Pangeran Notokusumo merupakan putra pangeran Mangkubumi –Sri Sultan Hamengkubuwono I yang terkenal hebat dalam politik, militer, dan kesenian.
Anak kedua Hamengkubuwono I ini lahir di Kedu pada tahun 1760 dari rahim seorang ibu yang merupakan keturunan Bupati Kedu, Kyai Tumenggung Notoyudo.
Sejak kecil Pangeran yang satu ini memang dekat dengan sang ayah. Sri Sultan Hamengkubuwono I juga menyayangi sekali anak keduanya itu. Namun putra Mahkota jatuh pada anak pertamanya yaitu, Raden Mas Sundoro.
Baca Juga: Sejarah Mataram, Kerajaan Agraris Pemasok Padi Terbesar di Nusantara
Pangeran Notokusumo besar di lingkungan Keraton. Ia terbiasa hidup sederhana meskipun bergelimang kemudahan. Hal ini merupakan salah satu teladan keluarga Hamengkubuwono I, ia mengajar seluruh anaknya harus bersikap rendah hati meskipun berasal dari keturunan orang nomor satu di kerajaan Mataram.
Sri Sultan Hamengkubuwono I diam-diam telah mempersiapkan regenerasi penerusnya. Pangeran Notokusumo menjadi pendamping putra mahkota, Raden Mas Sundoro. Kedudukannya sebagai pendamping setara dengan wakil pemimpin (raja) saat ini.
Pangeran Notokusumo Menjadi Raja Pakualam I
Menurut Harto Juwono dalam Jurnal Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah UNY, Vol. 13, No. (2) 2022 berjudul, “Perjuangan Pangeran Notokusumo dan Ir. Sukarno: Kajian Komparatif Historis”, pada tanggal 29 Juni 1812 Pangeran Notokusumo diangkat menjadi Raja Pakualam I.
Sebagaimana posisinya kala itu –pendamping putra mahkota, Raden Mas Sundoro, kedudukannya sebagai Raja Pakualam I juga sama. Kerajaan tersebut bertahta sebagai wakil kasultanan Yogyakarta. Saat ini kedudukan Kasultanan dan Pakualam menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Kendati dua kerajaan ini selalu tampil kompak dan bersinergi, konon pada saat perpindahan tahta dari Hamengkubuwono I ke Hamengkubuwono II sempat terjadi konflik internal.
Hal ini terjadi akibat politik adu domba kolonial Belanda. Mereka mengintervensi kenaikan tahta penerus Mataram. Belanda tidak sepakat apabila seluruh keluarga Mataram bersinergi, khawatir nanti mendominasi pemerintahannya.
Baca Juga: Sejarah Gudeg, Kuliner Tradisional Jogja dari Zaman Kerajaan Mataram
Maka dari itu perpecahan yang menyebabkan pisahnya Pangeran Notokusumo dan Raden Mas Sundoro jadi kebahagiaan tersendiri bagi pemerintah kolonial.
Meskipun begitu dua saudara keturunan Hamengkubuwono I ini tetap bersatu dan mencerminkan hati yang lapang dalam memerintah negerinya masing-masing.
Semasa pemerintahannya sebagai Raja Pakualam I, ia berhasil mengamankan Keraton –Hamengkubuwono II (Raden Mas Sundoro) dari ancaman gerombolan Kecu.
Kecu merupakan istilah untuk menyebut perampok atau bandit yang menyasar masyarakat kaya seperti keturunan bangsawan dan priyayi keraton. Konon sebagian pendapat mengatakan Kecu adalah penjahat kiriman dari musuh kerajaan.
Pangeran Notokusumo terkenal sebagai sosok yang ditakuti kelompok Kecu. Selain berperawakan gagah dan berani, tetapi juga karena ilmu Pakualam I ini tak sembarang orang bisa mengalahkannya.
Pakualam I Ksatria Pemberantas Gerombolan Kecu
Melalui strategi persiapan militer kerajaan, Pakualam I memerintahkan pasukannya untuk memberantas gerombolan Kecu sampai ke akar rumput.
Pakualam I tidak mentoleransi segala bentuk kejahatan yang merongrong kedaulatan Raja (Hamengkubuwono II). Kendati pernah berkonflik dengan sang kakak, Pangeran Notokusumo tetap berkewajiban melindungi tahta Agung penerus Mataram.
Saking berani dan memiliki jiwa ksatria yang tinggi, kadang Pakualam I sendiri ikut bersama pasukan berpatroli memburu gerombolan Kecu. Pangeran Notokusumo bahkan pernah menyerang Kecu sampai tertangkap dan meminta ampun atas apa yang telah diperbuatnya.
Selain karena dipercaya punya ilmu sakti dan menguasai strategi kemiliteran yang kuat, kekalahan Kecu di Yogyakarta juga terjadi akibat kalah jumlah massa. Gerombolan Kecu kalah pengikut. Kekalahan Kecu membuat nama Pangeran Notokusumo jadi bersinar.
Baca Juga: Sejarah Ndoro Bakulan, Raja Pedagang di Jawa Tengah Abad 17
Perhatian HB I pada Pangeran Notokusumo Menimbulkan Perpecahan
Karena namanya bersinar sebagai pengendali kriminal di lingkungan kerajaan, Hamengkubuwono I, sang ayah memperhatikan anak keduanya sehingga menimbulkan cemburu dari putra mahkota, Raden Mas Sundoro.
Selain karena diperhatikan oleh sang ayah, satu hal yang membuat Raden Mas Sundoro khawatir nama Pangeran Notokusumo menggantikan kedudukannya jadi putera mahkota karena saat itu ia menerima apresiasi dari elit Kasunanan Surakarta.
Para bangsawan Kasunanan Surakarta itu mengaku bangga pada Pangeran Notokusumo, sebab keberhasilannya mengalahkan gerombolan Kecu membuat keadaan politik di Kasunanan Surakarta semakin stabil dan terjaga.
Apresiasi ini terdengar oleh sang ayah, Hamengkubuwono I pun semakin bangga pada Pangeran Notokusumo. Dari sinilah percikan api Raden Mas Sundoro mulai terang dan membara. Apalagi ketika itu pemerintah kolonial masuk dan mencampuri konflik tersebut.
Namun konflik pun tak berkepanjangan. Sebab Pangeran Notokusumo memiliki karakter yang rendah hati. Sebagaimana orang pintar dan berprestasi, sifat-sifat legowo merupakan bagian dari ciri khasnya.
Kepintaran Pangeran Notokusumo tercermin dari profesinya yang selain jadi pemimpin Pura Pakualam I, namun ia juga merupakan ahli politik, militer, dan seni khususnya kesusasteraan Jawa. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)