Sejarah Indonesia mencatat peristiwa pelantikan Soedirman menjadi Panglima Besar sempat diragukan karena tak punya pengalaman militer yang kuat.
Bukan Soedirman yang skeptis dan tak percaya diri, melainkan rival di karir militernya bernama Urip Soemohardjo dan TB Simatupang pasca terpilihnya Soedirman jadi Panglima TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Meskipun sering mendapat ejekan dari senior-seniornya, Soedirman yang rendah hati dan religius tetap memegang kuat prinsip hidupnya untuk menjadi manusia kuat berpandangan ke depan. Maju terus dan tak usah menghiraukan siapapun yang merendahkan hidupnya.
Soedirman memiliki tekad yang kuat dan karena ini rakyat mencintai sepenuh hati kepemimpinan sang Panglima tanpa syarat.
Baca Juga: Jenderal Sudirman dan Sepak Bola, Pencetak Gol yang Handal
Akhirnya kenyataan itu terbukti, meskipun pemilihan Panglima berjalan tertutup, Soedirman berhasil menang dari beberapa kandidat calon Panglima TKR yang terdiri dari, Hamengkubuwono IX, Urip Sumoharjo, dan Soerjadharma.
Panglima berperawakan jangkis ini menang dalam pemilihan tersebut setelah usai tiga putaran. Sebab dua putaran awal ia seimbang dengan Urip Sumoharjo dan pada putaran kedua dengan Hamengkubuwono IX. Baru pemilihan pada putaran ketiga, Soedirman resmi terpilih jadi Panglima Besar TKR.
Sejarah Pelantikan Soedirman Jadi Panglima TKR
Pengangkatan Soedirman jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berawal saat Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno meminta ada kandidat pemilihan untuk pemimpin besar militer.
Menurut Radar Jogja “Warta Budaya” 12 November 2019 berjudul, ”Sepakat Soedirman menjadi Panglima Besar”, saat itu ada beberapa calon kandidat yang akan mengisi jabatan sebagai panglima TKR. Antara lain terdiri dari, Hamengkubuwono IX, Soerjadharma, Urip Sumoharjo, dan Soedirman.
Pengusulan beberapa nama di atas merupakan kesepakatan bersama para anggota TKR karena hanya nama-nama tersebutlah yang punya basis militer kuat.
Setelah sebelumnya Sukarno menginginkan Soeprijadi yang jadi Panglima TKR, namun nama itu tidak pernah datang menghadiri panggilan sang presiden.
Soeprijadi gugur akibat pemberontakan PETA di Blitar pada tahun 1945. Pasukan satu perjuangan dengan Soeprijadi yang tak ingin menyebutkan namanya itu mengatakan bahwa ia pernah melihat jasad Soeprijadi di hutan Gunung Wilis.
Namun karena sedang dalam pantauan Sekutu, ia tak berhasil membawa jasad sahabatnya itu ke pemerintah Republik.
Oleh sebab itu Sukarno mengadakan ulang pemilihan Panglima sesuai dengan struktur keorganisasian militer republik saat itu.
Hingga lahirlah nama-nama di atas menjadi calonnya. Pemilihan pun berjalan dengan tegang, sebab peristiwa ini berlangsung dengan ketat.
Soedirman memenangkan pemilihan ini dalam tiga putaran. Sebab satu dan dua putaran pertama namanya unggul dengan Hamengkubuwono IX dan Urip Sumoharjo. Akhirnya pada putaran ketiga, Soedirman menang telak dan terpilih menjadi Panglima TKR secara resmi.
Baca Juga: Sejarah Jenderal Sudirman, Punya Klub Sepak Bola Sejak Remaja
Meragukan Soedirman Jadi Panglima TKR
Sebelum pelantikan resmi oleh Presiden di Istana Yogyakarta pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman pernah mengalami tekanan dari para seniornya.
Urip Sumoharjo dan TB. Simatupang meragukan kualitas dan karir kemiliteran Soedirman yang cenderung masih sedikit.
Menurut Sardiman dalam buku berjudul, ”Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Soedirman” (2000), mereka merendahkan Sudirman karena merupakan mantan pensiunan seorang guru Muhammadiyah.
Tidak punya rekam jejak militer yang kuat seperti Urip Sumoharjo dan TB. Simatupang dalam militer Belanda (KNIL).
Soedirman hanya lulusan sekolah guru yang gagal. Kendati demikian ia punya dasar kemiliteran setelah aktif bergaul dengan Muhammadiyah.
Organisasi Otonom Muhammadiyah (Hizbul Wathan) yang mengajarkan Soedirman punya jiwa-jiwa kemiliteran yang tinggi.
Selain itu, Soedirman juga pernah masuk dan mendaftar jadi anggota Pembela Tanah Air (PETA). Namun ia daftar pada masa transisi pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1944.
Artinya pengalaman militer dalam PETA sedikit dan belum luas seperti para senior-senior terdahulunya.
Oleh sebab itu menangnya Soedirman menjadi Panglima Besar TKR menjadi cikal bakal kecemburuan sosial dari para seniornya.
Mereka dengan berat hati menerima Soedirman yang “anak bawang” jadi pemimpinnya. Soedirman tetap percaya diri meskipun banyak menjadi bahan cemoohan kolega di TKR.
Menunjukkan Prestasi Militer yang Baik
Sikap percaya diri dan rendah hati Soedirman sebagai seorang Panglima TKR nampaknya membuat karir militer bapak tujuh orang anak ini terangkat. Panglima Besar Soedirman telah menunjukan prestasi militer yang baik.
Hal ini terbukti saat ia dan pasukannya berhasil memukul Sekutu mundur dari Ambarawa, Semarang, dan Magelang. Pasukan Soedirman mampu menghemat waktu dan menyerang musuh lebih cepat dari pada seniornya.
Baca Juga: Profil Halim Perdanakusuma: Pilot Didikan Belanda, Gugur saat Bela NKRI
Ia juga merupakan salah satu tentara kita yang intelektual. Melahirkan beberapa strategi perang seperti teknik menyerang dengan ”Supit Hurang” dan bergerilya.
Karena strategi tersebut, banyak tentara Sekutu yang kewalahan. Mereka takut menghadapi pasukan Soedirman yang terkenal senyap dan mematikan.
Selain melumpuhkan musuh di Ambarawa, Semarang, dan Magelang, Panglima Soedirman bersama pasukannya juga berhasil menduduki Jogja dalam waktu 6 jam dari tangan Belanda.
Peristiwa ini terkenal dengan momentum Serangan Umum 11 Maret 1949. Keberhasilan menduduki Jogja merupakan bukti otentik bahwa kedaulatan Indonesia masih ada.
Soedirman merupakan kunci penting dalam kemerdekaan, sebab tanpa adanya peristiwa tersebut, kemungkinan besar Indonesia bisa terjajah kembali oleh Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)