Raden Ayu Lasminingrat merupakan seorang pejuang emansipasi asal Garut, Jawa Barat yang telah berkiprah dalam pendidikan kesetaraan gender sejak tahun 1879. Ia terkenal dengan perannya membangun sekolah khusus wanita bernama Sakola Kautamaan Istri.
Menurut berbagai sumber sejarah, Lasminingrat adalah keturunan bangsawan Sunda yang lahir pada tanggal 29 Maret 1854 di daerah Limbangan, Kabupaten Garut.
Ayahnya bernama Raden Haji Muhammad Musa seorang penghulu dan sastrawan terkemuka majalah berbahasa Sunda.
Sedangkan ibu Raden Ayu Lasminingrat adalah elit tradisional keturunan kemenakan orang Sunda di wilayah Priangan Timur. Sejak kecil Lasminingrat sudah mendapatkan pendidikan yang baik.
Ibu dan ayahnya konsen dalam bidang pendidikan. Bahkan sang ayah Rd. Haji Muhammad Mussa pernah mendirikan sekolah partikelir bernama Bijzondere Europeesche School (BES).
Baca Juga: Kesederhanaan Bung Hatta dan Kisah Sepatu Impian yang Tak Terbeli
Bagi keluarga Rd. Muhammad Musa pendidikan itu merupakan modal utama kemajuan bangsa. Saking penting dan mengutamakan pendidikan, Rd. Muhammad Musa sampai rela menyisihkan uang pensiunan penghulu untuk menggaji 2 guru Eropa yang mengajar di sekolahnya.
Maka dari itu Lasminingrat sudah konsen dalam dunia pendidikan sejak usia dini. Oleh sebab itu ketika ia menginjak usia dewasa maka cita-cita pertama dalam hidupnya adalah “ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama kaum wanita”.
Raden Ayu Lasminingrat Mendirikan Sakola Kautamaan Istri
Pada tahun 1907 Lasminingrat mendirikan Sekolah impiannya bernama Sakola Kautamaan Istri. Ia memanfaatkan sebagian ruangan pendopo rumahnya untuk menjadi sekolah kaum wanita.
Dari sekolah ini Lasminingrat mendidik seluruh siswanya untuk mandiri, tidak tergantung pada orang lain termasuk kaum lelaki.
Kurikulum pelajaran Sakola Kautamaan Istri antara lain terdiri dari beberapa materi sebagai berikut: program belajar baca tulis, program belajar berbahasa (Belanda), dan program belajar pelajaran kebangkitan perempuan (kesetaraan gender: feminism study).
Pada masa awal pembukaan sekolah ini Raden Ayu Lasminingrat hanya menjaring siswanya dari kalangan menengah ke atas. Dengan kata lain hanya anak-anak wanita dari kalangan priyayi dan bangsawan Sunda sajalah yang bisa menjadi murid di Sakola Kautamaan Istri.
Namun seiring dengan berkembangnya waktu kepedulian Lasminingrat semakin simpati pada kaum wanita pribumi. Akhirnya ia merekrut murid-muridnya dari kalangan wanita pribumi untuk belajar tentang materi-materi emansipasi.
Menurut buku berjudul, “Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat” (1984), simpatinya Lasminingrat kepada kaum wanita pribumi untuk jadi murid Sakola Kautamaan Istri tidak lain karena kiprah sang suami yang merupakan Bupati Garut.
Baca Juga: Profil Sultan Hamid II, Perancang Garuda Pancasila yang Penuh Kontroversi
Suami Lasminingrat yaitu R.A.A Wiratanudatar VIII, ia adalah seorang bupati yang dibanggakan rakyat Garut akibat kebijakan pemerintahannya terasa sampai kepada rakyat kecil. Ia juga merupakan orang di balik perizinan berdirinya Sakola Kautamaan Istri untuk kelas pribumi.
Raden Ayu Lasminingrat Mantan Pengarang yang Terkenal
Kemampuan berbahasa Belanda membuatnya leluasa untuk membaca literatur kolonial secara massif.
Pengetahuan Lasminingrat semakin hari semakin terbuka luas dan menginspirasi banyak hal, salah satunya membuat orang tertegun dengan karya tulisnya berupa buku-buku dongeng.
Lasminingrat menjadi pengarang sejak usianya masih menginjak belasan tahun. Ia sering menerbitkan buku serial dongeng yang berasal dari kisah berbahasa Belanda yang kemudian dialih bahasakan ke dalam bahasa Sunda.
Produktivitas mengarangnya semakin mendapatkan banyak perhatian para pembaca. Bagi para pembaca buku-buku dongeng karya Raden Ayu Lasminingrat, kisah-kisah saduran cerita dari bahasa Belanda yang dilakukan olehnya begitu sempurna dan menarik rasa penasaran yang kuat.
Bahkan prestasinya dalam menyadur cerita dalam bahasa Belanda ini mendapatkan penghargaan dari pejabat administratur perkebunan teh di Cikajang dengan mengatakan, Lasminingrat adalah pengarang hebat yang menonjol.
Ia adalah satu-satunya orang bumiputera yang sukses menyadur karya Grim (sastrawan terkemuka Belanda) dengan hasil yang futuristik.
Namun semenjak menikah dengan Bupati Garut, R.A.A. Wiranudatar VIII aktivitas kepenulisan Lasminingrat berhenti. Ia kemudian berpindah fokus menyoroti dunia pendidikan: menjadi direktur utama Sakola Kautamaan Istri di Garut.
Pemerintah Kolonial Menghargai Jasa Lasminingrat
Pemerintah kolonial menghargai jasa Lasminingrat atas kiprahnya dalam dunia pendidikan kaum pribumi.
Raden Ayu Lasminingrat dianggap sukses menciptakan wanita-wanita pribumi terpelajar untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Baca Juga: Le Mayeur de Merpres, Saat Pelukis Belgia Tergila-gila pada Wanita Bali
Atas jasa yang berharga ini pemerintah kolonial kemudian memberikan dana kompensasi bulanan (gaji bulanan) pada Lasminingrat. Adapun dana konpensasi ini akan terus dibayar selama ia bekerja menjadi guru di Sakola Kautamaan Istri.
Lasminingrat juga dipromosikan menjadi pelopor emansipasi wanita di tanah Sunda. Aspirasi ini berasal dari beberapa orang Eropa kedekatan R.A.A Wiratanudatar VIII kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Konon Lasminingrat merupakan inspirasi beberapa tokoh emansipasi wanita di Jawa Barat untuk terus maju. Salah satunya adalah Raden Dewi Sartika yang saat ini diakui oleh pemerintah sebagai Pahlawan Nasional sejak tahun 1966.
Lasminingrat meninggal dunia pada usia yang cukup panjang. Pelopor emansipasi wanita di tanah Sunda itu wafat usia 94 tahun pada tanggal 10 April 1948.
Raden Ayu Lasminingrat disemayamkan di tempat peristirahatan terakhirnya yang berada tepat di belakang komplek Masjid Agung Garut. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)