Tse Tu Mei Sen adalah seorang penerjemah bahasa Mandarin yang bekerja untuk Sukarno di Istana Merdeka, Jakarta pada tahun 1965.
Selain menjadi seorang penerjemah, Tse Tu Mei Sen juga merupakan seorang Pemimpin Redaksi surat kabar Ibu Kota berbahasa Mandarin. Kala itu koran ini terbit atas kerjasama pemerintah RRT dengan Pemda DKI Jaya.
Perkenalan Tse Tu Mei Sen dengan Sukarno bukan yang baru pertama kali, sebab ia sudah akrab dengan Bung Karno sejak zaman Revolusi Kemerdekaan.
Sukarno mempercayai Tse Tu Mei Sen menjadi penerjemah bahasa Indonesia-Mandarin karena kosakata Indonesia yang baik dan punya relasi dengan pemerintahan RRT yang luas.
Baca Juga: Jatuhnya Pesawat B-26 dan Upaya Agen CIA Menghabisi Sukarno
Oleh sebab itu Sukarno menggunakan jasa penerjemah Tse tatkala Sukarno akan berdiplomasi dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) pertama kalinya pada tahun 1960-an.
Presiden pertama Republik Indonesia ini semakin dekat dengan Tse Tu Mei Sen ketika ia memperoleh tugas mendampingi tim kesehatan Sukarno yang berasal dari RRT.
Namun nasib Tse buruk pasca meletusnya G30S/PKI tahun 1965. Meskipun tidak ada unsur politik yang dimainkan oleh Tse Tu Mei Sen dengan Sukarno, namun namanya ikut terseret menjadi orang yang terlibat dengan peristiwa tersebut karena orang dekat Sukarno.
Namanya pun tak lepas dari berbagai terror yang mengintimidasi keselamatannya. Tse Tu Mei Sen pernah ditahan pergi meninggalkan Indonesia, namun berkat pertolongan Sukarno ia bisa lolos dari kejaran teror Orde Baru dan melarikan diri ke Hongkong.
Penerjemah Mandarin Sukarno Tse Tu Mei Sen Mendapat Teror Intimidasi Orde Baru
Pasca meletusnya peristiwa G30S/PKI 1965, Tse Tu Mei Sen berencana melarikan diri ke Hongkong. Namun di tengah perjalanan ia dihadang oleh seorang perwira berpangkat Letnan Kolonel (Tak menyebutkan nama).
Intinya tentara berperawakan tinggi nan garang itu melarang Tse Tu Mei Sen pergi meninggalkan Indonesia sebelum persoalan G30S/PKI 1965 selesai. Namun ia dapat perlindungan dari Sukarno sehingga berhasil meloloskan diri.
Tse Tu Mei Sen menelepon Presiden ke istana, Sukarno menyuruhnya kembali dahulu ke istana. Tse menuruti apa yang diperintah Sukarno dan bergegas pergi dari bandara menuju istana.
Setibanya di istana Sukarno memberikan disposisi (surat pengantar/rujukan perintah) kepada Pepelrada Jaya agar Tse Tu Mei Sen bisa berangkat ke Hongkong.
Surat tersebut ia tunjukan pada petugas di bandara bersama dengan pengawal istana, Maulwi Saelan.
Sebagaimana pada hari pertama meloloskan diri ia sempat kena tahan lagi, namun karena namanya ada dalam daftar tim dokter kesehatan Sukarno, penerjemah bahasa Mandarin istana itu pun lolos dan selamat dari teror Orde Baru.
Baca Juga: Moh Natsir: Gemar Merokok, Kerap Bertengkar dengan Sukarno
Rupanya nama Tse Tu Mei Sen terdaftar menjadi penerjemah dalam tim dokter yang mengurus obat-obatan Sukarno di Eropa. Maka petugas bandara yang memeriksa dokumen ini mau tidak mau harus ikut meluluskan administrasi penerbangannya.
Penerjemah Mandarin Sejak Zaman Revolusi
Menurut Asvi Warman Adam dalam tulisan berjudul, “Maulwi Saelan dan Kasus Tse Tu Mei Sen” (2015), nama Tse Tu Mei Sen bagi kalangan pejuang revolusi tidaklah asing di telinga mereka.
Pria Mandarin kelahiran Sukabumi tahun 1928 ini pertama kali berkenalan dengan Sukarno pada tahun 1946. Saat itu Republik Indonesia sedang mengalami agresi militer yang dilakukan oleh Sekutu.
Pertemuan Tse Tu Mei Sen dengan Sukarno terjadi dalam gerbong kereta. Saat itu mereka Sukarno akan menghadiri sidang KNIP di Malang, Jawa Timur dan Tse hendak meliputnya.
Namun tak ada yang menyangka, Tse dengan Sukarno terlanjur akrab. Mereka berdua berbicara dengan bahasa Indonesia yang berapi-api. Sukarno kemudian meminta Tse menjadi penerjemah Indonesia-Mandarin saat dirinya bertemu dengan delegasi RRT.
Baca Juga: Kisah Sukarno Jadi Pengangguran dan Guru yang Dipecat
Pertemuan pertama kali Sukarno dengan Tse terjadi ketika ia masih berprofesi sebagai wartawan yunior surat kabar berbahasa Mandarin. Ketika Sukarno menawarkan pekerjaan sebagai penerjemah, tanpa malu dan ragu, Tse bersedia menjalani tugas barunya tersebut.
Memanggil Kembali Tse Tu Mei Sen ke Indonesia
Setelah berpuluh-puluh tahun tinggal di Hongkong, orang Tionghoa kelahiran Sukabumi ini kembali dicari oleh pemimpin Orde Baru.
Presiden Suharto membutuhkan Tse Tu Mei Sen sebagai orang yang bisa memperbaiki hubungan baik Indonesia dengan RRT. Terutama dalam bidang politik dan ekonomi dua negara tersebut.
Pada tahun 1981, Suharto menugaskan Benny Moerdani memanggil Tse Tu Mei Sen ke Indonesia. Diskusi begitu alot karena ketakutan Tse akan teror Orde Baru masih membuatnya trauma.
Setelah Adam Malik menjamin keselamatan Tse selama pergi ke Indonesia, mantan penerjemah bahasa Mandarin Sukarno ini mau bertemu dengan Suharto di Cendana. Mereka bercakap-cakap dengan santai.
Menurut Asvi, percakapan itu berisi tentang itikad baik pemerintah Orde Baru yang ingin bekerjasama kembali dengan RRT pasca peristiwa G30S/PKI 1965 terjadi. Indonesia sadar bahwa Tiongkok merupakan ladang bisnis yang bisa mengembangkan ekonomi negara.
Begitupun sebaliknya. Tiongkok membutuhkan Indonesia sebagai basis pemasaran produk. Maka sejak saat itu hubungan RRT –Indonesia membaik. Alhasil mengalirlah karet, kayu, dan minyak kelapa sawit dari Indonesia ke Tiongkok.
Sebaliknya produk jadi datang dari Tiongkok, mereka memasarkan produk yang kebanyakan berbentuk teknologi dan transportasi. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)