Raden Mas Panji Sosrokartono adalah kakak kandung dari R.A Kartini. Ia lahir dari lingkungan bangsawan yang amat kental
Lahir dari keluarga bangsawan ternyata tidak membuat Sosrokartono menjadi anak tertutup terhadap dunia luar. Bahkan keluarganya senantiasa mendorongnya agar menyelesaikan pendidikan.
Pola pendidikan terbuka yang diterapkan keluarganya ini juga tercermin dari kegemaran Sosrokartono membaca buku sejak dini.
Baca Juga: Profil Inggit Garnasih: Setia Temani Sukarno Diasingkan, Dicerai saat Indonesia Merdeka
Berikut kisah dari Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak kandung R.A Kartini yang menguasai banyak bahasa.
Profil Raden Mas Panji Sosrokartono
Mulyono Atmosiswartoputra dalam “Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah” (2018) menyebut, Raden Mas Panji Sosrokartono lahir di Mayong, Jepara tepat pada 10 April 1877. Usianya hanya terpaut 2 tahun dari Kartini.
Ia lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Nyai Ajeng Ngasirah. Ia dan saudarinya Kartini terpaut 2 tahun.
Sejak dini memang keluarga Sosrokartono sudah sangat memahami pentingnya pendidikan bagi keluarganya.
Ketika usia 8 tahun Sosrokartono disekolahkan di Europeesche Lagere School yang ada di Jepara. Sekolah ini merupakan sekolah khusus untuk keturunan Belanda dan bangsawan pribumi.
Meskipun bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Belanda. nampaknya Sosrokartono tidak merasa kesulitan sama sekali.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di ELS, ia kemudian melanjutkan studi di HBS (Hogere Burgerschool) yang ada di Semarang.
Sejak menempuh pendidikan di sinilah kegemarannya menuntut ilmu semakin terlihat. Bahkan ia mulai mempelajari bahasa-bahasa asing seperti Prancis, Jerman, Mandarin, dan Inggris. Bakatnya ini ditambah pula dengan kemampuannya dalam dunia menulis.
Pribumi Pertama yang Menyandang Gelar Sarjana di Universitas Leiden
Pada tahun 1897 Sosrokartono lulus dari HBS Semarang dengan hasil yang sangat baik. Ujian akhirnya ditulis dalam bahasa Jerman.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS, ia melanjutkan kuliah ke Belanda di usia yang masih sangat muda, yaitu 20 tahun.
Pada tahun tersebut masih jarang orang yang kuliah di Belanda. Bahkan bisa jadi ia menjadi pribumi pertama yang menempuh pendidikan di Belanda.
Baca Juga: Panda Nababan, Politikus Senior Bantu Artidjo Alkostar Jadi Hakim Agung
Kondisi ini tentu saja karena adanya strata masyarakat secara sosial, orang-orang pribumi ditempatkan dalam kelas paling bawah.
Sosrokartono melanjutkan jenjang pendidikannya di sebuah jurusan Teknik Sipil di Polytevhniche School di Delft. Namun, kemudian ia menghentikan studinya di sana dan pindah ke Jurusan Filosofi dan Kesusastraan Timur di Universitas Leiden.
Tepat tanggal 8 Maret 1908 tercatat dalam sejarah hidup Sosrokartono sebagai lembaran emas. Karena pada hari itu Sosrokartono menjadi seorang Sarjana Muda.
Sosrokartono lulus dan mendaparkan gelar Doctorandus (Drs) dalam sastra dan bahasa setelah melewati ujian dari para guru besar di Universitas Leiden.
Anda dapat menemukan kutipan tersebut dalam sebuah buku Solichin Salam “R.M.P: Sosrokartono: Sebuah Biografi”, (1987:65)
Lulus dari Universitas Leiden, Sosrokartono menjadi orang pribumi pertama yang menyelesaikan studinya di Universitas Leiden.
Menguasai Banyak Bahasa Asing
Sosrokartono memang orang yang pandai terutama dalam menguasai bahasa asing. Ia menguasai sekitar 36 bahasa, yang terdiri dari 9 bahasa Asia Timur, 17 bahasa Asia Barat, dan 10 bahasa lokal.
Kejeniusannya ini membuat Sosrokartono pernah menjadi wartawan Perang Dunia Pertama.
Awal keterlibatannya, ketika tahun 1914 ia mendaftarkan diri menjadi wartawan Perang Dunia I. Sosrokartono mendaftar sebagai wartawan media Amerika yaitu The New York Herald Tribune.
Tentu saja pekerjaan ini adalah pekerjaan yang berisiko, apalagi mengingat Sosrokartono harus menyusup ke pasukan sekutu untuk meliput berita.
Selain pernah menjadi wartawan The New York Herald Tribune, ia juga pernah menjadi juru bahasa di Liga Bangsa-Bangsa. Kecakapannya dalam menguasai bahasa asing inilah yang membuat ia terpilih dalam tugas tersebut.
Menurut, Anang Susetya dalam “Drs. RMP Sosrokartono: “Seorang Intelektualis Nasionalis Spiritualis” (2021), pengalaman di Eropa bagi Sosrokartono adalah hal yang menyenangkan.
Namun, pengalamannya selama lebih dari 20 tahun ini memberikan kesadaran pada beliau untuk kembali pulang ke tanah air tercinta.
Baca Juga: Profil Nunung Selowati, Atlet yang Dijuluki Si Mujair Kolam Renang
Selama di tanah air ia aktif memberikan pendidikan bagi anak bangsa, salah satu muridnya itu kelak menjadi presiden pertama Indonesia, yaitu Sukarno.
Ia juga menjadi salah satu pendiri dari National Middelbare School di Bandung. Sosrokartono menjadi direktur sekaligus menjadi guru.
Sosrokartono meninggal di Bandung pada 8 Februari 1952. Makamnya berada di Makam Sedok Mukti Desa Kaliputu, Kudus.
Sosrokartono adalah salah satu dari sekian banyak tokoh bangsa yang meninggalkan warisan yang tidak sedikit bagi bangsa Indonesia.
Meskipun pada waktu itu seharusnya ia mampu hidup enak, namun ia memilih untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)