Kenyentrikan Haji Agus Salim sebagai diplomat terbukti saat pahlawan nasional ini menyindir suami ratu Inggris Pangeran Philip dengan menggunakan kretek.
Pria kelahiran Koto Gadang, 8 Oktober 1884 ini punya kebiasaan merokok yang kuat. Kendati banyak propaganda rokok tidak sehat, bagi Agus Salim barang tersebut adalah produk asli tanah air yang mengundang perhatian dunia luar terutama orang-orang Eropa.
Agus Salim merokok jenis kretek, sebuah lintingan tembakau berpadu cengkeh asli Nusantara ini pernah membuat gaduh seisi istana Buckingham.
Pasalnya suami Ratu Elizabeth II, Pangeran Philip sempat protes tatkala Haji Agus Salim menjadi tamu undangan dan merokok kretek di ruangan istana.
Bukannya tersinggung Haji Agus Salim malah percaya diri dan bilang pada Pangeran Philip bahwa aroma tak sedap itu berasal dari rokok di tangannya. Ia bahkan menyinggung Pangeran Philip dengan menggunakan tembakau.
Baca Juga: Haji Agus Salim, Siswa HBS Tolak Beasiswa Kartini ke Belanda
Pangeran Buckingham Palace itu mendadak malu dan mempersilakan Haji Agus Salim menikmati hidangan istana. Lantas apa yang sebenarnya Agus Salim katakan pada Pangeran Philip?
Kretek Haji Agus Salim, Cikal-bakal Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Menurut Mukayat dalam buku berjudul, “Haji Agus Salim, Karya dan Pengabdiannya” (1985), karena kretek, Haji Agus Salim bisa menyinggung Inggris dengan tepat sasaran.
Awalnya Haji Agus Salim menjadi dosen tamu di beberapa Universitas di Eropa. Salah satunya menjadi pengajar kebudayaan Islam di Cornell University dan Universitas Princeton pada tahun 1953.
Keilmuan Agus Salim berpengaruh pada relasi kebangsawanan orang Inggris. Hingga pada akhirnya The Grand Old Man Indonesia bisa menjadi tamu undangan pada acara penobatan Ratu Elizabeth II pada 3 Juli 1953.
Bersama-sama dengan Sri Pakualam dan Duta Besar Republik Indonesia di Inggris, Haji Agus Salim merokok kretek di saat pesta penobatan itu selesai. Lebih tepatnya saat semua tamu undangan menikmati jamuan dan ramah-tamah.
Karena aroma kretek menyengat, penciuman Pangeran Philip terganggu. Seketika orang nomor satu di Inggris ini memerintahkan ajudan mencari dan menjauhkan aroma tersebut.
Melihat keriuhan itu Haji Agus Salim tak bergeming. Ia malah mendekatkan kretek itu pada hidung Pangeran Philip sambil mengatakan “Aroma tak sedap ini berasal dari rokok kretek saya, memang beda aroma dengan rokok-rokok Eropa, namun jangan salah karena ini (kretek) orang-orang Eropa termasuk bangsa Anda datang ke negara kami (Indonesia)“.
Baca Juga: Kisah Cipto Mangunkusumo, Seorang Pahlawan yang Anti Raja
Jadi Dosen Tamu di Amerika
Kisah menarik Agus Salim lainnya terjadi ketika diplomat yang juga poliglot ini menjadi pembicara (dosen tamu) di beberapa kampus bergengsi Amerika pada tahun 1953. Salah satunya pernah menjadi pengajar kebudayaan Islam di Universitas Princenton dan Cornell University.
Selama menjadi pengajar dan pembicara di dua kampus terkenal Amerika, Haji Agus Salim menjadi dosen yang menyenangkan.
Ia banyak memberikan insight pada Mahasiswa di sana terutama bagaimana seharusnya bangsa Barat memandang sistem imperialisme-kolonialisme.
Begitu juga dengan pandangan tentang sejarah Islam di Nusantara. Tidak seperti kebanyakan orang Islam di Indonesia yang anti Barat, Haji Agus Salim justru mempelopori orang Islam untuk belajar pada mereka.
Menjadi pembicara hebat di Amerika bukan hal yang mudah. Bahkan bagi Haji Agus Salim yang sudah punya banyak relasi kerja di sana pun masih butuh perjuangan untuk beradaptasi.
Terutama dengan perbedaan alam yang ada di Amerika seperti musim salju. Perjuangan ini membuat Haji Agus Salim belajar cara menghadapi musim salju dengan baik dan benar.
Selebihnya tidak ada masalah. Kepiawaian mengajar Agus Salim tak jadi persoalan. Sebab kemapuan pedagogis Agus memperoleh nilai yang baik dari universitas.
Bahkan pihak kampus sudah percaya pada kemampuan mengajar Agus Salim tanpa harus melalui tes jadi pembicara pun ia bisa mengajar di kampus itu secara leluasa.
Seorang Poliglot Handal
Agus Salim merupakan seorang poliglot yang handal. Ia menguasai beberapa bahasa selain bahasa Inggris dan Belanda. Haji Agus Salim bisa menggunakan bahasa, Prancis, Jerman, Arab, Turki, dan Jepang.
Baca Juga: Profil Ki Hadjar Dewantara, Pencipta Semboyan Tut Wuri Handayani
Ia menggunakan kemampuan berbahasa ini untuk membangun jalur diplomasi. Oleh sebab itu meskipun Agus Salim sudah meninggalkan politik praktis tahun 1953, negara tetap mempercayainya menjadi penasihat Menteri Luar Negeri.
Keterampilannya menggunakan bahasa asing membuat bangsa Indonesia respek dan mendudukkan Haji Agus Salim dalam tatanan pahlawan lain seperti Moh. Hatta, Soetan Sjahrir, dan Sukarno.
Diplomat berjanggut panjang ini juga punya kedekatan politik dengan H.O.S. Tjokroaminoto pemimpin besar Syarikat Islam.
Pengalaman mengajar di Amerika pada tahun 1953 nampaknya sumbangsih terakhir Agus Salim untuk dunia pendidikan. Sebab setahun setelah ia tiba di tanah air (1954) Haji Agus Salim wafat pada usia 70 tahun.
Bangsa Indonesia berduka, mereka telah kehilangan guru bangsa yang pernah menyumbangkan pola pikir untuk kemerdekaan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)