Fenomena flexing marketing kerap terlihat dalam menjalankan bisnis. Flexing marketing sebenarnya berupa fenomena penunjukan kekayaan dengan membeli barang atau jasa tertentu. Strategi pemasaran yang satu ini terbilang kekinian dengan tujuan untuk peningkatan bisnis.
Baca Juga: Strategi Marketing 4C, Rahasia Sukses Berbisnis di Era Digital
Mengenal Fenomena Flexing Marketing
Bagi Anda yang terjun dalam dunia bisnis, pastikan untuk mengetahui berbagai strategi pemasarannya. Adapun salah satunya yaitu flexing marketing. Lantas apa itu flexing marketing?
Fenomena flexing merupakan keberanian atau bisa kita bilang pamer dengan membeli suatu barang atau menggunakan jasa. Strategi pemasaran ini bisa memperlihatkan kekayaan yang dimiliki seseorang. Tentu Anda sudah sering mendengar istilah crazy rich bukan?
Ternyata istilah tersebut juga berkaitan dengan flexing marketing. Pasalnya, sudah banyak selebgram, influencer, ataupun pemilik akun media sosial dengan follower melimpah yang menerapkan strategi flexing marketing. Bukan tanpa alasan strategi marketing ini dilakukannya.
Adapun salah satu alasannya yaitu untuk memperlihatkan status sosial ke publik. Di sisi lain fenomena flexing juga berguna untuk menarik perhatian sekaligus mendapatkan apresiasi sehingga bisa jadi calon konsumennya. Untuk tujuan yang satu ini berkaitan dengan psikologis.
Sejarah Flexing Marketing
Terkait fenomena marketing ini, istilah flexing pertama kali muncul pada tahun 1899 dari Thorstein Veblen. Kala itu ia terkenal sebagai The Theory Of The Leisure Class. Istilah ini pada dasarnya mengacu pada kebiasaan konsumsi kompetitif, boros, dan aktivitas waktu luang.
Sesuai dengan sejarahnya, penggunaan istilah ini berkaitan dengan menunjukkan keanggotaan di kelas sosial yang lebih tinggi. Veblen juga mempertanyakan perihal pandangan ekonomi neoklasik konvensional. Ia juga menghasilkan teori awal tentang konsumsi dari status.
Baca Juga: Funnel Marketing Digital, Kenali dan Pahami!
Dampak Positif
Pada dasarnya, ada banyak dampak yang ditimbulkan dari penerapan strategi flexing marketing. Dalam hal ini, tak terkecuali pula dengan dampak positif. Adapun salah satu dampak positif dari penerapan flexing yaitu membuat seseorang jadi termotivasi untuk sukses.
Selain itu, fenomena flexing marketing juga membantu orang lain dalam pemasaran bisnis. Melalui flexing, seseorang bisa menjadi sarana bagi donatur dan orang yang membutuhkan. Misalnya saja membantu yatim piatu, beasiswa, dan masih banyak lagi.
Dampak Negatif
Selain dampak positif, penerapan flexing juga memiliki dampak negatif. Untuk mengetahui apa saja dampak negatifnya, Anda bisa simak pembahasan berikut ini.
Membuat Iri Hati
Salah satu dampak negatif yang bisa Anda dapatkan yaitu membuat iri hati orang lain. Bagi Anda mungkin membuat konten berupa flexing hanya sekedar untuk mengekspresikan kebahagiaan maupun kebanggaan atas pencapaian yang berhasil teraih.
Namun tanpa Anda sadari, hal tersebut bisa memicu iri hati orang lain. Bisa karena apa yang Anda peroleh merupakan impiannya. Bisa pula karena Anda terlalu berlebihan dalam mengekspresikan kebahagiaan.
Memicu Terciptanya Citra Diri Palsu
Tahukah Anda bahwa fenomena flexing marketing juga bisa memicu terciptanya citra diri palsu. Hanya karena ingin terlihat kaya, seseorang rela memalsukan identitas di media sosial. Pada dasarnya, memang flex tak hanya sekedar pamer, tetapi juga mencari validasi seseorang.
Meski cara yang dilakukan tak baik, namun media sosial tetap ia gunakan sebagai ajang mengejar validasi hingga mendapatkan teman di dunia maya. Akan menjadi boomerang tersendiri apabila kebohongan tersebut terungkap suatu saat nanti.
Saat hal palsu terungkap, akan jadi malu sendiri. Bahkan cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar maupun media online. Jika sudah demikian, maka bisnis yang Anda jalankan tak akan dilirik pelanggan.
Baca Juga: Mengenal Profesi Full Stack Digital Marketer, Impian Anak Muda
Tak Sejalan Dengan Agama
Dampak negatif lainnya yang bisa Anda ketahui dari fenomena flexing yaitu tak sesuai dengan ajaran agama. Apabila Anda memandang dari sisi religius, sikap pamer memang tak sejalan dengan agama apapun itu. Apalagi jika sikap pamer tersebut disertai dengan kebohongan.
Berbicara mengenai fenomena flexing marketing, memang sudah marak terjadi di era milenial seperti sekarang ini. Namun strategi marketing flexing hanya berlaku bagi konsumen yang tidak smart. Melihat ada banyak dampak negatifnya, alangkah baiknya apabila beralih dengan menerapkan strategi pemasaran lainnya. (R10/HR-Online)