Soemitro dan Ali Moertopo merupakan dua jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang unik pada era Orde Baru. Konon mereka berdua punya visi misi berbeda dalam bekerja, hal ini yang menyebabkan Ali Moertopo dan Soemitro terlibat konflik.
Sementara pendapat lain mengatakan Soemitro dan Ali Moertopo konflik akibat berebut kekuasaan. Entah mana yang salah dan benar, keduanya sudah terlanjur tersebar menjadi rahasia publik. Kendati begitu Soemitro dan Ali tetap mempertahankan keyakinan masing-masing.
Mereka pun saling sikut dan konflik keduanya pun berawal ketika Ali Moertopo mengabarkan pada teman kerjanya, jika Soemitro punya ambisi mengambil alih pimpinan tertinggi ABRI. Bahkan ia ingin berkuasa dan menyingkirkan Soeharto.
Kebetulan kala itu Soemitro menjabat sebagai wakil Panglima ABRI. Soemitro mendengar desas-desus ini seraya geram dan emosi.
Baca Juga: Peristiwa Kudatuli 1996, Cikal Bakal Pemicu Lengsernya Suharto
Menurutnya kabar, Ali Moertopo telah mendiskreditkan integritasnya sebagai Jenderal terdekat dengan Presiden Soeharto. Wacana Ali Moertopo itu Soemitro katakan tidak benar –fitnah.
Merasa orang kedekatan Presiden Soeharto dan jadi pejabat nomor dua di kalangan ABRI, Soemitro langsung membalas perbuatan Ali Moertopo melalui manuver politik memperkuat barisan massa dari golongan sipil.
Soemitro mendadak jadi dosen, pembicara seminar, dan tukang bicara demokrasi. Ia kerap memberikan sosialisasi pada masyarakat sipil dan Mahasiswa agar selalu kritis, terus mengawal pemerintah, karena keadaan demokrasi negara saat itu di ambang kehancuran.
Konflik Soemitro dengan Ali Moertopo Memanas
Konflik antara Ali Moertopo dengan Soemitro tidak selesai saat Jenderal bertubuh tambun ini melakukan manuver politik di ranah sipil. Persaingan yang menyebabkan konflik semakin memanas justru terjadi pada Pemilihan Umum tahun 1971.
Lagi-lagi Ali Moertopo menjadi pemicu kemarahan Soemitro. Saat itu Ali menjabat sebagai Kepala Opsus (Operasi Khusus) –intel untuk menyukseskan Pemilu melalui operasi spionase. Pada saat melakukan kerja-kerja intelijen, Ali sering melakukan rekayasa politik.
Ali Moertopo selalu sukses membuat nama Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden. Soemitro curiga apa yang dilakukan Ali merupakan perbuatan cari muka. Akibatnya pria asal Jawa Timur itu mencampuri pekerjaan Opsus.
Soemitro mengusulkan pada Presiden Soeharto agar membubarkan Opsus yang dikepalai oleh Ali Moertopo.
Alasan ini dikatakan Soemitro karena Opsus punya resiko tinggi menimbulkan konflik yang bisa menyebabkan perpecahan dalam tubuh internal ABRI, khususnya antar badan intelijen.
Baca Juga: Sejarah Petisi 50, Kala Para Jenderal Gugat Filsafat Pancasila Versi Suharto
Mendengar hal ini, Ali Moertopo seperti sedang berada dalam ancaman kemusnahan. Tak sampai hati perwira tinggi ABRI yang menyambi jadi asisten Presiden Soeharto itu terus berlindung di dalam tameng sang atasan. Opsus tak bubar karena Ali mampu memberikan yang terbaik untuk stabilitas politik negara.
Ali Moertopo Haus Kekuasaan
Rencana Soemitro yang ingin membenamkan karir lawannya –Ali Moertopo gagal setelah Presiden Soeharto tidak membubarkan Opsus. Semakin dekat dan mendalami langkah Ali semakin dekat dan jelas pula bahwa saingannya itu haus kekuasaan.
Soemitro bahkan sejak awal sudah tahu rencana Ali memicu kemarahan dirinya akibat ia punya ambisi menjadi Kepala Bakin (Badan Koordinasi Intelejen Negara). Maka dari itu jenderal wakil Panglima yang terkenal temperamental ini mendadak menurunkan emosinya agar tujuan Ali tak sampai.
Setelah wacana Ali Moertopo ingin jadi Kepala Bakin sampai ke telinga Soeharto, Soemitro langsung mengusulkan pekerjaan lain untuk Ali pada Presiden. Ia mengatakan Ali cocok jadi Menteri Penerangan ketimbang mengisi posisi Kepala Bakin.
Presiden Soeharto mengangguk tanda setuju, lantas ia memanggil Ali Moertopo dan menyampaikan hal itu di ruangannya. Alih-alih menerima tawaran mentereng itu, Ali Moertopo justru menolaknya mentah-mentah.
Ia tidak ingin jadi menteri penerangan sebab kualitas dirinya bukan ada dan fokus pada bidang sipil –walaupun pada saat itu militer mendominasi seluruh jabatan sipil.
Kali ini Soemitro terpancing emosi, tanpa tedeng aling-aling ia menemui Ali Moertopo di perhelatan acara ABRI. Soemitro menekan Ali Moertopo supaya jadi Jenderal yang rendah hati, jangan haus kekuasaan, apalagi punya ambisi aneh-aneh.
Belakangan Soemitro tahu, justru Ali Moertopo lah yang punya ambisi terselubung melengserkan Presiden Soeharto.
Soemitro terus mengontrol gerak Ali Moertopo yang bandel. Salah satunya melalui jalur politik praktis –ia terjun ke ranah sipil dan memberikan sosialisasi pengajaran demokrasi hati-hati pada pemerintahan Orde Baru.
Soemitro Mengumpulkan Mahasiswa
Soemitro berusaha mengontrol kekuasaan Ali Moertopo dengan menggunakan Mahasiswa. Ia mengumpulkan para akademisi untuk ikut bergabung dan menjadikannya sebagai pembicara dalam kelas-kelas demokrasi.
Baca Juga: Peristiwa Kudatuli 1996, Cikal Bakal Pemicu Lengsernya Suharto
Menurut Koran Angkatan Darat, Berita Yudha tanggal 11 Januari 1974 bertajuk, “Ceramah Mayjend. Ali Moertopo di Yogya: Kritik di luar proporsi akan dihajar”, Soemitro aktif memberikan seminar-seminar pada Mahasiswa.
Ali Moertopo mencurigai gerakan ini dan hendak memberikan imbauan pada siapapun yang pro pada Soemitro akan dihajar.
Untuk mendapatkan keseimbangan power Ali juga terjun dan berperan mengontrol Mahasiswa. Ali Moertopo jadi pembicara dalam kelas-kelas Mahasiswa, salah satunya seperti yang ia lakukan di Yogyakarta tahun 1974.
Puncak perang bintang antara Soemitro dan Ali Moertopo berujung pada kekalahan pak Mitro. Konon Ali Moertopo berhasil membawa wacana anti Jepang yang dilayangkan oleh Mahasiswa terhadap peristiwa Malari (15 Januari 1974).
Nama Soemitro kena blacklist oleh Presiden Soeharto. Sebab jabatannya saat itu sebagai Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban) dinilai tak berhasil meredam demonstrasi Mahasiswa.
Soeharto memberikan jalan lain untuk karir Pak Mitro. Setelah ia kena blacklist di ABRI Presiden Soeharto menunjuknya jadi Duta Besar Indonesia di Washington Amerika. Namun tawaran ini ia tolak, Soemitro lalu pensiun muda dan keluar dari ring pertarungan dua jenderal. Konflik Soemitro dengan Ali Moertopo, akhirnya punya seorang pemenang. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)