Sebagian besar masyarakat di Indonesia saat ini boleh saja mengetahui dua pendiri organisasi Islam terbesar itu adalah KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah, 1912) dan KH Asy’ari (Nahdlatul Ulama, 1926), tetapi jangan pernah melupakan satu orang penting yang mendidik dua tokoh di atas bernama KH Sholeh Darat.
Nama lengkapnya KH Muhammad Sholeh Darat al-Samarani. Ia adalah ulama besar sekaligus guru tokoh pendiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yakni, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari.
KH Sholeh Darat merupakan seorang figur Islam yang cerdas. Sejak remaja ia sudah ada di Mekkah belajar agama Islam mendalam pada beberapa guru terkenal zaman itu.
Bahkan saking pandainya KH Sholeh Darat pernah mendapatkan lisensi mengajar di Mekkah setelah lulus dari pendidikannya pada ulama besar di sana.
Namun karena ia merasa lebih peduli pada tanah airnya, maka tak lama setelah mengajar di Mekkah beberapa tahun KH Sholeh Darat pulang ke Jawa.
Baca Juga: Sejarah Hari Santri Nasional, Resolusi Jihad KH Hasyim Asyhari
Konon ada yang mengatakan ada yang menculik KH. Sholeh Darat pulang ke Jawa. Hal ini terjadi karena KH. Sholeh Darat saat itu namanya gemilang sebagai guru dan cendikiawan besar Islam orang Jawa.
Tujuan penculikan itu tidak lain untuk membawa KH. Sholeh Darat pulang ke Jawa dan mengajar agama Islam pada masyarakat di sana. Siapakah orang yang menculik KH. Sholeh Darat?
KH Sholeh Darat, Guru Dua Pendiri Organisasi Islam Terbesar di Indonesia
Menurut Amirul Ulum dalam buku berjudul, “KH. Muhammad Sholeh Darat al-Samarani: Maha Guru Ulama Nusantara” (2016), KH Sholeh Darat adalah ulama besar sekaligus guru dua pendiri organisasi Islam terkenal yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama alias NU.
Dua ulama pendiri Muhammadiyah dan NU ini berguru pada KH. Sholeh Darat tentang agama Islam. Namun menurut Ustadz Adi Hidayat ada satu lagi tokoh Islam yang satu angkatan dengan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari belajar ke KH Sholeh Darat yaitu Buyut Cak Nun atau MH Ainun Nadjib.
Mereka bertiga belajar tentang hukum Islam terutama Fiqh. Kyai Kharismatik kelahiran Desa Kedung Jumbleng, Mayong, Jepara tahun 1820 ini terkenal sebagai ulama ahli Fiqh dan Tafsir Qur’an. KH. Sholeh Darat mengamalkan ini pada murid-muridnya di Jawa untuk bekal pengetahuan Islam lintas generasi.
KH Sholeh Darat terkenal pula sebagai ahli Fiqh yang terampil membahas persoalan-persoalan duniawi dengan pendekatan makrifat dan hakikat. Seperti ulama-ulama besar terdahulu, KH Sholeh Darat sangat tajam dalam ranah makrifatullah.
KH Sholeh Darat Pernah Menjadi Pengajar di Mekkah
Kepintaran KH. Sholeh Darat dalam bidang Fiqh memang sudah terkenal sejak lama. Konon gara-gara ia ahli Fiqh nama KH. Sholeh Darat pernah mendapatkan lisensi menjadi pengajar di Mekkah.
Penulis kitab Fiqh berjudul Majmuat Syariat al-Kafiyat li al-Awam ini mengajar di almamaternya. Seluruh guru besar di sana mempercayai KH. Sholeh Darat melanjutkan pengamalan ilmu para terdahulu untuk menciptakan regenerasi yang baik.
Adapun salah satu guru yang menjadi pendorong KH. Sholeh Darat mengajar di Mekkah yaitu Syekh Muhammad al Muqri.
Baca Juga: Haji Hasan Basri Sagipon, Kyai Kaya Asal Surabaya Pendamping KH Hasyim Asy’ari
Tokoh ulama besar yang menurunkan ilmu mendetail tentang Fiqh. Lebih tepatnya ia adalah sosok yang membuat KH. Sholeh Darat jadi ulama ahli Fiqh yang makrifat.
Namun ketika ia mengajar terdapat orang Demak bernama Mbah Hadi Giri Kusumo yang mempengaruhi KH Sholeh Darat pulang ke Jawa. Menurut berbagai catatan sejarah di Mekkah mengatakan Mbah Hadi Giri Kusumo menculik KH. Sholeh Darat pulang ke Jawa.
Ia ingin KH. Sholeh Darat pulang dan mengajar masyarakat Jawa tentang agama Islam. Khususnya bidang Fiqh dan tafsir Qur’an.
Mbah Hadi Giri Kusumo juga menginginkan agar KH. Sholeh Darat menurunkan ilmu ke-makrifatannya pada murid-muridnya di pesantren Semarang. Regenerasi ini penting agar agama Islam menjadi sumber cahaya untuk orang-orang Jawa yang berada di dalam pengaruh imperialisme-kolonialisme Barat.
Menghadiahkan Kitab Faid Ar-Rahman untuk R.A. Kartini
KH. Sholeh Darat memang sudah terkenal rajin menulis kitab. Terutama kitab Fiqh dan tafsir Qur’an seperti kitab yang berjudul Faid Ar-Rahman.
Kitab tersebut pernah menjadi kado (hadiah) istimewa untuk pernikahan RA Kartini. Tokoh emansipasi wanita pertama yang saat ini bergelar Pahlawan Nasional.
Baca Juga: Mengenal KH Ahmad Dahlan, Penggagas Lahirnya Muhammadiyah
Peristiwa ini bermula saat RA Kartini menikah dengan Bupati Rembang KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 12 November 1903. Sebelum menikah RA Kartini belajar mengaji dan mendalami Islam pada KH. Sholeh Darat.
Kedekatan mereka berdua pun semakin kentara apalagi setelah RA Kartini mengetahui sang guru ngaji rajin menerbitkan tulisan-tulisannya berupa kitab-kitab tentang agama Islam.
Kartini yang juga menyukai dunia tulis menulis mengagumi KH. Sholeh Darat karena cara menulis KH. Sholeh Darat berbeda dengan lingkungan Kartini saat itu.
Ketika pesta pernikahan berlangsung KH. Sholeh Darat hadir dan memberikan kitab berjudul Faid Ar-Rahman untuk murid ngajinya itu. Kitab ini berisi muatan tafsir Al-Qur’an menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan tulisan kitab tersebut menggunakan aksara Arab Pegon.
Secara harfiah makna dari Faid Ar-Rahman sendiri adalah “limpahan kasih sayang Tuhan” yang menjelaskan makna Al-Qur’an secara implisit (bathiniyah). KH. Sholeh Darat berharap setiap pembaca kitab ini bisa mengamalkan isi Al-Qur’an secara luas dan menebarkan kebaikan melalui perasaan batin. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)