Sejarah tari topeng Madura merupakan kesenian rakyat yang berasal daerah daerah kering dan tandus. Seni pertunjukan tradisional ini menciptakan ekspresi asli orang-orang Madura yang keras.
Kesenian ini merupakan representasi orang-orang yang tinggal di daerah tak subur, sulit mendapatkan padi akibat sukarnya mengandalkan sektor pertanian.
Madura memang terkenal sebagai daerah minim sumber daya alam. Oleh sebab itu masyarakat asli sana lebih keras bekerja untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
Tari topeng Madura menceritakan kehidupan masyarakat di sana dengan jalur kesenian. Hal ini membuat orang Madura terpukau, mereka sadar dan bangga, sebab orang Madura bisa survive –tetap hidup berkecukupan di tengah kekayaan alam yang terbatas.
Selain menggambarkan ekspresi dan karakteristik masyarakat asli, seni pertunjukan topeng Madura pun jadi simbol toleransi dan persatuan dengan masyarakat Jawa. Sebab pada saat pertunjukan berlangsung para seniman topeng biasa menggunakan dua bahasa: Madura dan Jawa.
Baca Juga: Sejarah Wayang Kulit Betawi, Pertunjukan Tradisional dari Metropolitan
Oleh sebab itu tak sedikit orang awam menyangka bahwa kesenian topeng tersebut berasal dari pulau Jawa. Mereka menyamakan tari topeng Madura merupakan seni Wayang Wong, padahal jelas memiliki perbedaan yang dominan.
Sejarah Tari Topeng Madura, Berbeda dengan Wayang Wong di Jawa Tengah
Menurut wartawan Majalah Mimbar Budaya, 17 Agustus 1955 dalam tulisannya berjudul, “Topeng Kesenian Rakjat Madura”, banyak orang awam yang menyamakan tari topeng Madura dengan pertunjukan Wayang Wong dari Jawa Tengah. Padahal keduanya berbeda, jelas kontras, dan punya ciri khas masing-masing yang kuat.
Perbedaan Wayang Wong misalnya, kesenian tradisional asal Jawa Tengah ini menganut jenis tarian yang lemah lembut.
Penyebabnya karena Wayang Wong merupakan kesenian masyarakat agraris di Jawa yang subur. Maka tariannya pun ikut lemah lembut, seperti tarian yang mencerminkan figure Dewi Sri.
Sedangkan tari topeng Madura sebaliknya. Para pemain tari topeng Madura cenderung keras, gerakannya cepat, dan tidak lemah gemulai. Begitupun dengan ekspresi wajah yang mereka gunakan, melotot, garang, dan menunjukkan gigi taring.
Konon perbedaan ini menandakan kesenian tersebut berasal. Kesimpulan sederhananya kontur geografis menjadi soal utama dalam membentuk karakteristik berkesenian.
Mengapa seni topeng Madura cenderung keras dan berbeda dengan Wayang Wong? Karena daerah berjuluk Pulau Garam ini tandus dan kering.
Daerah Madura tidak subur, tidak sama seperti Jawa. Orang Madura perlu bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan penghidupan. Kehidupan sehari-hari seperti inilah yang kemudian membentuk budaya dan kesenian orang Madura yang keras –tercermin dalam tari topeng Madura.
Selain itu perbedaan yang signifikan antara Wayang Wong dan tari topeng Madura adalah penggunaan figur. Kebanyakan Wayang Wong memerankan wanita sebagai pemain yang mendominasi panggung, sedangkan tari topeng Madura sebaliknya.
Para seniman topeng Madura mengandalkan pria mendominasi panggung. Kendati harus memerankan karakter wanita, seniman topeng prialah yang menjalankan perannya.
Hal ini membuat dua wajah kesenian yang kerap disamakan ini terlihat jelas berbeda. Mereka hidup dengan ciri khas masing-masing yang punya keunikan tersendiri.
Baca Juga: Sejarah Musik Keroncong di Indonesia, Instrumen Tradisional Bangsa Moor
Karakter Topeng Merepresentasikan Kehidupan Keras Orang Madura
Karakter topeng yang mereka gunakan dalam kesenian ini juga mewakili sifat-sifat keras orang Madura. Semisal topeng menggunakan gigi tajam dan mata melotot berarti mewakili sifat nafsu manusiawi orang Madura yang melebihi nafsu manusiawi orang Jawa.
Topeng dalam kepercayaan masyarakat Madura zaman dulu merupakan representasi (gambaran) sifat-sifat manusia yang beragam. Banyak warna dan punya varietas yang saling berbeda satu sama lainnya. Tari topeng Madura bertujuan untuk menanamkan introspeksi diri pada para penonton.
Mereka (para pemain topeng) selalu menunjukkan kekalahan pada topeng yang punya ekspresi menyeramkan. Hal ini adalah cara para seniman topeng Madura menyampaikan pesan pada masyarakat setempat agar selalu hati-hati dengan tindakan dan perbuatan.
Selain menggunakan karakter topeng, para seniman topeng Madura juga menampilkan gerakan yang khas dalam tariannya. Para penari topeng Madura punya gerakan kaku, ini mereka lakukan untuk menggambarkan sifat ketegasan orang Madura.
Tarian itu juga diikuti dengan intonasi nada yang tinggi dan keras –menyentak-nyentak. Berbeda dengan Wayang Wong, para seniman Wayang Wong menggunakan nada lemah lembut walaupun sedang memerankan karakter antagonis.
Baca Juga: Pemberantasan Buta Huruf 1962 dan Kisah Sukarno Sindir Wartawan Asing
Menjadi Media Kerukunan Antar Suku: Jawa dan Madura
Tari topeng Madura punya semangat positif, meskipun sering kesal karena disama-samakan dengan tarian Wayang Wong, para seniman topeng Madura tahun 1955 mengaku ingin mempersatukan kerukunan suku antara Jawa dan Madura.
Melalui kesenian tari topeng para seniman Madura percaya bisa meningkatkan hubungan yang baik dengan seniman Jawa. Apalagi jumlah peminat tari topeng di Madura sebagian berasal dari orang Jawa. Mereka senang dengan seni pertunjukan topeng Madura.
Pada puncaknya para seniman topeng Madura merealisasikan seni sebagai media kerukunan antar suku tersebut dengan menerapkan dua bahasa dalam pertunjukannya. Namun bahasa Madura mereka gunakan khusus untuk penampilan pada karakter penghibur seperti, Petruk, Gareng, Semar, dan Bagong.
Sejarah mencatat sejak awal tahun 1950-an kesenian tari topeng jadi populer di daerah tandus dan kering Madura. Masyarakat di sana berebut karcis agar bisa menonton seni pertunjukan topeng dengan leluasa. Bahkan seni topeng Madura sukses menarik banyak perhatian tak terbatas usia. Penggemarnya terdiri dari golongan tua dan muda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)