Sejarah Gedung Bappenas menyimpan banyak misteri yang menarik. Berbagai literasi menyebut gedung kementerian ini dahulu bekas Loji Freemason dan tempat mengadili Gembong PKI pada tahun 1965.
Loji Freemason sendiri merupakan tempat di mana sekte pemuja persaudaraan yang misterius. Orang Eropa di Hindia Belanda mendirikan Gedung ini pada akhir abad ke-16.
Zaman dahulu masyarakat sekitar percaya kelompok Freemason memakai Gedung Bappenas tersebut untuk melakukan ritual kepercayaan mereka.
Selain memusatkan perhatian sejarah perkumpulan Freemason di Hindia Belanda, Gedung Bappenas juga menyimpan memori kolektif generasi tahun 60-an. Gedung Bappenas juga merupakan tempat pengadilan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa G30S/PKI 1965.
Baca Juga: Hattanomics, Widjojonomics, dan Habibienomics: Tokoh Penting dalam Sejarah Pembangunan Nasional
Saat itu banyak orang yang tidak berani melewati gedung ini di tengah malam. Aura mencekam tatkala gelap tiba menambah suasana Gedung Bappenas menjadi mencekam.
Lalu mengapa tempat ini bisa menyimpan aura misteri yang mendalam? Berikut ulasan lengkap sejarah Gedung Bappenas.
Awal Sejarah Gedung Bappenas, Berdiri di Tengah Lingkungan Freemason
Adolf Heukeun dalam bukunya berjudul ”Menteng: Kota Taman Pertama di Indonesia” (2001) menyebut sejarah awal Gedung Bappenas pertama kali sejak tahun 1925. Gedung ini berdiri tepat di tengah-tengah lingkungan kelompok Freemason.
Heuken juga memaparkan hasil penelitiannya dan menyebut arsitek Gedung Bappenas adalah badan pemerintah kolonial bernama Biro Teknik Umum dan Arsitek Belanda atau Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau.
Ketika pembangunan Gedung Bappenas selesai, orang-orang Freemason menjadikan tempat ini sebagai area khusus perkumpulan kelompok mereka.
Berdasarkan pengakuan berbagai orang yang pernah melihat sekilas kegiatan Freemason, mereka kerap menggelar ritual yang berhubungan dengan kepercayaan kelompok sekte.
Baca Juga: Profil dr Soebandrio: Tangan Kanan Sukarno, Gagal Dihukum Mati
Namun sebagian orang berpendapat identiknya Gedung Bappenas dengan tempat perkumpulan Freemason, karena posisi gedung ini berhadapan langsung dengan taman Bisschop (sekarang Taman Suropati).
Taman Bisschop atau Burgermeester Bisschopplein merupakan taman umum yang dibangun oleh Walikota Batavia seorang anggota Freemason bernama Bisschop.
Oleh sebab itu Gedung ini dipercaya sebagai salah satu warisan Bisschop, meskipun demikian hal ini terpatahkan karena Bisschop memerintah tahun 1916-1920, sedangkan Gedung Bappenas baru dirancang pada tahun 1925.
Pernah Menjadi Tempat untuk Mengadili Gembong PKI
Setelah Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, kelompok Freemason di seluruh Hindia Belanda perlahan-lahan mulai melemah. Hingga pada akhir tahun 1950-1962, Presiden Sukarno resmi melarang Freemason di Indonesia.
Akhirnya kelompok pemuja sekte persaudaraan yang misterius ini membubarkan diri pada tahun 1962. Alasan pembubaran kelompok Freemason di Indonesia karena masa kepemimpinan Sukarno yang Anti Barat.
Menurut Sukarno, kelompok Freemason merupakan warisan kolonial Belanda yang bersifat tertutup. Oleh sebab itu, Sukarno khawatir kelompok ini bisa menjerumuskan rakyat dari keimanan agama yang lebih pasti.
Maka pada tahun 1962 gedung ini dimiliki oleh pemerintahan Republik Indonesia dan dijadikan sebagai kantor Dewan Perencanaan Nasional. Salah satu Pahlawan Nasional yang pernah memimpin Gedung ini adalah dr. H.R. Soeharto Sastrosoejoso.
Pada tahun 1965, seiring dengan peristiwa berdarah G30S/PKI, Gedung Dewan Perencanaan Nasional ini pernah dijadikan tempat untuk mengadili gembong-gembong PKI.
Saat itu Mahkamah Militer menjadikan Gedung Bappenas sebagai tempat Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Adapun salah satu tokoh besar PKI yang divonis mati di gedung ini antara lain, Njono, Let. Kol. Untung Sjamsuri, dan Sudisman.
Dalam catatan sejarah Indonesia, gedung ini menjadi saksi bisu pengadilan Mahmilub yang penuh dengan suasana tragis. Kini Gedung Bappenas menyimpan sejarah yang penting tentang perjalanan bangsa dari masa ke masa.
Gedung Bersejarah, Saksi Kemajuan Pembangunan di Indonesia
Setelah menjadi Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), gedung ini kemudian menjadi tempat bersejarah, saksi kemajuan pembangunan di Indonesia.
Gedung ex- Mahmilub ini kembali menjadi Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada era Orde Baru tahun 1967. Saat itu kepala Bappenas dipimpin oleh Widjojonitisastro.
Baca Juga: Dokter Soeharto: Pendamping Sukarno, Pahlawan Nasional 2022
Seorang ekonom sejati yang sangat menentukan arah pembangunan Nasional. Bahkan berbagai sumber sejarah mengenal Widjojonitisastro sebagai arsitek pembangunan ekonomi Indonesia pada zaman Presiden Suharto.
Gedung Bappenas di era kepemimpinan Widjojo menjadi saksi Indonesia pernah menjadi Macan Asia. Widjojonitisastro berhasil membangun keterpurukan bangsa Indonesia pasca pemerintahan Presiden Sukarno.
Widjojonitisastro merupakan pemimpin Bappenas yang setiap hari berkantor di gedung ini dalam waktu yang cukup lama. Ia juga terkenal sebagai Menteri Pembangunan Nasional yang dekat dengan Presiden Suharto.
Dalam perjalanan sejarah yang cukup panjang, Widjojonitisastro merupakan Kepala Bappenas terlama. Sang ekonom sejati itu tercatat sebagai Kepala Bappenas dari tahun 1967-1983, artinya kurang lebih 16 tahun mengantor di gedung tersebut.
Saat ini Gedung Bappenas masih berdiri kokoh. Gedung pemerintahan yang terdaftar menjadi salah satu bangunan Cagar Budaya di Indonesia dan dilindungi undang-undang. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)