Syarikat Islam di Kalimantan Barat tak lepas dari pengaruh H. Samanhudi sejak tahun 1914.
Menurut buku ”Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Barat” (1981), sejak berkembangnya Syarikat Islam di Kalimantan, banyak anggotanya mengajarkan agama Islam pada suku Dayak.
Fenomena di atas bisa terjadi akibat perkembangan organisasi Syarikat Islam disambut baik oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di Pontianak.
Baca Juga: Sejarah Pembaruan Islam di Indonesia dan Peran Penting Orang Minangkabau
Organisasi Syarikat Islam dianggap sebagai media pemersatu bangsa. Sebab setiap perbuatan yang dilakukan oleh para anggotanya memberikan kesan damai, dan kuat akan solidaritas persaudaraan dalam keadaan apapun.
Lantas bagaimana bisa Syarikat Islam berkembang cepat dan apa latar belakang penyebab organisasi ini datang ke Pontianak? Berikut ulasannya.
Sejarah Awal Kemunculan Syarikat Islam di Kalimantan Barat
Syarikat Islam pertama kali ada di Kalimantan Barat pada tahun 1914. Kemunculan organisasi tersebut tak lepas dari peran pedagang-pedagang progresif dari pulau Jawa. Mereka datang ke Kalimantan karena berdagang Intan dan Permata.
Adapun asal tokoh pembawa Syarikat Islam kebanyakan dari Semarang, dan Surabaya. Selain datang untuk berdagang, mereka menginjakan ke Kalimantan barat juga bertujuan untuk mempropagandakan anti kolonial Belanda.
Namun menurut catatan sejarah Indonesia, awal mula kedatangan mereka ke Kalimantan membawa Syarikat Islam tidak lain bertujuan untuk membangun monopoli perdagangan pribumi.
Mereka ingin menandingi kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh Belanda. Terutama memunculkan citra ikatan pedagang muslim di seluruh Hindia. Karena visi misi inilah kemudian Syarikat Islam disambut baik oleh masyarakat Kalimantan Barat.
SI Mengajarkan Agama Islam pada Suku Dayak
Setelah Syarikat Islam berkembang dengan pesat, banyak para kader organisasi yang memberikan pengaruh H. Samanhudi dengan mengajarkan agama Islam pada orang-orang di suku Dayak.
Mereka mengajarkan agama Islam pada suku Dayak dengan berbagai cara, salah satunya melalui dakwah dan memberikan pembelajaran modern seperti pengetahuan ilmu Barat yang diajarkan dari kampung ke kampung.
Para suku Dayak juga diajarkan ilmu pengetahuan berbasis teknologi. Seperti pertanian dengan menggunakan alat-alat modern pada zamannya.
Selain itu para kader Syarikat Islam di Kalimantan Barat pun mengajarkan pula teknik-teknik perdagangan yang tepat, agar tidak kalah saing dengan strategi manajemen perdagangan Belanda yang licik.
Baca Juga: H. Salahuddin bin Talabuddin, Haji Merah yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional 2022
Meskipun mengajarkan agama Islam pada suku Dayak, para kader Syarikat Islam yang bertugas dalam hal ini tidak memaksa untuk masuk menjadi Islam.
Mereka hanya mengajarkan ilmu dunia untuk menghadapi kemajuan zaman berdasarkan ajaran Islam.
Pemimpin SI di Kalimantan Barat Ditangkap Belanda
Karena perkembangan Syarikat Islam yang terlalu membludak, banyak masyarakat Kalimantan Barat yang bergabung dengan organisasi ini dan tumbuh menjadi radikal.
Maka pada tahun 1919 pemerintah kolonial Hindia Belanda menangkap pemimpin Syarikat Islam di Pontianak. Seluruh pemimpin SI di sana ditangkap Belanda dengan alasan telah mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat Kalimantan Barat.
Salah satu yang dianggap mengganggu oleh pemerintah kolonial adalah, mempengaruhi suku Dayak dengan ajaran Islam. Menurut Belanda kegiatan ini bisa membahayakan eksistensi mereka di Kalimantan Barat.
Sama seperti Aceh, Belanda akan terancam kesulitan menaklukan Kalimantan Barat apabila pengaruh Islam berkembang luas di pedalaman suku Dayak.
Oleh sebab itu, pemerintah kolonial membuat isu jika Syarikat Islam yang ada di Kalimantan Barat memiliki tujuan untuk memberontak.
Baca Juga: Haji Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional 2022 dari Sukabumi
Adapun modus memberikan pelajaran agama Islam di suku Dayak dianggap sebagai pola penghasutan organisasi ini untuk memberontak pada Belanda.
Pasca penangkapan seluruh pemimpin Syarikat Islam, maka organisasi yang berasal dari pengaruh H. Samanhudi ini gulung tikar di tanah Borneo.
Tak seorang pun yang berani mengambil alih kepemimpinan Syarikat Islam. Sedangkan para mantan anggota SI yang berhasil meloloskan diri dari kejaran polisi Belanda mengaku takut untuk mendirikan Syarikat Islam kembali.
Mereka khawatir pemerintah kolonial Belanda bisa lebih bertindak represif dari sebelumnya. Sebab nampaknya para pejabat kolonial di Kalimantan Barat ini sangat membenci kehadiran Syarikat Islam sejak masa awal kemunculannya tahun 1914. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)