Sejarah pembubaran ormas merupakan salah satu sejarah kemunduran demokrasi di Indonesia. Pasalnya ormas merupakan salah satu indikator dari kebebasan berkumpul dan berpendapat dalam demokrasi.
Dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, tidak bisa dipungkiri bahwa ada banyak ormas yang berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, ormas yang berkembang tersebut banyak yang dibubarkan oleh Pemerintah Indonesia.
Pembubaran ormas memang memiliki latar belakang yang beragam. Mulai dari pelanggaran berat yang dilakukan oleh ormas tersebut, hingga kebijakan Pemerintah Indonesia yang memutuskan bahwa ormas tersebut harus dibubarkan sepihak.
Baca Juga: Penghapusan Becak Kayuh Tahun 1950 yang Diwarnai Kericuhan
Tulisan ini akan mengulas tentang sejarah pembubaran ormas dari GPII hingga Hizbut Tahrir Indonesia
Sejarah Pembubaran Ormas di Indonesia, Berawal dari GPII
Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 memberikan euphoria tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Banyaknya kemunculan organisasi-organisasi pemuda dan masyarakat memang tidak bisa dipisahkan dari periode pergerakan nasional di Indonesia.
Hal ini pun berdampak terhadap masa-masa setelah Kemerdekaan Indonesia atau yang disebut sebagai periode orde lama.
Meskipun berhasil dibentuk, dalam perjalanannya selama orde lama, tidak sedikit organisasi-organisasi tersebut yang akhirnya dibubarkan. Salah satu organisasi yang pernah dibubarkan waktu itu adalah Gerakan Pemuda Islam Indonesia atau GPII.
GPII lahir berawal dari perkumpulan mahasiswa dan pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan di Sekolah Tinggi Islam atau STI. Waktu gerakan ini dinamai dengan Persatuan Pelajar Sekolah Tinggi Islam (PP-STI).
Beberapa tokoh senior yang ada di GPII antara lain seperti, Abdul Kahar Muzakir , Mohammad Natsir, Wahid Hasyim dan Buya Hamka.
Ketika terjadi Rapat Besar di Lapangan IKADA pada 19 Agustus 1945, GPII yang masih berbentuk PP-STI menjadi salah satu pihak yang berperan penting dalam memobilisasi massa.
Sejarah GPII
Menurut Hasan Sajili dalam penelitian yang berjudul, “Gerakan Pemuda Islam Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1963) tuduhan kontra-revolusi dan pembubarannya” (2000), GPII berdiri tepat pada 20 Oktober 1945 dan memiliki ideologi Islam sebagai landasan perjuangannya.
Selain itu, GPII juga menjadi salah organisasi yang melahirkan organisasi-organisasi Islam di Indonesia seperti, Masyumi, HMI, dan PII.
GPII menjadi penyumbang terbesar kader-kader militan Islam. Oleh karena gerakannya yang masif membuat rezim orde menganggap bahwa GPII membahayakan pemerintahan.
Baca Juga: Sejarah Tari Topeng Madura dan Kehidupan Keras Orang Madura
Tepat pada tanggal 10 Juli 1963, organisasi ini pun akhirnya dibubarkan sepihak di dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Pembubaran tersebut berdasarkan Keputusan Presiden No. 139 Tahun 1963 yang menyatakan bahwa GPII sebagai organisasi terlarang, termasuk bagian-bagian, cabang-cabang, dan ranting di seluruh Indonesia.
Selain itu, mereka juga harus menyatakan membubarkan diri terhitung dari 30 hari setelah Keputusan Presiden tersebut dikeluarkan.
Pembubaran Liga Demokrasi
Selain GPII ormas yang turut dibubarkan juga adalah Liga Demokrasi. Liga ini dibentuk karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang anti terhadap PKI bersatu dalam forum yang dinamakan Liga Demokrasi.
Kehadiran Liga Demokrasi sendiri berisi orang-orang yang berasal dari Angkatan Darat, salah satunya A.H. Nasution dan yang anti terhadap PKI.
Menurut Dara Priscilla Junico dalam penelitian, “Liga demokrasi penentang kebijakan politik Presiden Soekarno (1960-1961)” (2019), Organisasi ini juga dibentuk dalam rangka menghadapi sikap otoriter Presiden Sukarno dan dominasi PKI dalam kancah politik Indonesia.
Liga Demokrasi menjadi salah satu organisasi yang gencar dalam memberikan kritikan terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia.
Liga Demokrasi memang seringkali terlibat konflik dengan Sukarno. Hal ini menjadi salah satu indikator adanya ketidakcocokan secara konsep Demokrasi Terpimpin adalah Sukarno.
Karena ketidaksamaan antara Liga Demokrasi dengan Manifesto Politik Indonesia, maka organisasi ini pun akhirnya dibubarkan dan dilarang oleh Pemerintah Indonesia.
Pembubaran Organisasi Sayap PKI
Selama periode orde baru, aturan yang secara khusus mengatur tentang ormas tercantum dalam UU No. 8 Tahun 1985. Aturan ini mengatur secara rinci definisi dan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar oleh ormas.
Selama periode orde baru, kebijakan pembubaran ormas banyak menyasar organisasi yang berafiliasi dan dianggap berafiliasi dengan PKI.
Keputusan pembubaran tersebut diatur dalam Surat Perintah 11 Maret tahun 1966. Organisasi PKI dan beberapa underbow nya seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), dan organisasi-organisasi sayap lainnya, baik yang berhubungan dengan kesenian, hingga kemahasiswaan dibubarkan oleh Pemerintahan Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Supersemar 1966, Penanda Beralihnya Orde Lama ke Orde Baru
Keputusan itu pun diperkuat dengan adanya TAP MPRS No. XXV tahun 1966 yang berisi tentang pernyataan bahwa organisasi tersebut sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia memakan waktu yang cukup panjang. UU yang mengatur mengenai pembubaran PKI ini terdapat dalam UU No. 17 tahun tahun 2013. Namun, pembubaran HTI baru dilakukan pada 8 Mei 2017.
Kutipan ini dapat ditemukan dalam sebuah buku karya Al Araf yang berjudul, “Pembubaran Ormas: Sejarah dan Politik-Hukum di Indonesia (1945-2018)” (2022).
HTI dianggap memiliki tujuan yang tidak sejalan dengan NKRI. HTI memiliki tujuan-tujuan yang mengancam keberadaan NKRI. Inilah yang menjadi alasan terkuat mengapa HTI sendiri pada akhirnya dibubarkan oleh Pemerintah Indonesia.
Selain itu, HTI juga dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara. Meskipun sempat menimbulkan kontroversi, pada akhirnya ormas ini pun resmi dibubarkan. Walaupun tidak menutup kemungkinan masih terdapat sisa-sisa gerakan yang ada di Indonesia.
HTI sendiri sebenarnya merupakan bagian dari gerakan Pan Islamis Hizbut Tahrir yang didirkan oleh Taqiussin Al-Nabhani pada tahun 1953 di Yerusalem.
Kemunculannya di Indonesia pertama kali di Indonesia bisa dilacak pada tahun 1983. Ketika itu Hizbut Tahrir dibawa oleh seorang Mubalig yang berasal dari Australia yaitu Abdurrahman al-Baghdadi.
Terdapat anggapan bahwa pembubaran HTI di Indonesia ini sangat kental dengan urusan politik di Indonesia.
Terlepas dari berbagai kontroversi yang ada, pembubaran ormas di Indonesia selalu identik dengan kebijakan yang tidak sejalan dengan Pemerintah Indonesia. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)