Suku Ifugao merupakan komunitas etnis tradisional di Filipina yang keberadaannya masih dianggap sebagai “orang primitif”.
Pandangan ini sebagaimana yang diutarakan oleh peneliti Barat bernama Michael R. Dove. Ia mengatakan orang Ifugao sebagai satu-satunya penghuni asli di Filipina yang masih origin.
Kendati dipandang masih “primitif”, suku Ifugao terkenal sebagai petani yang handal. Meskipun hidup di dataran tinggi pegunungan Luzon, suku Ifugao tetap bisa survive mengkonsumsi beras dengan cara berladang menggunakan sistem terasering.
Tak ada satupun yang bisa menyaingi model ini (berladang di lereng gunung Luzon) selain suku Ifugao.
Baca Juga: Mengenal Achilles, Pahlawan Yunani yang Paling Masyhur
Kepiawaian orang-orang Ifugao membangun struktur terasering (sawah bertumpuk) membuat heran berbagai kalangan peneliti dari berbagai departemen pertanian yang ada di Barat.
Mereka salut dengan orang Ifugao karena belum ada orang modern yang kemampuannya membuat terasering di dataran tinggi dengan sistem pengairan yang mengalir deras dan bersih. Bahkan sekilas nampak seperti bertanam padi di dataran rendah biasa.
Sejarah Suku Ifugao di Filipina, Petani Handal di Pegunungan Luzon
Menurut Harold C. Conklin dalam buku berjudul, “Ethnographic Atlas of Ifugao: A Study of Environment Culture and Society in Northen Luzon”, suku Ifugao terdiri dari para petani hebat dan berpengetahuan agraris yang tinggi.
Entah dari siapa mereka belajar pertanian ini, yang jelas orang-orang Ifugao mampu berswasembada pangan tanpa campur tangan orang dari luar komunitasnya. Hebat.
Fenomena penanaman padi di dataran tinggi pegunungan Luzon oleh suku Ifugao pertama kali ditemukan oleh penjelajah Spanyol pada abad ke-16 masehi.
Mereka (orang Spanyol) terkejut dengan penemuan orang-orang primitif sedang bercocok tanam sebagaimana orang modern pada umumnya. Bahkan menurut Harold, orang Spanyol kaget dengan pengetahuan penanaman padi mereka lebih modern daripada orang-orang berilmu saat itu.
Baca Juga: Sejarah Bubarnya Marxisme di China, Akhir Idelogi Komunis
Adapun yang paling membuat orang-orang Spanyol tercengang adalah kemampuan bertani orang Ifugao terletak dari pembangunan terasering yang mengelilingi gunung Luzon sejauh 20.000 km.
Dimana 7000 kilometer terbuat dari batu dan sudah berumur 400 tahun. Artinya suku Ifugao di Filipina ini sudah mengenal sistem bercocok tanam padi seperti ini jauh sebelum abad ke-16. Lalu siapakah yang mengajari mereka berladang?
Belajar pada Suku Hanunoo
Menurut Michael R. Dove dalam tulisannya yang dimuat oleh Majalah Prisma Edisi 8 Agustus 1983 berjudul, “Peta Etnografis Suku Ifugao” sistem pertanian menggunakan struktur terasering di pegunungan Luzon berasal dari kebudayaan berladang suku Hanunoo.
Konon suku Hanunoo lebih tua usianya dari pada suku Ifugao. Jadi kemungkinan besar para peneliti Barat menyimpulkan suku Ifugao telah belajar bercocok tanam menggunakan sistem terasering dari para leluhurnya: suku Hanunoo.
Suku Hanunoo sudah ada di pegunungan Luzon jauh sebelum abad ke-16. Tidak ada yang bisa menemukan petilasan suku ini terkecuali melihat sistem meladang orang-orang Ifugao.
Bahkan menurut cerita orang-orang Ifugao, suku Hanunoo pernah mewariskan beberapa sistem meladang tanpa menggunakan air (irigasi). Mereka menanam padi di atas tanah pegunungan yang gersang namun hasilnya baik seperti padi di sawah normal lainnya.
Suku Hanunoo hanya mengandalkan air hujan dan endapan embun di dataran tinggi untuk memberikan kebutuhan air bagi ladang padi mereka di gunung Luzon.
Namun sayangnya tidak ada penerus suku Ifugao yang bisa melanjutkan sistem pertanian seperti itu di Filipina. Mereka kehilangan orang dari etnisnya yang bisa menerapkan sistem persawahan tanpa irigasi. Regenerasi mereka hilang.
Baca Juga: Sejarah Penjajahan Prancis di Maroko, Berawal dari Kelangkaan Pangan
Tidak Mengeksploitasi Hutan
Selain terkenal sebagai etnis origin di Filipina yang pandai meladang, orang-orang Ifugao juga dikabarkan banyak peneliti sebagai makhluk pelindung hutan Luzon.
Tidak seperti kebanyakan manusia normal di dunia saat ini, orang Ifugao lebih sadar melestarikan alam dari pada orang-orang modern sekarang. Mereka bahkan menjaga hutan agar tidak dirusak oleh orang asing.
Suku Ifugao akan memproteksi habis hutan mereka karena suku tersebut sadar bahwa hutan adalah sumber penghidupannya.
Tidak ada hutan, hutan rusak, atau hutan hancur, maka yang rugi adalah mereka. Oleh sebab itu suku Ifugao begitu frontal pada orang asing yang berusaha mengeksploitasi hutan dalam berbagai cara.
Mereka tidak menoleransi pengrusakan hutan, suku Ifugao juga lebih memilih tinggal di gelapnya hutan ketimbang gemerlapnya kota.
Hutan-hutan yang ada di pegunungan Luzon mereka pelihara sebagaimana kasih sayang orang tua pada anaknya.
Rata-rata dari satu kelompok berisi 10 kepala keluarga suku Ifugao di Filipina memegang satu hektar untuk diurus bersama-sama. Mereka rajin menanami hutan dengan tumbuhan penunjang hidup seperti sayur-mayur yang terdiri dari, tumbuhan tomat, kentang, brokoli, dan lain-lain. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)