Tidak seperti kebanyakan Alim Ulama di awal abad ke-18 yang tidak punya label Mubaligh atau Pendakwah Agama Islam, Syekh Muhammad Djamil Djambek justru memperoleh gelar dari masyarakat sejak zaman Belanda sebagai Bapak Mubaligh Pertama di Indonesia.
Syekh Muhammad Djamil Djambek merupakan seorang ulama sekaligus cendikiawan Islam yang lahir pada 1860 di Bukittinggi. Sebagian orang mengetahui Syekh Muhammad Djamil berasal dari Tanah Minang.
Sebagaimana seorang cendikiawan Islam pada umumnya, Syekh Muhammad Djamil terkenal sebagai Ulama besar yang ahli dalam pidato, ahli ilmu hisab falaki, penganjur dan mubaligh, serta pembangun paham baru dalam Agama Islam.
Baca Juga: Sintua Nathanael Nababan, si Pemburu Kerbau Liar dari Tapanuli Utara
Sebagian kelompok merasa tertarik dengan sejarah hidup Syekh Muhammad Djamil. Mereka terdorong untuk mengetahui bagaimana kiprah Syekh Muhammad Djamil dalam memperjuangkan ilmu hisab falak (astronomi) di Indonesia.
Sebab pada beberapa arsip tertulis nama Syekh Muhammad Djamil sebagai cendikiawan Islam yang melahirkan penentuan tanggal puasa, lebaran, dan waktu imsyakiah, tarwih, serta buka puasa (maghrib) melalui hitungan waktu pertama di Indonesia.
Syekh Muhammad Djamil Djambek, Bapak Mubaligh Indonesia dan Ahli Ilmu Falak
Menurut Ensiklopedia Indonesia (1950), Syekh Muhammad Djamil Djambek adalah seorang mubaligh pertama di Indonesia sekaligus seorang ulama ahli ilmu hisab falak (astronomi) atau ilmu-ilmu perbintangan.
Sejak saat itu pula ia terkenal sebagai orang pertama di Indonesia yang bisa menentukan jadwal pertama puasa dan lebaran.
Selain itu, Syekh Muhammad Djamil Djambek adalah orang pertama yang menerbitkan kalender khusus bulan Ramadhan. Kalender ini berisi tentang batasan waktu sholat dan ibadah lain. Seperti batas waktu sahur ke berbuka puasa dan sholat tarawih secara lengkap.
Ilmu Syekh Muhammad Djamil sebagai seorang astronom membuat banyak keluarga ingin anaknya bisa mempelajari ilmu hisab falak. Karena Kyai Djambek terkenal pemurah ilmu maka banyak orang yang mengakui diri bahwa ia adalah muridnya.
Baca Juga: KH Muhammad Yusuf Hasyim: Paman Gusdur, Mantan Kombatan Perang Kemerdekaan
Tak heran Syekh Muhammad Djamil punya banyak murid, selain karena ia terkenal sebagai pencipta kalender perhitungan waktu ibadah di bulan Ramadhan, ulama asal Minang ini rupanya adalah orang rujukan yang dipercaya bisa melihat hilal melalui alat modern teleskop untuk menentukan hari awal puasa dan lebaran Idul Fitri.
Mendirikan Sekolah Madjelis Islam Tinggi Minangkabau
Pengetahuan tentang ilmu falak membuat Syekh Muhammad Djamil Djambek mendapatkan murid banyak. Ia pun mendirikan sekolah bernama Madjelis Islam Tinggi Minangkabau.
Berjalan sesuai dengan kurikulum modern hanya saja ada tambahan belajar yang begitu intens dalam bidang perbintangan.
Madjelis Islam Tinggi Minangkabau berdiri pada tahun 1942. Tepatnya pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Syekh Muhammad Djamil Djambek sengaja mendirikan Madjelis Islam Tinggi di Minangkabau. Tujuannya untuk mencerdaskan masyarakat di sana agar tidak bisa dibodohi oleh Tentara Dai Nippon.
Pembelajaran di Madjelis Islam Tinggi Minangkabau tidak seperti kebanyakan para pesantren yang mengajarkan perjuangan untuk melawan secara frontal penjajah.
Syekh Muhammad Djamil mengajarkan para muridnya ilmu pengetahuan. Ulama besar di ranah Minang tersebut percaya bahwa ilmu pengetahuan lebih tepat menghancurkan penjajah ketimbang dengan jalan peperangan.
Mahaguru Islam di Sumatera Barat ini nampaknya begitu dekat dengan unsur perdamaian. Selain itu Syekh Muhammad Djamil terkenal sebagai tokoh yang bersabar, mubaligh yang tak pernah marah, dan Ulama yang mencerdaskan. Tak heran ketika zaman sudah merdeka sekolah ini masih berdiri sama seperti zaman awal dahulu.
Baca Juga: KH Sholeh Darat, Guru Pendiri NU dan Muhammadiyah
Mengilhami Pembentukan Partai Masjumi
Sekolah milik Syekh Muhammad Djamil Djambek (Madjelis Islam Tinggi Minangkabau) ternyata sekolah yang mengilhami pembentukan partai politik Islam terbesar di era kemerdekaan. Partai politik itu bernama Majelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi).
Partai yang berdiri pada tanggal 24 Oktober 1943 ini terinspirasi oleh sistem pengetahuan dan semangat kebangsaan dari para guru sekaligus murid di Madjelis Islam Tinggi Minangkabau. Sebab sekolah tersebut selalu berlandaskan pada ilmu pengetahuan di setiap menghadapi persoalan.
Bahkan seiring dengan berjalannya waktu sekolah Kyai Djambek menjadi rujukan para negarawan untuk mengetahui bagaimana cara mereka menjalankan tugas kenegaraan sesuai dengan petunjuk ilmu dan agama.
Syekh Muhammad Djamil Djambek sebagai kepala Madjelis Islam Tinggi Minangkabau pertama mengikhlaskan seluruh tenaga yang ada di sekolahnya melebur jadi satu dengan para politisi Islam dan membentuk partai Masjumi. Salah satu tokoh kepercayaan Kyai Djambek dalam Masjumi adalah Ketum Pertama Masjumi yakni, Soekiman Wirjosandjojo.
Ulama ahli hisab falak ini mengharapkan Soekiman bisa mengemban tugas dengan baik. Ia ingin melihat Masjumi besar dan menjadi partai Islam yang bisa mendominasi di dalam parlemen. Namun sebelum melihat Masjumi menjadi partai besar pada Pemilu 1955, Syekh Muhammad Djamil Djambek wafat pada tahun 1947. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)