Sejarah pemberontakan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) merupakan catatan historiografi yang penting untuk dipelajari oleh generasi mendatang. Sebab pembelajaran sejarah tentang Permesta mampu mencegah gerakan separatis di berbagai wilayah di Indonesia.
Perjuangan Rakyat Semesta yang biasa disingkat dengan Permesta sendiri merupakan gerakan militer non-republik yang menuntut kemerdekaan daerah Indonesia bagian Timur.
Kala itu banyak petinggi Permesta yang menginginkan rakyat Sulawesi bergerak secara bersamaan menjadi kelompok separatis untuk Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Tentara Pelajar, Pasukan Tempur Remaja Intelektual
Bujuk rayu petinggi separatis Permesta berhasil. Mereka mampu mengajak sebagian besar rakyat Sulawesi anti Republik Indonesia yang sedang dipimpin Presiden Sukarno. Mereka memberontak dan memerangi Tentara Republik Indonesia (TNI).
Peristiwa Permesta tercatat sebagai tragedi Nasional yang terjadi pada masa kepemimpinan Orde Lama. Menurut berbagai catatan sejarah Indonesia, salah satu kemunculan Permesta diakibatkan oleh produk adu domba Amerika Serikat.
Sejarah Munculnya Pemberontakan Permesta
Menurut buku yang disusun oleh Tim Penulis Sejarah Angkatan Laut berjudul, ”Jalesveva Jayamahe: Dipersembahkan pada Para Pahlawan Kita”, (1960) salah satu penyebab munculnya Permesta akibat kekecewaan orang Indonesia bagian Timur terhadap pemerintahan Sukarno yang terlalu memperhatikan Jawa, sejak 2 Maret 1957.
Sebagian orang Indonesia bagian Timur salah satunya Makassar, Sulawesi Selatan adalah kelompok masyarakat yang pernah kecewa pada Sukarno. Mereka cemburu akibat Sang Fajar hanya memfokuskan segala pembangunan di pulau Jawa.
Tak main-main, kekecewaan yang pernah terjadi pada orang Sulawesi ini berdampak buruk pada interaksi sosial sebagai bangsa yang sama dengan orang Jawa. Pasalnya mereka kerap membenci Suku Jawa karena mereka merasa Indonesia didominasi oleh orang-orang Jawa.
Adapun salah satu yang paling orang Makassar kecewa dari pemerintah Sukarno yakni, orang-orang di Sulawesi tidak pernah diberikan kepercayaan untuk sama-sama merayakan pesta politik.
Sebab ajang kontestasi politik yang seharusnya dirasakan bersama-sama, dan merata diseluruh Indonesia, justru hanya terpusat di pulau Jawa saja. Peristiwa ini mengakibatkan orang-orang Sulawesi tidak respect pada Sukarno lagi.
Baca Juga: Asal-usul Jalan Margonda Depok dan Pahlawan yang Mati Muda
Menuntut Kemerdekaan Indonesia Bagian Timur
Banyaknya pembangunan yang didirikan di pulau Jawa membuat sebagian orang di Indonesia bagian Timur merajuk.
Mereka merasa dianaktirikan oleh pemerintahan Orde Lama Sukarno. Sebab pembangunan gedung-gedung, renovasi Istana, dan pembangunan mega proyek di seluruh pulau Jawa memakai uang hasil eksploitasi alam Indonesia bagian Timur.
Dari kemarahan inilah kemudian lahir kombatan-kombatan militer yang kemudian membentuk sebuah badan bernama Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta). Mereka bertujuan untuk menciptakan gerakan separatis.
Artinya mereka semua terbesit ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Alasan penuntutan kemerdekaan tersebut untuk memberikan pelajaran pada Sukarno bahwa Indonesia bagian Timur lebih penting dari pulau Jawa.
Peristiwa ini semakin panas tatkala Amerika Serikat datang dan mendukung seluruh cita-cita Permesta, termasuk harapan kelompok separatis ini yang ingin merdeka dan memerangi Sukarno hingga tumbang.
Adapun nama-nama tokoh Permesta yang saat itu didukung oleh Amerika Serikat untuk melengserkan Sukarno dari tampuk kekuasaan antara lain, Ventje Sumual, Alex Kawilarang, Joop Marouw, dan Daniel Julius Somba.
Baca Juga: Peristiwa Kebon Rojo, Pertempuran Kemerdekaan di Pekalongan
Merajut Ulang Persatuan: Menuntut Perdamaian Permesta dengan Republik Indonesia
Ketika perang antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan Permesta berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, banyak petinggi-petinggi senior yang prihatin dan sadar akan perdamaian akibat korban yang berjatuhan begitu menumpuk.
Pemerintah Orde Lama (Presiden Sukarno) pun merasakan hal yang sama dengan para kombatan Permesta. Maka tak lama dari perenungannya itu akibat korban mati di medan tempur membuat kedua belah pihak berupaya merajut ulang persatuan.
Akhirnya pemerintah pusat dari Jakarta dipertemukan dengan salah seorang yang berpengaruh dalam Permesta yakin, Albertus Zacharias Roentoerambi Wenas, dan Frits Johannes Tumbeleka.
Hasil pertemuan dua belah pihak yang saling bertentangan ini akhirnya sepakat untuk gencatan senjata. Dengan kata lain menyetujui perdamaian dan saling introspeksi diri. Pemerintah pusat di Jakarta juga berjanji akan lebih memperhatikan Indonesia bagian timur dari sebelumnya.
Menurut Albertus Zacharias Roentoerambi yang berprofesi sebagai pastor di Permesta, sebelumnya kesepakatan damai ini berlangsung, petinggi senior Permesta: Alex Kawilarang sempat bertukar surat dengan Presiden Sukarno di Jakarta.
Isi surat yang dikirim bergantian ini antara lain menyepakati perdamaian, dan menyepakati perbaikan kebijakan Orde Lama untuk meratakan pembangunan di Indonesia, termasuk pembangunan di Indonesia bagian Timur.
Perdamaian antara Permesta dengan Sukarno terjadi pada tahun 1959. Peristiwa ini ditandai juga dengan siaran radio yang mengabarkan (ABRI) dan pemerintah Republik Indonesia (Presiden Sukarno) telah berdamai dengan (Permesta). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)