Sejarah Sunda Kelapa, pusat kota pelabuhan di Padjajaran yang saat ini terletak di pusat kota Jakarta. Sunda Kelapa adalah bagian terpenting pendukung ekonomi Padjajaran semasa perang melawan Kesultanan Demak pada abad ke-15.
Menurut catatan sejarah, Sunda Kelapa lahir sebagai kota pelabuhan kerajaan Padjajaran sejak abad ke-12. Daerah ini terpilih menjadi pelabuhan karena letak geografisnya yang strategis dan mudah diakses oleh lalu lintas dunia.
Baca Juga: Sejarah Rumah Raden Saleh, Bangunan Megah dengan Kebun Binatang
Bahkan sebelum kedatangan bangsa Belanda, Sunda Kelapa sudah lebih awal dikenal oleh bangsa Portugis yang kemudian mengajak pejabat Padjajaran untuk bekerjasama membangun pelabuhan tersebut.
Namun seiring dengan penguasaan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada tahun 1527, kekuasaan Padjajaran dan Portugis melemah.
Dua kekuatan pembangun pelabuhan Sunda Kalapa menjadi pusat perdagangan dunia ini tergantikan oleh kejayaan Fatahillah, seorang penguasa Jayakarta utusan Kesultanan Demak.
Semenjak dikuasai oleh Fatahillah Sunda Kelapa menjadi daerah pelabuhan penting di pulau Jawa yang mendunia. Seluruh daerah di Nusantara selalu berinteraksi dengan para pedagang di sana.
Akibatnya pergaulan yang luas memancing kedatangan asing. Termasuk Inggris dan Belanda.
Kedatangan Inggris dan Belanda di Sunda Kelapa merupakan bukti penting betapa berharganya rempah yang ada di Indonesia. Bahkan pada tahun 1602 Belanda membangun monopoli perdagangan rempah di Nusantara yaitu VOC.
Sejarah Sunda Kelapa, Kota Pelabuhan Pusat Ekspor Dunia
Menurut Edi Sedyawati dalam buku”Sejarah Kota Jakarta 1950-1980” (1986), sejak kejayaan Padjajaran Sunda Kelapa sudah terkenal sebagai kota pelabuhan Nusantara yang berfungsi sebagai pusat ekspor rempah dunia.
Salah satu kegiatan ekspor rempah yang kerap terjadi di Sunda Kelapa yakni, perdagangan rempah oleh orang-orang Melayu dari Sunda Kelapa ke Malaka.
Selain rempah-rempah Sunda Kelapa juga menyediakan barang ekspor lain seperti, lada, beras, asam, emas, sayur-sayuran, buah-buahan, anggur, sapi, babi, kambing, dan lembu. Semua ini menjadi komoditas paling laris di pelabuhan tersebut.
Padjajaran pun semakin menjadi kerajaan yang terkenal di Nusantara. Bahkan Padjajaran juga telah bekerjasama dengan Portugis untuk membangun kota pelabuhan Sunda Kelapa agar menjadi pusat perdagangan dunia yang maju.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Pananjung, Cikal Bakal Daerah Pangandaran
Kala itu dalam catatan sejarah, Sunda Kelapa masih dikuasai oleh kerajaan Padjajaran (Hindu). Namun seiring dengan kedatangan Fatahillah pada abad ke-15, Padjajaran kalah dan menyerahkan Sunda Kalapa ke Kesultanan Demak (Islam).
Ketika Kesultanan Demak yang berbasis di Banten berpindah ke Sunda Kelapa, Portugis menghalang-halangi mereka. Sebab Portugis merasa menguasai Sunda Kelapa berdasarkan perjanjian terdahulunya dengan Padjajaran.
Akibatnya Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Menantu Trenggana (Fatahillah) memerangi Portugis. Bangsa asing ini kemudian kalah dan mundur dari pusat kekuasaan Kesultanan Demak ini dengan penuh penderitaan.
Sunda Kalapa Berganti Nama Menjadi Jayakarta
Seiring dengan kemenangan Kesultanan Demak (Fatahillah) dari Portugis telah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
Perubahan nama inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya nama Ibukota Jakarta hingga saat ini. Adapun menurut Edi Sedyawati perubahan nama ini terjadi sejak tanggal 22 Juni 1527.
Tanggal di mana masyarakat di Ibukota mengadakan peringatan hari ulang tahun Jakarta hingga saat ini.
Tertulis dalam sejarah, ketika Fatahillah berhasil mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, maka status kota tersebut berubah juga menjadi pusat kota pelabuhan di pulau Jawa.
Artinya hubungan Jawa terutama Kesultanan Demak memiliki kedudukan tertinggi untuk menerapkan kebijakan di Jayakarta. Selain itu pelabuhan yang telah mendunia ini wajib mendistribusikan beberapa komoditi harian untuk masyarakat luas di Jawa.
Kejayaan Fatahillah di Jayakarta mengundang banyak perhatian penguasa di Jawa. Mereka berlomba-lomba datang ke sana untuk berdagang.
Bahkan tidak hanya orang-orang di Jawa, keramaian pelabuhan dagang di pusat Jayakarta juga diramaikan oleh bangsa asing yang terdiri dari sisa orang Portugis, Inggris dan Belanda.
Menjadi Pusat Kota yang Mendorong Monopoli Perdagangan Asing
Karena keramaian bangsa asing di Jayakarta yang semakin tak terkontrol, akhirnya wilayah kekuasaan Kesultanan Demak ini mendorong munculnya pelaku monopoli perdagangan asing yang merugikan beberapa kerajaan besar Nusantara.
Masih menurut Edi Sedyawati, ahli sejarah yang mengajar di Fakultas Sastra UI ini mengatakan penyebab paling utama kemunculan monopoli perdagangan asing di Sunda Kelapa karena adanya kerjasama mereka dengan penguasa lokal.
Baca Juga: Asal-usul Nama Kanjuruhan yang Jadi Nama Stadion di Malang
Para penguasa lokal yang dimaksud adalah para pejabat daerah yang bertugas di Jayakarta dan dipilih atas keputusan Kesultanan Demak.
Artinya kesalahan ini muncul sebab para petinggi lokal berbuat serong tidak setia dengan pemerintahan yang berpusat di Demak.
Akibatnya banyak kerajaan di Nusantara yang mengalami kerugian. Mereka tertindas dan tidak bisa melawan karena dominasi monopoli pedagang asing yang terlalu kuat.
Adapun pelaku monopoli perdagangan asing ini berasal dari Belanda. Mereka menamakan kongsi dagang ini dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berdiri pada tanggal 20 Maret 1602.
Seiring dengan cepat berlalunya waktu, VOC semakin dominan dan bisa menguasai sebagian besar Nusantara khususnya pulau Jawa. Saking dominannya perkumpulan Dagang Hindia Timur ini berani mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Peristiwa merupakan tanda berakhirnya kejayaan Fatahillah dan Kesultanan Demak di Jayakarta. Belanda telah mengawali praktik imperialisme-kolonialisme yang menyebabkan orang Eropa ini betah tinggal di Indonesia hingga 350 tahun lamanya.
Itulah sejarah Sunda Kelapa yang juga asal-usul Jakarta, kota yang saat ini menjadi ibukota Indonesia. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)