Pameran pasar Gambir tahun 1933 mengandung nilai historis yang menarik dan penuh dengan hal positif. Salah satu nilai positif dari adanya kegiatan tersebut adalah rakyat Betawi bisa memperkenalkan produk kerajinan bambu sampai ke luar negeri.
Aktivitas pameran Pasar Gambir tentu membawa banyak manfaat untuk mengembangkan pendapatan negara kolonial. Maka dari itu pemerintah kolonial terus mengawal kegiatan ini sampai berakhir.
Adapun jadwal pameran di pasar Gambir selalu digelar rutin setiap tahun pada bulan Agustus-September. Isi pameran berbeda-beda, namun pada tahun 1933 kegiatan itu diisi oleh tema industri kerajinan berbahan dasar bambu.
Selain meningkatkan pendapatan kolonial dari pemasaran produk kerajinan bambu, adanya pameran ini juga sekaligus memperkenalkan Sumber Daya Alam khususnya bambu sebagai penunjang ekonomi kreatif rakyat jajahan.
Baca Juga: Razia PSK di Batavia Tahun 1936, Menteng Jadi Pusatnya
Pada bulan Agustus-September pasar gambir selalu ramai dikunjungi oleh individu dari berbagai wilayah. Tidak saja kunjungan dari domestik ada pula dari luar negeri khususnya orang-orang Eropa selain Belanda.
Mereka beramai-ramai menyaksikan pameran yang diperjualbelikan di tempat. Mulai dari bambu yang dibuat menjadi kerajinan tangan sampai dengan bambu sebagai material pembangunan rumah atau properti rumah tangga lainnya.
Pameran Pasar Gambir Tahun 1933 Memiliki Tema “Keradjinan Bamboe”
Menurut surat kabar Pemandangan yang terbit pada tanggal 26 Agustus 1933 bertajuk, “Pasar Gambir Batavia 1933: Satoe Astana Gagah dan Indah dari Bamboe dan Atap”, pada edisi pameran Agustus-September tahun 1933 pasar Gambir bertema “Keradjinan Bamboe”.
Para peserta dalam pameran itu terdiri dari beberapa rakyat pribumi dan Tionghoa. Mereka memamerkan barang-barang produksinya sendiri yang terbuat dari bamboo. Mulai dari gelas, sendok, dan pernak-pernik disuguhkan di atas meja berkain merah.
Sedangkan para panitia inti yang mengadakan pameran ini sibuk dengan produksinya membuat properti menara dari bambu setinggi 10-15 meter.
Bangunan bambu ini menarik banyak perhatian pengunjung. Mereka berkumpul di bawah bangunan itu dan mendengarkan juru bicara pameran pasar Gambir bercerita tentang proses dan simbolisasi dari bangunan tersebut.
Baca Juga: Nu Bisa Basa Walanda Sok Hese Sakarat, Doktrin Kiai Cicalengka Usir Kolonial
Dari sekian banyak pemaparan juru bicara pameran pasar Gambir, kurang lebih kegiatan itu memiliki tujuan penting yaitu, memperkenalkan bahwa daerah Batavia kaya akan sumber daya alam terutama dari tumbuhan bambu.
Jadi untuk menangkap peluang pemerintah kolonial memamerkan bambu guna menginspirasi banyak orang. Bambu bisa digunakan untuk apa saja, punya nilai jual yang tinggi dan pastinya menguntungkan.
Workshop Pemanfaatan Bambu di Pameran Pasar Gambir
Untuk merealisasikan keinginan pemerintah kolonial guna memanfaatkan bambu dari barang mentah menjadi barang jadi, siapapun pengunjung pameran yang tertarik pada program ini akan diberikan workshop pemanfaatan bambu.
Inspirasi ini datang dari tujuan awal pembentukan pameran di pasar Gambir 1933: pemanfaatan bambu untuk menghemat pembangunan rumah tangga.
Dalam workshop yang diadakan dari bulan Agustus-September ini, pegiat bambu dari orang Belanda mengajarkan pada peserta bagaimana tanaman itu bisa disulap menjadi material pembangunan rumah yang hemat dan minim pengeluaran: tenaga dan finansial.
Pernyataan ini sebagaimana mengutip surat kabar Pemandangan (1933) sebagai berikut: “Dengan cara begitoe memang pengetahoean tentang bikin roemah dengan bamboe djadi bertambah. Dalam ini waktoe dimana sebisa-bisa moesti di bikin hemat, djadi moesti dicari pada material jang moerah, jaitoe bamboe”.
Menurut para pengisi worksop dari Belanda, bambu adalah material paling awet, kuat, estetik, dan asli sebagai tumbuhan negara tropis seperti Hindia Belanda. Salah satu di antara daerah Hindia Belanda penghasil bambu terbanyak yaitu Batavia.
Baca Juga: Tetamoe Malem di Surabaya, Kisah Maling Tak Kasat Mata Tahun 1920-an
J.H. Antonisse Arsitek Penggagas Pameran Pasar Gambir
Menurut surat kabar Pemandangan (1933) salah seorang penggagas lahirnya pameran pasar Gambir yaitu orang berkebangsaan Belanda bernama, J.H. Antonisse.
Selain menggagas ide pameran, Antonisse juga merupakan arsitek beberapa properti rumah bambu yang dipamerkan di pasar Gambir pada bulan Agustus-September 1933.
Karya-karya Antonisse menarik banyak perhatian orang yang mengunjungi pameran. Mereka terkagum-kagum dengan teknik penyusunan bambu yang rapi sehingga bisa membentuk menara tinggi, kurang lebih 10-15 meter. Saat itu arsitektur ini menakjubkan.
Pernyataan Antonisse sebagai arsitek pameran bambu di pasar Gambir tahun 1933 terlihat dari kutipan surat kabar Pemandangan (1933) sebagai berikut: “Toean J.H. Antonisse itoe bapa dari architektuur pasar Gambir. Tidak koerang indahnja lain-lain adegan: Bamboe jadi material prioritinja”.
Nama J. H. Antonisse mendadak terkenal se-Batavia Raya. Pria berkebangsaan Belanda ini adalah seniman yang brilian, tak heran pemerintah kolonial menaruhnya jadi panitia inti untuk pameran pasar Gambir yang digelar setiap tahun sekali.
Peninggalan pasar Gambir saat ini bisa kita lihat saat Ibukota Jakarta ulang tahun. Masyarakat menyebutnya dengan Pekan Raya Jakarta atau Jakarta Fair. Pameran tersebut biasanya menampilkan beberapa material menarik bertuliskan pasar Gambir. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)