harapanrakyat.com,- Jumlah pernikahan dini masih menjadi perhatian pemerintah daerah. Pengadilan Agama (PA) Kelas I B Kabupaten Bandung mengaku, sepanjang tahun 2022 telah menangani 202 perkara dispensasi pernikahan pasangan di bawah umur.
Meski demikian, pihak Pengadilan Agama Kelas I B Kabupaten Bandung mengaku tidak semua perkara dikabulkan majelis hakim. Alasannya, pengabulan dispensasi ini perlu meninjau berbagai aspek, salah satunya kesiapan dari pasangan.
Humas PA Kelas I B Kabupaten Bandung, Samsul Zakaria mengatakan, dari jumlah pemohon itu, majelis hakim mengabulkan sekitar 85 persen. Artinya, majelis hakim tidak mengabulkan permohonan dispensasi pernikahan sebanyak 15 persen.
“Tidak semua berkas perkara dikabulkan. Untuk jumlah pengabulan permohonan juga saya juga belum melihat jumlahnya secara terperinci” ungkap Samsul di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/1/2023).
Baca Juga : Pengadilan Agama Kota Bandung Kabulkan 143 Dispensasi Menikah
Samsul menjelaskan, rata-rata pemohon yang mengajukan dispensasi pernikahan ini lantaran hamil di luar nikah dan masih berusia di bawah 18 tahun. Pasalnya, saat ini salah satu syarat pernikahan yakni berusia di atas 19 tahun.
Terkait jumlah dispensasi pernikahan sepanjang tahun 2022, kata Samsul, lebih rendah ketimbang jumlah pemohon pada 2021 sebanyak 350 perkara.
Atasi Pernikahan Dini, Perlu Pendekatan Agama
Sementara itu, Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan mengatakan, mengantisipasi tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Bandung, perlu peran semua pihak.
“Meski di beberapa daerah memiliki upaya tersendiri dalam mengatasi hal ini, namun pendekatan keagamaan sangat krusial dalam menangani perkara pernikahan usia dini ini,” ungkap Sahrul.
Baca Juga : Angka Pernikahan Anak di Jawa Barat Masih Tinggi, Gubernur Berharap Kesadaran Masyarakat
Dalam tatanan kebijakan pemerintah daerah, Sahrul meminta Pemerintah Kabupaten Bandung harus turut andil dalam menekan kasus pernikahan dini ini. Hal itu dapat melalui program-program pemerintah ke berbagai lembaga pendidikan di Kabupaten Bandung.
Pemerintah, lanjut Sahrul, dapat memanfaatkan keberadaan pesantren-pesantren di berbagai wilayah di Kabupaten Bandung, agar turut andil dalam penanganan kasus ini di lingkungan sekitar mereka.
“Optimalisasi peran MUI desa hingga kecamatan juga perlu. Jumlah pernikahan dini di Kabupaten Bandung menjadi salah satu peringatan untuk kita. Selain itu, yang terpenting yakni peran orang tua di lingkungan keluarga agar lebih waspada dalam mengontrol anaknya,” ucap Sahrul. (Ecep/R13/HR-Online)