Pada bulan Juli 1933 Sukarno membentuk badan rahasia bernama Gaboengan Moeda Partindo atau Gempar. Tujuan pembentukan Gempar ialah untuk memberantas aksi-aksi spionase Belanda yang sering menggagalkan sabotase politik dalam kegiatan Partindo (Partai Indonesia).
Dengan kata lain Gempar merupakan anak organisasi politik yang bertugas untuk menyerang aksi mata-mata Belanda. Sebagian pendapat mengatakan Gempar adalah Onderbouw Partindo yang menjalankan tugas intelijen: memata-matai spionase Belanda.
Keberadaan Gempar terendus oleh polisi kolonial, mereka mengklaim pendirian Gempar tak legal karena tak punya izin beroperasi. Oleh sebab itu Gempar sempat menjadi organisasi ilegal dan kontroversial pada tahun 1933.
Baca Juga: Soerabaiasch Handelsblad, Koran Belanda yang Pro Eropa
Salah satu undang-undang yang mengatur polisi kolonial berhak membubarkan Gempar adalah Algemene Recherche Dienst (ARD). Karena kebijakan tersebut Gempar membubarkan diri, selain bubar, pemerintah ikut menangkap Sukarno sang pendiri Gempar.
Gaboengan Moeda Partindo (Gempar) Organisasi Rahasia Partindo Anti Spionase
Menurut Marieke Bloembergen dalam buku berjudul, “Polisi Zaman Hindia Belanda, dari Kepedulian dan Ketakutan” (2011), Gaboengan Moeda Partindo alias Gempar merupakan organisasi rahasia milik Partindo yang anti terhadap kerja-kerja spionase Belanda.
Tujuan pembentukan Gempar tidak lain untuk melindungi partai Partindo. Sebab sebelum adanya Gempar pemerintah kolonial kerap membatasi pergerakan politik Partindo.
Apapun rencana politik Partindo mesti gagal karena ada mata-mata yang membocorkan agenda politik Partindo. Polisi selalu hadir dan mengawasi orasi dan beberapa forum diskusi Partindo bersama PNI yang bersifat rahasia.
Mereka juga akan membubarkan forum tersebut apabila Partindo dan PNI tak mengantongi surat izin berkumpul terlebih dahulu. Untuk mensiasati ini Sukarno mencetuskan ide pembentukan badan rahasia yang berfungsi mengcounter gerakan spionase Belanda.
Sukarno menyebutnya dengan istilah Sturm Armee. Gempar akhirnya menjadi badan resmi Partindo yang bersifat rahasia, kurang lebih sama seperti intelijen polisi kolonial yang punya kewajiban memata-matai target sasaran.
Perekrutan untuk menjadi anggota Gempar terbilang sulit dan rahasia. Sukarno sendiri yang merancang persyaratan bagi para pemuda yang tertarik menjadi anggota Gempar. Antara lain Sukarno menyeleksi ketat calon Gempar melalui pemakaian seragam, jika terlihat cocok (gagah) bisa lolos.
Baca Juga: Kisah Ki Hadjar Dewantara Diasingkan karena Pamflet Politik
Kedua Sukarno memberikan latihan fisik yang keras layaknya seorang militer. Ia juga menyumpah calon anggota Gempar memperjuangkan kemerdekaan RI. Karena menurut Sukarno tekad kemerdekaan itu lebih penting dari apapun.
Rata-rata anggota Gempar minimal berusia 18 tahun dan maksimal 25 tahun. Tidak terlalu muda dan tua, benar-benar menyelaraskan definisi pemuda yang sesungguhnya.
Tugas pertama anggota Gempar terhitung sejak tanggal 25 juli 1933. Mereka menyerang beberapa target secara diam-diam. Setelah mereka lakukan penyelidikan ternyata tugasnya berhasil, mereka sukses menangkap intel Belanda yang akan merusak agenda politik Partindo.
Jaksa Agung Kolonial Menangkap Sukarno
Tak lama setelah penugasan pertama Gempar berhasil, polisi kolonial memberangkatkan beberapa intel lain untuk mengungkap hilangnya dua intel mereka pada 25 Juli yang lalu.
Setelah 5 jam kemudian mereka berhasil menemukan dua kawan sasarannya. Pelakunya adalah orang Partindo (tak menyebutkan nama). Sukarno yang saat itu jadi penanggung jawab Partindo dan PNI menjadi sasaran polisi untuk menjadi saksi.
Polisi memintai keterangan kasus tersebut pada Sukarno, ia kooperatif dan menyebutkan seluruh gundah gulananya sehingga bisa merealisasikan ide membentuk Gaboengan Moeda Partindo alias Gempar.
Akibat keterangan tersebut Sukarno menjadi tersangka. Jaksa Agung kolonial langsung memutuskan Sukarno mendapatkan hukuman penjara di Batavia. Tempat hukuman yang paling aman untuk para aktor politik yang radikal.
Sejak tanggal 1 Agustus 1933 Partindo dan PNI mendapatkan hukuman pembatasan gerak politik. Sedangkan Sukarno meringkuk di penjara old Batavia atau di daerah Jakarta kota sekarang.
Gerakan Anti Spionase Terus Berlanjut
Meskipun pemerintah kolonial menangkap Sukarno atas cikal bakal lahirnya gerakan anti spionase Belanda bernama Gempar, kontradiksi masyarakat bumiputera terhadap kerja-kerja intelijen kolonial terus berlanjut.
Aktor regenerasi perjuangan kontra spionase Belanda tidak lain adalah para pemuda-pemuda yang revolusioner dan terpelajar. Soetan Sjahrir adalah salah seorang pemuda yang anti pada aksi intelijen Belanda.
Baca Juga: Sistem Ekspor-Impor Kolonial Belanda, Penyebab Pemberontakan Petani
Menurut pemuda pemberani namun berperawakan kecil ini, aksi spionase Belanda merupakan kebiasaan buruk dalam sistem pemerintahan kolonial. Kerja-kerja memata-matai orang ataupun kelompok (partai politik) merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
Akibatnya Sukarno yang masih menjalani masa tahanan terintimidasi oleh polisi karena gerakan anti spionase terus bermunculan di berbagai titik kota dan derah.
Sebagai bentuk kerjasama meredam gerakan anti spionase dan pembebasan Sukarno dari tahanan, Jaksa Agung kolonial menawarkan surat perjanjian. Isinya menyatakan Partindo sebagai partai yang radikal dan bersifat subversif.
Entah bagaimana kejadian selanjutnya, apakah Sukarno menandatangani persetujuan itu atau tidak. Belum ada penjelasan lebih lanjut, namun yang pasti Sukarno malah menyampaikan tujuan utama pembentukan Gempar sebagai alat yang berfungsi merusak struktur birokrasi Belanda.
Ia sengaja membentuk Gaboengan Moeda Partindo alias Gempar pas hari perayaan ulang tahun Ratu Belanda di Hindia. Tujuannya membalas dendam: memata-matai untuk menghancurkan agenda pesta, sebagaimana yang intelejen kolonial lakukan pada Partindo. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)