Sejarah perang Ambarawa berawal dari kekecewaan Pejuang Republik terhadap Belanda. Kekecewaan ini lahir karena Belanda mengingkari janji, dan berusaha mengkhianati pejuang Republik hingga menusuknya dari belakang.
Peristiwa ini tercermin pada saat tujuan Belanda datang ke Ambarawa-Magelang untuk menjemput para tawanan bangsanya dengan baik-baik. Namun di tengah perjalanan pasukan Belanda ternyata “diboncengi tentara Sekutu: NICA”.
Baca Juga: Sejarah Batik Pagi Sore Pekalongan, Siasat Menghemat Pakaian Zaman Jepang
Pasukan NICA (Nederlands Indie Civil Administrations) bersama Belanda bekerjasama dengan mengangkat senjata. Pejuang Republik pun kecewa atas kejadian ini, maka dari itu pasukan di Ambarawa menyusun skenario perang melawan mereka semua.
Bagaimana proses pertempuran Ambarawa ini berlangsung? Berikut sejarahnya.
Sejarah Awal Perang Ambarawa
Sejarah awal perang di Ambarawa terjadi sejak tanggal 20 Oktober 1945. Belum genap dua bulan Indonesia merdeka, pasukan Republik harus tetap semangat mengangkat senjata untuk melawan Sekutu di sepanjang Ambarawa–Magelang.
Menurut Poesponegoro, dkk dalam buku berjudul, ”Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (1942-1998)”, (2008), peristiwa ini terjadi akibat kekecewaan pejuang Republik terhadap tentara Sekutu yang ingkar janji.
Belanda telah ingkar janji padahal sebelumnya disambut hangat oleh masyarakat Ambarawa, sekaligus oleh Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro. Namun itikad baik semua itu dikhianati Belanda.
Pasukan Belanda yang datang ingin menjemput tawanan perang Republik dibalas dengan tantangan perang. Belanda dipersenjatai oleh tentara Sekutu. Mereka berniat menyerang pejuang Republik dari belakang.
Melihat peristiwa ini terjadi di Ambarawa-Magelang, para pejuang Republik merespon dengan cepat. Tanpa aba-aba dari Komando, mereka menyusun skenario melumpuhkan Sekutu di dua titik penting Jawa Tengah tersebut dengan senjata seadanya.
Baca Juga: Peristiwa Kebon Rojo, Pertempuran Kemerdekaan di Pekalongan
Akibatnya banyak korban yang berjatuhan. Pejuang Republik tewas tertembak dan terkena mortir udara tentara Sekutu.
Mereka gugur karena lawannya tidak sepadan, para pejuang hanya menggunakan senjata sederhana seperti Bambu Runcing, dan perkakas pertanian seperti parang, golok, dan lain sebagainya.
Mengobarkan Semangat Perlawanan Pejuang Republik
Karena kekecewaan yang sudah memuncak, pejuang Republik segera mengobarkan semangat perlawanan untuk menghabisi Belanda-Sekutu di Ambarawa–Magelang secepat mungkin.
Namun perlawanan tidak maksimal, sebab banyak pejuang Republik yang menggunakan perkakas sederhana untuk melawan Belanda.
Karena kurang efisien, para pejuang akhirnya mulai merampas gudang peluru, dan senjata peninggalan Jepang di berbagai titik di daerah Ambarawa-Magelang.
Alhasil perlawanan menahan Belanda berhasil. Seluruh pejuang mengalami kemenangan. Belanda mundur namun belum diketahui kapan serangan balik terjadi kembali.
Untuk menjaga-jaga terjadinya serangan balik dari Belanda, maka seluruh pejuang Republik bersiaga di medan perang Ambarawa-Magelang. Mereka memobilisasi massa untuk berjuang bersama mengusir Belanda dari Indonesia.
Akhirnya seluruh pejuang Republik yang mempertahankan kedaulatan RI tidak bisa tertahankan. Meski sebelumnya Sukarno sempat menahan gencatan senjata di dua Kota perang yang sedang berkecamuk tersebut, perlawanan meletus tatkala serangan balik dari Belanda muncul dari arah Utara Ambarawa.
Kobaran api semangat melawan Belanda-Sekutu semakin memuncak ketika dua tentara Asing itu berupaya melucuti senjata Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Selain itu gugurnya Resimen I Pimpinan Letkol. M. Sarbini di Kedu jadi pemicu kedua yang paling berarti bagi pertempuran hebat di Ambarawa.
Baca Juga: Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Pernah Jadi Lokasi HUT PKI
Sekutu Menghadang Kembali di Daerah Ngipik
Meskipun Sukarno pernah melerai sementara pertempuran antara Sekutu dan pejuang Republik di Ambarawa-Magelang, pengkhianatan Belanda kembali terjadi.
Sebab Belanda kembali menghadang pejuang Republik yang sedang bergerilya di Daerah Ngipik.
Karena peristiwa ini mengakibatkan banyak korban pejuang Republik, akhirnya Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman turun langsung ke medan perang dan memimpin pertempuran.
Perang pun terjadi dengan hebat. Pasukan Kol. Soedirman mampu menekan serangan Belanda di tengah hutan di daerah Ngipik.
Seluruh gerilyawan bergerak hingga ke daerah yang tak terjangkau Belanda. Menurut berbagai pengamat perang, keberhasilan pasukan Kol. Soedirman menghambat Belanda akibat para pejuang Republik dari Banyumas itu sudah menguasai medan pertempuran.
Meskipun perang ini dimenangkan oleh pasukan Kol. Soedirman, namun peristiwa di Ambarawa telah menggugurkan Let. Kol. Isdiman.
Let. Kol. Isdiman merupakan figur yang paling dihormati sebagai pemimpin perang sekitar Ambarawa–Magelang. Oleh sebab itu kabar gugurnya beliau direspon banyak pasukan untuk memerangi Belanda di berbagai titik.
Perlawanan untuk membalas gugurnya Let. Kol. Isdiman terjadi di Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, dan Semarang. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)