Profil Srihadi Soedarsono menarik diulas. Hal tersebut karena nama Srihadi terkenal sebagai seorang seniman “Kondang” dan pernah berjuang dalam perang kemerdekaan tahun 1945.
Menurut catatan sejarah Indonesia, Srihadi Soedarsono merupakan mantan anggota tentara peladjar di Solo, Jawa Tengah.
Saat perang berlangsung, Srihadi mendapat perintah dari komandannya untuk menjadi pelukis propaganda yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Setelah berjuang dalam perang kemerdekaan sebagai ahli gambar propaganda tempur, Srihadi pensiun dari satuannya dalam Tentara Pelajar.
Baca Juga: Sejarah Tentara Pelajar, Pasukan Tempur Remaja Intelektual
Srihadi memilih menekuni profesi menjadi seniman yang juga seorang dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan kampus almamaternya di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Profil Srihadi Soedarsono, Seniman Mantan Kombatan Perang 45’
Pria kelahiran 4 Desember 1931 di Surakarta, Jawa Tengah ini terkenal sebagai seniman mantan kombatan perang 45’ karena kiprah dalam keanggotaan Tentara Peladjar (Pelajar).
Ketika teman-teman satu angkatannya mengetahui Srihadi mendaftar jadi Tentara Pelajar, mereka termenung dan menggeleng-gelengkan kepala akibat heran. Keheranan ini muncul karena Srihadi merupakan keturunan ningrat.
Seharusnya dengan gelar keturunan ningrat, Srihadi tinggal duduk manis dan menekuni hobinya melukis ketimbang ikut bertempur di medan perang bersama Tentara Pelajar.
Jika merujuk pada silsilah keluarga Srihadi adalah keturunan ningrat Solo bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH).
Namun meskipun hidup serba ada, Srihadi merasa munafik apabila tidak ikut dalam berperang. Sebab hampir semua rakyat dan teman-teman dekatnya terdaftar jadi anggota Tentara Pelajar.
Maka sejak saat itu Srihadi Soedarsono bergabung dengan Tentara Pelajar (1945-1948). Ia pun diangkat komandannya menjadi tentara ahli gambar. Tugasnya menjadi wartawan militer pembuat poster di Balai Penerangan Divisi IV Badan Keamanan Rakyat (BKR) Surakarta.
Ketika perang usai Srihadi menerima pangkat terakhir sebagai Sersan Mayor. Ia pun dapat tawaran bergabung dan masuk menjadi TNI. Namun Ia lebih memilih menekuni bakatnya bersama Komunitas Seniman Muda di Vorstenlanden (Surakarta-Yogyakarta) pada tahun 1950.
Baru pada tahun 1952 Srihadi Soedarsono mendaftar jadi Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), pada jurusan Guru Gambar di Fakultas Teknik. Selama jadi Mahasiswa ITB, Srihadi muncul sebagai pemuda intelektual.
Pada tahun 1959 Srihadi lulus dari ITB, satu tahun setelah kelulusannya 1960 mendapat beasiswa belajar ke Amerika Serikat. Beasiswa ini dimanfaatkan Srihadi sebaik mungkin, hingga pada tahun 1962 lulus dan bergelar Master of Art dari Ohio State University.
Pelukis Profesional Beraliran Mistikus Jawa
Selain terkenal sebagai mantan anggota Tentara Pelajar, Srihadi Soedarsono juga terkenang selama hidupnya sebagai pelukis profesional beraliran mistikus Jawa.
Terkenalnya Srihadi sebagai seorang seniman yang beraliran mistikus Jawa tercermin dari karya-karya kental dengan auras mistiknya, salah satunya lukisan Tari Bedhaya.
Dalam lukisan tersebut, Srihadi menampilkan sosok penari Jawa yang ekspresif. Torehan warna terang dan gelap bercampur menjadi satu seolah-olah memberikan nuansa gaib dan mistis.
Menurut pengamat lukisan di Indonesia, karya-karya Srihadi yang mistik ini merupakan ciri khas seniman ekspresionisme. Seniman Srihadi dalam karya-karyanya sebetulnya ingin menunjukkan simbol tradisional Jawa yang penuh dengan filosofi mistik.
Baca Juga: Taktik Tentara Jepang Kalahkan Belanda di Indonesia dalam Waktu 8 Jam
Selain lukisan berjudul Tari Bedhaya, Srihadi Soedarsono juga pernah melukis objek mistik berjudul Lukisan Borobudur. Ia memotret Borobudur yang penuh dengan kesan magis melalui kanvas besar. Lukisan Borobudur terkesan misterius akibat pemilihan warnanya yang gelap.
Terbiasa Melukis Banyak Kanvas dalam Satu Waktu
Menurut Tim Pusat Data dan Analisa Tempo berjudul, “Srihadi Soedarsono: Sang Seniman Empat Zaman” (2020), Guru Besar Seni Rupa ITB ini terbiasa melukis banyak kanvas hanya dalam satu waktu.
Kebiasaan luar biasa ini terkenal oleh seluruh pengamat, sekaligus kritikus seni terkemuka di Indonesia. Pasalnya, seniman lain jarang yang memiliki prestasi yang terbentuk dari kebiasaan ini.
Srihadi Soedarsono sering melukis dalam kanvas yang berukuran besar. Tidak main-main, Ia kerap menggunakan kanvas raksasa untuk menggambar dengan waktu singkat. Menurutnya waktu singkat melukis yang pernah dikerjakan yaitu selama dua bulan.
Baca Juga: Asal-usul Jalan Margonda Depok dan Pahlawan yang Mati Muda
Sedangkan paling lama dari proses pengerjaan lukisan lainnya enam bulan. Menurut Srihadi sendiri proses lama atau cepatnya membuat lukisan tergantung dari gagasan, dan mood si seniman. Sebab karya seni adalah kerja hati, bukan kerja fisik semata.
Saat Srihadi diwawancarai oleh wartawan Tempo tahun 2014 usianya sudah menginjak 82 tahun. Bukannya menggunakan kanvas kecil untuk melukis, Srihadi mengaku jiwa melukisnya selalu muda, oleh sebab itu Ia selalu menggunakan media kanvas raksasa sebagaimana proses melukisnya tatkala usia muda dahulu.
Mendiang Srihadi pernah mengatakan untuk terus tetap berjuang apabila Anda seorang pelaku seni. Sebagai pelukis, Srihadi kerja batin dan kerja keterampilan tetap berjalan sekalipun di usia yang tak lagi muda. “Harus Dijaga!” tegasnya.
Profil seniman besar Indonesia tersebut kini sudah tiada, Srihadi Soedarsono meninggal pada usia 90 tahun pada tanggal 26 Februari 2022. Untuk menghormati jasa-jasanya, negara menempatkan jasad mendiang supaya dikebumikan di Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)