Kepala Staf TNI-AU (KSAU) Omar Dhani memiliki kisah hidup yang memprihatinkan sebelum masuk penjara akibat terlibat peristiwa G30S/PKI 1965. Salah satu kisah tersebut antara lain pernah jadi tukang jualan obat-obatan keliling ke rumah-rumah (door to door).
Pekerjaan ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebab Omar yang belum genap berusia 25 tahun itu sudah hidup mandiri dan jauh dari jangkauan orang tua.
Kesungguhannya mencari nafkah untuk mencukupi bekal hidup sehari-hari membawa nasib baik pada kehidupan di masa mendatang bagi Omar Dhani.
Setelah meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang obat keliling, Omar Dhani berhasil menjadi pegawai di Departemen Penerangan RI pada tahun 1947.
Baca Juga: Profil Alimin Prawirodirdjo, The Great Old Man Komunis Indonesia
Selain itu, ia juga sempat menjadi pegawai de Javasche Bank pada tahun 1948, namun tak lama kemudian ia keluar karena daftar masuk anggota Angkatan Udara pada tahun 1950.
Saat mendaftar jadi TNI-AU pada tahun 1950, karir Omar Dhani melejit. Ia bahkan sukses mendapatkan jabatan Kepala Staf Angkatan Udara pada umur 38 tahun. Usia yang sangat muda untuk mencapai tingkat KSAU.
Namun ketika ia menjabat Menteri Angkatan Udara generasi kedua Sukarno membuatnya ikut terlibat dalam G30S/PKI 1965. Hingga pada akhirnya nama Omar Dhani hanya jadi legenda Angkatan Udara RI yang jasa-jasanya terlupakan.
Kisah Hidup KSAU Omar Dhani Mendapatkan Pendidikan Militer di Amerika
Menurut Asvi Warman Adam dalam buku berjudul, “Melawan Lupa, Menepis Stigma” (2015), Omar Dhani mendapatkan pendidikan militer Angkatan Udara ke Amerika.
Presiden Sukarno memberangkatkan 60 penerbang kadet AURI tersebut untuk belajar ke “Academy of Aeronautics”, TALOA (Trans Ocean Airline Oakland Airport) di California. Di sana Omar Dhani dan kawan-kawan satu angkatannya mendapatkan gemblengan militer keras gaya tentara Amerika.
Apalagi Angkatan Udara, gemblengannya lebih parah dari angkatan lain sebab seluruh Kadet harus tahan tidak “Mabuk” meskipun si pilot menjungkirbalikkan pesawat.
Pada bulan November 1951, Omar Dhani lulus dari pendidikan. Nilainya memuaskan, hingga ia mendapatkan banyak pujian dari teman-teman Amerikanya sebagai co-pilot yang militan.
Setelah meninggalkan Amerika Omar Dhani tiba di tanah air, Presiden Sukarno melantiknya menjadi Letnan Muda Udara I pada akhir Juli 1952. Tugasnya menjadi co-pilot Dakota di Pangkalan Udara Cililitan, sekarang Landasan Udara Halim Perdanakusuma.
Karena kesungguhan bekerja yang terlatih sejak jadi tukang obat, karir militer Omar Dhani mencapai puncaknya setelah ia bekerja jadi Angkatan Udara selama 9,5 tahun.
Menariknya ia mencapai posisi puncak di Angkatan Udara belum genap berusia 38 tahun. Tentara AU berwajah tampan ini kemudian dilantik jadi Menteri/Kepala Staf AU pada tanggal 19 Januari 1962.
Baca Juga: Tragedi Berdarah di Ngawi: Gubernur Suryo Dibunuh PKI
Terlibat G30S/PKI 1965, Omar Dhani Dipenjara Seumur Hidup
Ketika meletus G30S/PKI 1965 nama Omar Dhani masuk dalam daftar tokoh yang terlibat dengan peristiwa tersebut. Hal ini bermula saat Omar Dhani mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Presiden Sukarno.
Sebagaimana pendapat Asvi, Angkatan Udara Omar Dhani sangat loyal terhadap Sukarno. Mereka mendukung gerakan “ganyang Malaysia” sebagaimana seruan Putra Sang Fajar tersebut.
Karena kedekatan dengan Sukarno, presiden kedua RI Suharto pernah membenci Omar Dhani. Mantan Pangkostrad ini tidak pernah menyetujui pendapat-pendapat KSAU Omar Dhani termasuk konfrontasi Malaysia dengan Indonesia.
Laksamana Omar Dhani tahu Suharto memusuhinya, namun ia tetap ada dalam pendiriannya. Hingga pada bulan Mei 1964 Omar Dhani memprakarsai pembentukan Komando Mandala Siaga (Kolaga) untuk menangani konfrontasi Malaysia-Indonesia.
Saat meletus G30S/PKI 1965 Omar Dhani mencatat seluruh siaran RRI yang mengabarkan adanya isu pembentukan Dewan Jenderal yang akan mengambil alih kekuasaan Sukarno.
Karena begitu loyal dan sangat membela Sukarno, Omar Dhani pun menyusun konsep pembelaan. Namun ternyata isi konsep berupa surat pendapat AU terkait Dewan Jenderal itu tidak sesuai dengan Sukarno. Akibatnya Suharto menganggap ini sebagai bentuk keterlibatan Omar Dhani dengan PKI.
Mengasingkan Diri ke Phnom Penh, Kembali ke Tanah Air dan Bertanggung Jawab
Setelah bukti-bukti keterlibatan Omar Dhani dengan peristiwa G30S/PKI 1965 semakin terungkap, Sukarno mengasingkan Omar Dhani berkedok tugas melakukan lawatan ke negara-negara Eropa dan Asia pada tanggal 14 Oktober 1965.
Baca Juga: Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Pernah Jadi Lokasi HUT PKI
Omar Dhani berangkat dengan anak-anak dan istrinya yang kebetulan saat itu sedang mengandung putra kelimanya. Negara awal yang mereka kunjungi adalah Phnom Penh, Ibu Kota Kamboja.
Terhitung selama 6 bulan kurang 3 hari, Omar Dhani melakukan lawatan tugas ke Asia dan Eropa. Tekanan hati terus saja muncul dan ingin segera menyelesaikan tanggung jawabnya terkait peristiwa G30S/PKI 1965.
Dengan tekad yang bulat sebagai ksatria, Omar Dhani memberanikan pulang ke Indonesia untuk menuntaskan masalah dugaan keterlibatan dirinya dengan PKI. Dengan pesawat Hercules C-130 milik AURI, tanggal 20 April 1966 Omar Dhani dan keluarga tiba di Bogor.
Aparat menyambut kedatangan Kepala Staf Angkatan Udara dan membawa mereka sekeluarga langsung ke Bungalows AURI di Cibogo dengan status “tahanan politik”. Pada tanggal 23 Oktober 1965 Omar Dhani pindah ke rumah tahanan Nirbaya.
Bertepatan dengan Hari Natal pada 25 Desember 1966, mantan co-pilot handal ini mendapatkan hukuman mati karena terbukti menjadi aktor penting dalam peristiwa G30S/PKI 1965.
Namun kisah hidupnya tak berhenti sampai di sana, putusan hakim Mahmilub untuk mantan KSAU Omar Dhani berubah jadi hukuman seumur hidup. Karena alasan kesehatan yang memburuk, Laksamana Omar Dhani bebas bersyarat pada 16 Agustus 1995 setelah meringkuk dalam penjara selama 29 tahun. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)