harapanrakyat.com,- Harga bahan baku benang dan kain naik, ratusan pengusaha bordir di wilayah Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya terancam gulung tikar.
Kenaikan tersebut, diduga adanya monopoli dari salah satu toko yang menjual benang di wilayah Kota Tasikmalaya.
Semula harga benang Rp 21 ribu sekarang mencapai Rp 28 ribu. Sedangkan kain semulanya harga Rp 5 ribu, kini menjadi Rp 8 ribu per meter.
Baca juga: Mengenal Batik Tulis Sukapura Tasikmalaya, Miliki 62 Motif dan 3 Warna Khas
Dari Ratusan mesin bordir yang biasa untuk produksi kebaya, kini hanya tersisa 20 mesin. Hal itu lantaran para pengusaha yang berada di Leuwibudah ini menjualnya dengan harga murah.
Keluhan Pengusaha Bordir
Deden Daris, salah satu pengusaha bordir mengatakan, imbas harga bahan baku naik, pihaknya kelimpungan. Apalagi harga bordiran kebaya masih bertahan dengan harga Rp 35 ribu satu picis.
Menurutnya, dari zaman dulu harga benang Rp 2.500, sekarang sampai harga benang Rp 10. 500. Namun harga bordiran kebaya masih tetap Rp 35 ribu.
“Sekarang saya sudah berat banget, masalahnya harga benang sudah tidak sesuai lagi dengan biaya produksi sama ongkos harga,” ungkapnya, Senin (2/1/2023).
Ia mengaku punya mesin 12 unit, namun sekarang yang bekerja hanya 1 orang. Padahal seharusnya ada 12 orang yang menggunakan mesinnya itu.
Berhubung terlalu berat harga bahan baku benang dan kain, katanya, sekarang pengusaha bordir banyak yang bangkrut akibat mahalnya bahan baku benang dan kain.
“Ratusan mesin bordir di Leuwibudah ini sudah dijual. Hanya tersisa 20 mesin bordir. Berarti sudah 80 persen pengusaha sudah gulung tikar,” ucapnya.
Menurutnya, mesin-mesin bordir itu mereka jual ke daerah Bukit Tinggi Padang. Bahkan, harga jualnya pun sangat murah, sekitar Rp 50 juta yang mana saat beli harganya mencapai Rp 200 juta.
Karena kondisi ini, pihaknya meminta Pemda dan DPRD Kabupaten Tasikmalaya mencarikan solusi jalan keluarnya agar usaha mereka tetap jalan.
Apalagi, kata Deden, bordir sudah menjadi salah satu ikon di Tasikmalaya, sehingga usaha tersebut harus bangkit.
“Warga di sini semuanya mata pencahariannya kerja bordir. Namun sekarang banyak yang nganggur sekarang. Mereka yang kerja dari mulai tukang tempel sablon dan operator,” pungkasnya. (Apip/R6/HR-Online)