Babad Kedung Kebo merupakan sastra klasik peninggalan Mataram yang menceritakan berbagai peristiwa bersejarah di tanah Jawa. Salah satu penggalan Babad Kedung Kebo yang paling terkenal yaitu tuturan kisah mistik tentang Diponegoro mencari wangsit.
Menurut Babad Kedung Kebo, selama hidup dalam tekanan Belanda Diponegoro mempelajari ajaran mistikus Jawa yang tinggi. Salah satunya menggunakan tradisi mencari wangsit untuk mendapatkan petunjuk dalam mengambil keputusan.
Anak keturunan Mataram tersebut sering mencari wangsit apabila akan terjun ke medan perang. Dalam pencarian mistikus itu Diponegoro biasa menyuruh budaknya untuk menanyakan siapakah yang berpotensi menang dan kalah dari peperangan.
Jika wangsit menunjukan Diponegoro menang, maka ia dan pasukannya akan percaya diri dan bersikap tenang menghadapi musuhnya. Namun jika takdir itu sebaliknya dan Diponegoro kalah.
Baca Juga: Sejarah Gelar Erucakra, Populer Sejak Zaman Pangeran Diponegoro
Maka niat Diponegoro dan pasukannya mengurungkan niat perang tersebut untuk beberapa hari kedepan sampai ada wangsit baik menghampirinya.
Babad Kedung Ombo: Diponegoro Mengutus Joyo Mustopo Mencari Wangsit
Selain menyuruh budak untuk mencari wangsit, Diponegoro sering meminta restu para ulama untuk ikut mencari bisikan ghaib.
Salah satunya bernama Kyai Joyo Mustopo. Pangeran pengendara kuda tangguh ini meminta bantuan Kyai Joyo Mustopo untuk memastikan keberadaan wangsit.
Kyai Joyo Mustopo merupakan salah satu Kyai yang paling sering bertemu dengan Diponegoro. Ia juga adalah Kyai kepercayaan Mataram yang memihak Diponegoro. Sejak tahun 1925-1930 Kyai Joyo Mustopo mengabdikan hidupnya untuk kemenangan Perang Jawa.
Ia sering mencari kaki tangan Diponegoro mencari wangsit. Tak pernah sedikit pun wangsit dari Kyai Joyo Mustopo meleset dari kenyataan.
Oleh sebab itu, Diponegoro percaya dan menjadikan Kyai Joyo Mustopo sebagai orang kepercayaan dalam komando Perang Jawa.
Menurut Peter Carey dalam buku berjudul”Sisi Lain Diponegoro: Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa” (2018), Kyai Joyo Mustopo sering mencari wangsit di makam raja-raja trah Mataram, Imogiri, Bantul Yogyakarta. Ia biasa bersemadi seolah sedang menebus dosa.
Baca Juga: Sejarah Jalan Malioboro, Jalur Sakral Mataram Jadi Pertokoan
Menurut pengakuan Diponegoro dalam Babad Kedung Kebo, Kyai Joyo Mustopo sering menerima wangsit di makam raja pertama Mataram yakni Sultan Agung.
Petunjuk dari penguasa Mataram tak pernah meleset, dalam mimpinya bertemu Sultan Agung, Joyo Mustopo bangga dengan perjuangan Diponegoro.
Sebab Sultan Agung mengatakan jika Diponegoro merupakan anak-cucu Mataram yang meneruskan cita-citanya. Oleh karena itu Kyai Joyo Mustopo sering bertemu dan bercakap-cakap seperti nyata dengan penguasa Jawa dari kerajaan Mataram tersebut.
Menemukan Wangsit Keburukan
Tidak hanya wangsit berupa kebaikan, Babad Kedung Kebo memaparkan sering menemukan wangsit keburukan untuk Diponegoro.
Salah satunya ketika Kyai Joyo Mustopo sedang bersemadi di makam Mataram dan pagi-paginya menemukan bekas bercak merah di kelambu pemakaman.
Menurut juru kunci makam kerajaan Mataram ini merupakan pertanda buruk. Paling tidak akan terjadi suatu bencana yang melibatkan peperangan.
Bercak merah sebesar pinggan merupakan wangsit yang berarti darah. Diponegoro harus berhati-hati sebab sebentar atau lama keburukan itu akan menghampiri.
Dengan tergopoh-gopoh Kyai Joyo Mustopo segera menyampaikan wangsit keburukan ini pada Diponegoro. Panglima perang Jawa yang sedang bersembunyi di Goa Selarong terkejut.
Peter Carey menganalisa peristiwa ini dan menyebut Diponegoro penuh dengan implikasi praduga buruk.
Ia khawatir ini tanda-tanda kehancuran alam semesta khususnya negeri Mataram akibat kezaliman yang selama ini terjadi.
Pilihannya hanya dua, diam menunggu wangsit baik menutupi keburukan tersebut, atau memilih jalan perang Sabil untuk memutuskan kegundah-gulanaan wangsit Kyai Joyo Mustopo.
Baca Juga: Biografi Pangeran Diponegoro dan Sejarah Perang Diponegoro
Mencari Kembang Wijaya Kusuma
Sebelum memutuskan dua pernyataan yang menegangkan pasukan Perang Jawa, Babad Kedung Kebo mengisahkan Kyai Joyo Mustopo tetiba mendapatkan wangsit terbaru.
Dalam mimpi mistiknya ia bertemu dengan Sultan Agung dan menyuruh Diponegoro mencari kembang Wijaya Kusuma ke arah ujung Selatan pulau Jawa.
Menurut mimpi tersebut, kembang Wijaya Kusuma merupakan tumbuhan yang bisa menangkal keburukan. Semua praduga yang busuk bisa kembali baik karena menemukan kembang Wijaya Kusuma.
Tanpa pikir panjang, Diponegoro segera mengutus beberapa tokoh Agama lain untuk mencari kembang Wijaya Kusuma.
Para tokoh yang diutus Diponegoro adalah Kyai Joyo Mustopo, Kyai Janodin, Kyai Abukasan, dan Ulama sakti dari Bagelen, Purworejo bernama Kyai Mopid. Atas bantuan gaib tanah Jawa, singkat cerita mereka sampai di daerah Cilacap, Jawa Tengah.
Mereka kemudian mencari kembang Wijaya Kusuma untuk mencari keadilan hukum Mataram. Sebab siapa pun yang dapat kembang ini maka keturunan raja (Diponegoro) bisa mengambil alih Mahkota Mataram dan membuatnya terhindari dari peperangan.
Namun beberapa kali pencarian berakhir dengan kegagalan. Hingga waktu takdir yang sesuai dengan mimpi buruk Kyai Joyo Mustopo menjadi kenyataan. Diponegoro pun kalah perang dan ia tak berhasil menguasai Mataram.
Sejarah kolonial mencatat Belanda berhasil menangkap Diponegoro pada tahun 1830. Peristiwa ini menandakan wangsit buruk itu nyata.
Inilah akhir perjuangan Perang Jawa melawan Belanda. Konon trah Mataram pemberani itu tidak bisa mengalahkan Belanda akibat intrik politik kerajaan yang berkhianat. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)