeliling Inggris dan Prancis.
Ketika dewasa Van Gogh sukses mengembangkan aliran lukisannya dari aliran impresionisme menjadi neo-impresionisme. Karya-karya Van Gogh begitu tersohor di daratan Eropa khususnya di Prancis dan Inggris.
Sebelum menjadi pelukis ternama Van Gogh bercita-cita menjadi pendeta. Hal ini terjadi karena Van Gogh ingin memiliki profesi seperti ayahnya.
Baca Juga: Profil S Sudjojono, Bapak Seni Lukis Modern Indonesia
Adapun ayah Van Gogh bernama Theodorus van Gogh sudah sejak kecil ditanami oleh kakek buyutnya ilmu-ilmu teologis agar kelak dewasa menjadi pemuka agama.
Tradisi ini terus dilakukan keluarga Van Gogh secara turun temurun. Maka tak heran Vincent van Gogh sang pelukis besar itu bercita-cita menjadi pendeta. Bagi keluarga Van Gogh menjadi pendeta adalah cita-cita yang paling mulia.
Namun sayang bakat melukis Vincent lebih besar daripada menghafalkan ilmu-ilmu telogis. Ia menjadi pelukis hebat yang menghasilkan karya-karya visual artistik bernilai mahal. Nama Vincent van Gogh akhirnya terkenal sebagai pelukis bukan pendeta.
Awal Ketertarikan Vincent van Gogh pada Lukisan
Menurut Radis Bastian dalam buku berjudul, “Orang Hebat juga Pernah Gagal” (2017), pertama kali Van Gogh tertarik dengan lukisan terjadi sejak ia berumur 16 tahun. Saat itu Van Gogh belia sudah bekerja menjadi pelayan di galeri seni milik kolektor lukisan ternama di Belanda.
Pekerjaan ini membuat Van Gogh setiap hari bertemu dengan koleksi lukisan yang warna-warni. Van Gogh juga sering menjajakan lukisan milik majikannya ke beberapa negara antara lain sampai ke Inggris dan Prancis.
Ketika di Inggris Van Gogh mengontrak sebuah rumah kecil untuk beristirahat. Setelah berbulan-bulan ia tinggal di sana, Van Gogh jatuh cinta dengan anak pemilik kontrakan. Ia menyatakan isi hatinya pada perempuan tersebut namun berbalas penolakan.
Van Gogh sakit hati, ia depresi tidak menjual lukisannya keliling lagi. Namun di balik depresinya itu, Vincent van Gogh mencoba untuk jadi seorang pelukis. Ia membuat beberapa sketsa bangunan di perkotaan Inggris.
Setelah bosan melukis Van Gogh kembali pulang ke Belanda. Barang dagangannya masih utuh, tak terjual satu pun.
Ia pun semakin frustasi dan mengadu pada ayahnya bahwa ia telah lelah menjalani hidup seperti manusia normal. Van Gogh remaja memutuskan untuk kembali lagi mempelajari ilmu teologi. Namun di tengah-tengah pembelajaran itu Van Gogh kembali terbesit ingin melukis.
Baca Juga: Profil Ridwan Saidi, Peminat Sejarah yang Kontroversial
Ketertarikan melukis bagi Van Gogh adalah wahyu dari Tuhan. Ia menuntun Van Gogh menemukan jalan hidupnya. Ketertarikan melukis yang timbul dari rasa sakit hati tadi mengalami puncaknya pada tahun 1880 ketika Van Gogh berada di Prancis.
Ia bertemu dengan para pelukis Prancis beraliran ekspresionisme dan neo-ekspresionisme. Van Gogh produktif dan melukis karya awalnya yang berjudul, The Potatos Eaters. Kesuksesan Van Gogh mulai terlihat ketika ia tinggal di istana besar yang terletak di Arles, Provence Prancis.
Vincent van Gogh: Seniman Dengan Gangguan Jiwa
Masih menurut Radis Bastian, Vincent van Gogh tercatat dalam sejarah seni rupa di Eropa sebagai seniman yang depresi. Penyakit ini membuat Van Gogh terdiagnosa sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Penyakit Van Gogh mulai terlihat parah pada tahun 1888, kurang lebih 18 bulan lamanya Van Gogh menjadi pasien rawat inap salah satu rumah sakit jiwa ternama yang ada di Prancis.
Konon sebelum keluarga Van Gogh memasukkannya ke rumah sakit jiwa, pelukis yang gagal jadi pendeta ini telah memotong sebagian telinga kirinya tanpa sebab.
Setelah peristiwa pemotongan telinga Van Gogh tak bisa berbicara. Otaknya mendadak tak beroperasi secara normal. Tubuhnya lumpuh,
Van Gogh tak bisa apa-apa selama berminggu-minggu. Namun setelah mendapatkan penanganan medis ia kembali bisa berinteraksi seperti manusia normal.
Satu tahun lebih waktu berjalan, Van Gogh diperbolehkan pulang dari rumah sakit jiwa pada tahun 1890. Ketika ia keluar dari rumah sakit jiwa produktivitas melukisnya semakin menjadi-jadi.
Van Gogh bahkan bisa menyelesaikan 75 lukisan dalam 70 hari berturut-turut. Ia juga telah membuat 100 sketsa lainnya untuk melanjutkan 75 lukisan tadi dalam waktu yang telah ditentukan.
Baca Juga: Profil John Lennon, Musisi Legendaris yang Berakhir Tragis
Pendeta yang Gagal itu Tewas Bunuh Diri
Vincent van Gogh yang sejak kecil bercita-cita menjadi pendeta namun berakhir sebagai pelukis ternama memiliki nasib yang malang. Akhir hidup sang seniman terkemuka ini harus diwarnai darah kekerasan. Sang pendeta gagal itu tewas dengan bunuh diri.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Juli 1890, surat kabar Prancis mewartakan kejadian tersebut dengan intens. Konon jasad Van Gogh ditemukan tergeletak dekat sebuah kastil di desa Auvers-Sur-Oise, Prancis dengan luka tembak di dada sebelah kiri.
Kematian Van Gogh menimbulkan berbagai tafsiran. Dari mulai isu bunuh diri, pembunuhan, dan kisah miring tentang kausalitas sekte pemuja setan.
Terlepas dari itu semua yang jelas Van Gogh tewas akibat penyakit jiwanya (depresi) kembali kambuh. Dengan kata lain depresi yang telah membunuh Van Gogh.
Adapun selama hidup Van Gogh sudah melahirkan berbagai karya lukis terkenal, antara lain karya itu terdiri dari lukisan berjudul, (The Potato Eaters: Lukisan Awal Van Gogh), (Sunflowers: Lukisan yang dibuat khusus untuk menghiasi kamar seniman ternama, Paul Gauguin), (Starry-starry Night: Lukisan yang dibuat selama Van Gogh di RSJ), dan (Self Portrait: Lukisan olah diri Van Gogh sebagai introspeksi hidup yang penuh misteri). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)