Sejarah Indonesia mencatat polisi di Ranah Minang Sumatera Barat pernah menjalankan dwifungsi dengan masyarakat sipil melalui cara yang unik, yaitu dengan berladang.
Demi mendekatkan Polisi dengan masyarakat sipil, Kapolda Sumatera Barat pernah mengimbau anak buahnya untuk bercocok tanam.
Mereka kemudian menggarap lahan milik Polri yang tak terpakai. Seperti lahan tanah kosong yang tak terpakai dan kapling-kapling institusi yang belum dibangun.
Polisi di Ranah Minang itu kemudian mengolah lahan untuk ditanami berbagai jenis tumbuhan buah yang menguntungkan.
Baca Juga: Profil Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Anti Korupsi
Selain buah-buahan para polisi ini juga menanam jenis-jenis sayuran yang menguntungkan.
Hasilnya bisa dijual dan dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar. Hal inilah yang membuat polisi di sana merasa dekat dengan golongan sipil.
Setelah ditelusuri lebih jauh lagi ternyata program polisi berladang ini merupakan representasi pemangku hukum yang baik dan bersahaja.
Seolah-olah mencerminkan kaum tani yang tidak congkak dan menimbulkan kesan kecemburuan sosial.
Gagasan Awal Polisi Berladang di Sumatera Barat
Gagasan awal Polisi berladang digagas pertama kali oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat pada Tahun 1995 yaitu, Kolonel Nana S. Permana.
Nana merupakan salah satu polisi yang disegani di Sumatera Barat karena program-programnya yang inovatif.
Seperti halnya membentuk program polisi berladang. Program ini tidak hanya tergolong sebagai hobi semata, tetapi juga wajib dilaksanakan karena agenda ini merupakan intruksi langsung dari Kapolda yang patut dijalankan secara kompak oleh jajarannya.
Tak lama setelah Kapolda Sumatera Barat menerbitkan program ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Banurusman menyambutnya dengan baik.
Mengutip tulisan Bershiar Lubis dan Fachrul Rasyid dalam Majalah Gatra 7 Januari 1995 berjudul, ”Bila Pak Polisi Sibuk Berladang”, Kapolri langsung menginstruksikan ke seluruh jajaran Polda Sumatera Barat untuk melaksanakan Operasi Kertarahardja alias program Polisi Berladang.
Dengan demikian mereka yang berada di Polda Sumatera Barat mau tidak mau harus juga menjadi petani. Mereka wajib meladang beberapa jam sebelum lepas tugas.
Kegiatan ini merupakan instruksi langsung dari Kapolri kala itu untuk membuktikan bahwa Polisi memiliki sinergitas yang tinggi dengan masyarakat Sipil.
Baca Juga: Peristiwa Kebon Rojo, Pertempuran Kemerdekaan di Pekalongan
Upaya Memperbaiki Citra Polisi
Masih menurut Bersihar Lubis dan Fachrul Rasyid (1995), secara tidak langsung program ini merupakan perintah Kapolri Jenderal Banurusman untuk memperbaiki citra buruk Polisi.
Sebab dengan menggunakan program Polisi Berladang, nampaknya masyarakat nyaman dan merasa terayomi oleh institusi negara yang satu ini. Selain membuat citra Polisi jadi baik, program tersebut juga sangat bermanfaat untuk mengisi waktu luang jajaran Polri.
Dengan adanya program Polisi Berladang setidaknya seluruh polisi di Sumatera Barat jadi produktif. Karena produktivitas ini juga mereka bisa menghindari perbuatan yang memicu timbulnya isu miring di masyarakat luas.
Dengan kata lain program ini bermaksud untuk membuat institusi Polri jadi bersih dari segala perbuatan yang haram.
KAPOLRI Jenderal Banurusman melalui Kapolda Sumatera Barat memerintahkan agenda ini dibuat menyenangkan sehingga berdampak pada keseriusan mereka dalam menjalani program tersebut.
Sebab masyarakat juga ikut terlibat dalam program ini. Polisi dan jajarannya ikut memberdayakan program tersebut dengan baik, mereka saling sapa dan berkomunikasi di antara keduanya, artinya tidak ada lagi kekakuan di antara dua golongan yang sering berseteru.
Semakin Harmonis dengan Pemerintah Sipil
Karena program polisi berladang, polisi dengan struktur pemerintahan berbasis sipil di Sumatera Barat menjadi harmonis. Di sana mereka saling melibatkan diri untuk menyukseskan agenda resmi Polri yang inovatif ini.
Baca Juga: Henk Ngantung, Seniman Sekaligus Mantan Gubernur Jakarta yang Terlupakan
Polri percaya agenda yang dinamakan dengan Operasi Kertarahardja ini bisa sukses apabila seluruh jajarannya bersedia bersinergi dengan pemerintah daerah. Salah satunya dengan Camat dan Dinas Teknis terkait lainnya.
Instruksi langsung dari Kapolri juga mengatakan untuk berhati-hati jangan sampai ada konflik dengan masyarakat dan pemerintah sipil lainnya ditengah program yang bertujuan untuk membuat citra polisi baik di mata masyarakat.
Melalui Kapolda Sumatera Barat, Kolonel Nana S. Permana Kapolri mengatakan, program ini jangan sampai dilanggar oleh jajaran kepolisian.
“Jangan mentang-mentang Polisi lalu menggarap tanah negara tanpa izin. Jangan lupa polisi bukan warga negara istimewa,” tegasnya.
Pernyataan tersebut merupakan warisan Kapolri tahun 1995 yang tangguh. Ia merupakan salah satu pejabat tinggi Polri yang sangat inspiratif. Selain itu, sebagai polisi, Jenderal Banurusman juga merupakan pribadi yang futuristis. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)