Menurut catatan sejarah, panjat pinang ternyata sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Dahulu permainan ini populer di kalangan masyarakat perairan. Selain permainan untuk bersenang-senang rupanya panjat pinang bisa jadi media melatih kekuatan fisik.
Permainan panjat pinang sudah ada di Indonesia sejak berpuluh-puluh abad yang lalu. Para pelaut Belanda yang menyebarluaskan permainan klasik ini. Awalnya permainan panjat pinang berasal dari kebiasaan para pelaut melatih fisik di kapal.
Namun seiring dengan berlabuhnya kapal mereka ke daratan, banyak masyarakat awam yang meniru kebiasaan tersebut dan mengadopsinya jadi permainan tradisional.
Awalnya permainan panjat pinang tumbuh subur di kota-kota Pelabuhan, seperti di Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Baca Juga: Sejarah Wonosobo, Kota Bekas Pemukiman Prajurit Diponegoro
Hingga kini permainan panjat pinang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia merayakan hari-hari besar seperti hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Permainan panjat pinang membuat semua orang yang terlibat bahagia dan paling penting ada rasa solidaritas yang kuat antar sesama anak bangsa.
Sejarah Panjat Pinang, Permainan Tradisional Warisan Pelaut Belanda
Menurut Olievier Johannes Raap dalam buku berjudul, “Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe” (2017), permainan panjat pinang sudah ada sejak abad ke-19 masehi.
Panjat pinang merupakan permainan yang sering dilakukan oleh para pelaut Belanda yang sedang berlayar ke berbagai tempat jajahan termasuk Indonesia.
Para awak kapal sering melakukan permainan ini dengan tujuan melatih kekuatan fisik. Mereka olahraga di atas geladak kapal dengan memanfaatkan tiang layar untuk jadi penopang tubuhnya ketika melatih otot-otot kaki dan lengan.
Seperti para pelaut pada umumnya, penjelajah Belanda kerap memanfaatkan barang di sekitar kapal untuk jadi objek melatih kebugaran.
Selain menggunakan tiang layar untuk berlatih memanjat, tak jarang para pelaut Belanda melakukan latihan otot dengan mengangkat dan menurunkan jangkar kapal secara bergantian dengan awak lainnya.
Olahraga di kapal menjadi kewajiban dan kebutuhan para pelaut Belanda, sebab angin laut dan cuaca ekstrim kerap menyerang kondisi fisik awak kapal yang lemah dan bisa menimbulkan kematian mendadak.
Oleh sebab itu para awak kapal seringkali memanfaatkan waktu luang untuk berolahraga di atas geladak. Salah satunya memanfaatkan tiang layar untuk jadi permainan panjat pinang.
Perubahan makna olahraga memanjat di atas kapal terjadi ketika para pelaut mengadakan permainan siapa cepat mencapai atas tiang. Dari sinilah permainan panjat pinang lahir di atas geladak kapal.
Masyarakat di Kota Pelabuhan Mengadopsi Permainan Panjat Pinang
Ketika para pelaut menyandarkan kapalnya di pelabuhan, tak jarang para awak kapal masih bermain olahraga panjat di atas geladak.
Seperti halnya pertunjukan yang mengasyikan, masyarakat pribumi melihat dan meniru permainan ini di daratan. Mereka menggunakan tiang yang terbuat dari kupasan pohon jambe atau pinang.
Pohon yang memiliki ketinggian lebih dari 12 meter ini ditanam pada lobang tanah yang lumayan dalam. Setelah memastikan tiang terpancang kuat, para anak remaja di sekitarnya siap menjajal permainan panjat pinang.
Baca Juga: Sejarah Atjeh Moorden, Kisah Pembantaian Orang Belanda di Aceh
Seperti halnya para pelaut Belanda di atas kapal, mereka berseru-seru memanjat tiang dari pohon pinang berlomba-lomba siapa yang paling cepat mencapai pucuk batang pohon tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, panjat pinang yang awalnya hanya sekedar main-main berubah fungsi menjadi perlombaan. Pucuk pohon jambe yang tinggi diberi hadiah seperti sembako, makanan, dan barang menarik lainnya. Para peserta lomba panjat pinang memperebutkan hadiah itu yang tergantung di pucuk tiang.
Ketika ada pemenang yang lebih awal menjatuhkan hadiah di atas tiang pinang, tim dan penonton yang ada di bawah berebut mengambil hadiah lomba tersebut.
Mereka membawa pulang hadiah itu dan membagikannya pada teman-teman lain yang ikut hadir menyaksikan lomba panjat pinang.
Permainan tradisional tersebut hingga saat ini masih eksis, bahkan perlombaan ini sering menjadi permainan khas merayakan HUT RI pada setiap tanggal 17 Agustus.
Panjat Pinang Bagian dari Latihan Angkatan Laut Belanda
Pada masa Revolusi Fisik perlombaan panjat pinang jadi media latihan tentara Angkatan Laut Belanda. Seperti para pelaut Belanda di abad ke-19, para tentara Angkatan Laut Belanda percaya jika latihan memanjat tiang bisa menambah kekuatan otot kaki dan lengan.
Selain itu juga, latihan ini bisa menjadi penambah stamina agar tidak mudah terserang penyakit saat berada di lautan lepas.
Saking butuhnya pada tiang kapal, tentara Angkatan Laut Belanda biasa menyiapkan tambahan tiang di atas kapal perang yang disusun sengaja hanya untuk berlatih memanjat.
Baca Juga: Soerjopranoto si Raja Mogok, Anak Raja yang Jadi Aktivis Buruh
Selain itu, ketika mereka sampai di daratan melihat anak-anak pribumi bermain panjat pinang, para tentara Belanda sering ikut bermain dengannya.
Sejarah mencatat, permainan panjat pinang di daratan membuat kesan tersendiri bagi para tentara Angkatan Laut Belanda pada masa Revolusi Fisik tahun 1945-1949. Mereka mendapatkan banyak pengalaman tentang keseharian anak-anak pribumi.
Bagaimana cara bermain, bercakap-cakap, dan kebiasaan bersosial yang berbeda jauh dengan anak-anak yang ada di negerinya.
Ternyata selain menjadi media hiburan dan olahraga, permainan panjat pinang juga bisa membuat peminatnya paham dengan keadaan sekitar. Terutama dalam melihat konstruksi sosial masyarakat di pedalaman.
Mereka asyik menikmati permainan panjat pinang dan mengakhiri permainan ini dengan kegembiraan. Anak-anak kecil itu menunjukkan tentara Angkatan Laut Belanda tentang arti perdamaian. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)