Salah satu tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2022 adalah Sri Paku Alam VIII. Ia merupakan seorang aristokrat Jawa yang hobi berolahraga. Salah satu olahraga kegemarannya adalah memanah.
Panahan menjadi olahraga yang paling disukainya sejak kecil. Sebab pada waktu itu, seluruh Abdi Dalem di lingkungan Istana Pakualaman, dan Kasultanan bermain panah tradisional bernama Jemparingan.
Namanya juga terkenal sebagai salah seorang tokoh penting dalam pembentukan organisasi Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) pada tahun 1953-1977.
Usulan Sri Paku Alam VIII sebagai Pahlawan Nasional dilatarbelakangi kiprahnya dalam memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Baca Juga: Dokter Soeharto: Pendamping Sukarno, Pahlawan Nasional 2022
Bahkan saat Indonesia sudah lahir, Sri Paku Alam VIII bersama Hamengku Buwono IX menyatakan bergabung dengan pemerintahan pusat yang dipimpin oleh Sukarno-Hatta di Jakarta.
Dengan kata lain mereka menyatakan Kesultanan dan Pakualaman di Yogyakarta merupakan bagian terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan dari wilayah Republik Indonesia.
Profil Sri Paku Alam VIII: Aristokrat Jawa Lahir dari Keluarga Terkemuka
Nama aslinya adalah B.R.M.H Sularso Kunto Suratno. Ia merupakan anak dari Sri Paku Alam VII yang lahir pada tanggal 10 April 1910 di lingkungan keraton Pakualaman, Yogyakarta.
Ayahnya Sri Paku Alam VII merupakan sosok aristokrat Jawa yang terkemuka. Pemikirannya modern dan tidak alergi dengan ilmu pengetahuan Barat. Bahkan sejak memimpin Pakualam pada 1906-1935, pemerintah kolonial menganugerahkan gelar Kolonel Tituler.
Sebuah gelar bergengsi yang hanya diperoleh pemimpin terkemuka di Jawa. Selain itu gelar ini diberikan pemerintah kolonial karena Paku Alam VII telah sukses memperbarui bidang sosial dan agraria di daerah kekuasaannya yakni Yogyakarta.
Sri Paku Alam VII juga memprakarsai penerbitan Rijk Blad (Lembaran Negara). Penerbitan ini merupakan sistem kerja baru yang dianggap modern oleh pejabat tradisional Jawa. Hal itu karena mereka mulai mendokumentasikan laporan kerja setiap tahun.
Dari sini Sri Paku Alam VII terkenal sebagai sosok yang disiplin dan penuh dengan gambaran pemimpin yang intelektual.
Oleh sebab itu beliau mendidik anak-anaknya termasuk Sri Paku Alam VIII dengan sistem pendidikan modern dan ilmu pengetahuan Barat. Tujuannya untuk membentuk karakter kepemimpinan di Pakualaman yang maju.
Hal ini terbukti berhasil, Ia tumbuh menjadi dewasa yang cerdas. Sebab ayahnya menyekolahkan beliau di lembaga pendidikan Belanda.
Antara lain bersekolah setingkat SD di ELS Yogyakarta, kemudian MULO Yogyakarta, hingga melanjutkan ke SMA di AMS Yogyakarta. Ia juga kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, RHS di Batavia.
Baca Juga: Haji Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional 2022 dari Sukabumi
Hobi Memanah
Neti Mufaiqoh dalam penelitian skripsi berjudul, ”Peran KGPAA Paku Alam VIII dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) tahun 1953-1977” (2016), mengungkapkan Sri Paku Alam VIII merupakan figur raja yang hobi memanah.
Kegemarannya menekuni olahraga panahan dimulai ketika beliau masih usia dini. Ibu dan Kakeknya mendukungnya berlatih olahraga memanah secara tradisional. Saat itu Ia dilatih para Abdi Dalem memanah yang biasa disebut dengan Jemparingan.
Setelah terlatih dengan professional, Ia menjadi atlet pemanah yang handal. Keterampilannya memanah ini kemudian dijadikan sebagai media pemersatu atlet panahan di seluruh Indonesia. Caranya dengan mendirikan organisasi olahraga tersebut (Perpani) pada tahun 1953.
Menurut Sri Paku Alam VIII, Perpani merupakan faktor penting dalam Character Building yang bertujuan untuk membangun kebugaran bangsa melalui organisasi persatuan olahraga.
Organisasi persatuan olahraga seperti Perpani, dianggap mampu membantu negara dalam membangun hubungan politik dengan luar negeri dalam bentuk persahabatan olahraga.
Oleh sebab itu, dirinya membangun Perpani dari tahun 1953-1977 dengan penuh dukungan. Salah satu dukungan yang paling penting dari masing-masing pemimpin negara pada zaman Orde Lama sampai dengan Orde Baru.
Tokoh Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada tanggal 7 November 2022, Sri Paku Alam VIII menerima gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo di Istana Jakarta.
Penganugerahan ini bukan karena dirinya berperan membentuk Perpani, melainkan jauh dari itu Sri Paku Alam VIII merupakan tokoh kemerdekaan Republik Indonesia yang berjasa.
Baca Juga: Sutan Syahrir, Pemuda Radikal yang Mendesak Proklamasi
Salah satu jasanya yang tak terlupakan hingga saat ini adalah pernyataannya yang bersedia bergabung dan mendukung secara penuh kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Sri Paku Alam VIII bersama Hamengku Buwono IX menyatakan kesediaannya itu melalui telegram yang dikirimkan langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden Sukarno-Hatta di Jakarta.
Selain mengirimkan surat, pernyataan bergabungnya dinasti Mataram di Yogyakarta dengan Republik Indonesia tercermin dari pembentukan KNID. Komite Nasional Indonesia Daerah tersebut terbentuk pada tanggal 16 Oktober 1945.
Menurut G. Moedjanto dalam buku berjudul, ”Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman” (1994), tugas badan tersebut adalah sebagai badan perwakilan rakyat sementara di Yogyakarta.
Artinya KNID merupakan cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dibentuk oleh penguasa daerah setingkat Gubernur. Oleh karena itu di Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam VIII memiliki kedudukan setingkat dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta.
Karena kiprahnya yang penting inilah pada tahun 2022 pemerintahan Presiden Joko Widodo menganugerahkan Sri Paku Alam VIII gelar Pahlawan Nasional.
Selain penerima gelar Pahlawan Nasional, nama Sri Paku Alam VIII merupakan tokoh aristokrat Jawa yang memimpin jabatan sebagai Raja Pakualaman paling lama yaitu sampai 61 tahun menjabat. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)