Profil Njoto terkenang sejarah sebagai Wakil Ketua PKI yang militant. Namun tak banyak yang mengetahui masalah pribadi Njoto soal pemecatannya dari PKI akibat perselingkuhan.
Sebelumnya Njoto merupakan ayah yang sayang pada istri dan anak-anaknya. Pasangan Njoto bernama Soetarni, perempuan keturunan bangsawan Mangkunegaran dari Solo, Jawa Tengah.
Pria berkacamata tebal ini terdengar selingkuh saat menghadiri kunjungan kerja partai ke Uni Soviet (Rusia) pada tahun 1963-1964. Saat itu Njoto jatuh cinta pada pendamping pribadinya di sana yang berasal dari Mahasiswi Indonesia di Rusia.
Berita ini sampai pada telinga sang istri Soetarni. Ibu enam anak ini lantas mengadukan perilaku menyimpang suaminya pada Ketua C.C. PKI, D.N. Aidit.
Baca Juga: Profil Njono Prawiro, Gembong PKI Asal Cilacap yang Divonis Mati
Tak lama dari laporan itu sampai ke Aidit, Njoto kemudian dipecat dari kepengurusan resmi PKI. Saat itu status berubah menjadi Mantan Wakil Ketua PKI. Aidit benar-benar melucuti seluruh atribut jabatan Njoto akibat persoalan itu.
Profil Njoto, Pemuda yang Revolusioner
Njoto lahir pada tanggal 17 Januari 1927 di Jember, Jawa Timur. Meskipun Ia lahir dari keturunan bangsawan Surakarta, tak membuat Njoto angkuh dan hidup enak.
Tokoh PKI yang piawai memainkan Saksofon ini memilih jalan hidup sederhana meskipun ayahnya Raden Sosro Hartomo, dan ibunya Maslamah memberikan fasilitas hidup yang berlebih.
Menurut catatan Arif Zulkifli dan Bagja Hidayat dalam ”Peniup Saksofon Ditengah Prahara” (2010), Njoto menamatkan sekolah dasarnya di Hollands Inlandsche School (HIS) Jember sekitar tahun 1933.
Meskipun sejak kecil memilih hidup sederhana, Njoto tidak menolak penawaran ayahnya memanggil guru les privat untuk menambah wawasan pengetahuan meskipun berjalan pada malam hari.
Menurutnya pendidikan dan pengetahuan tentang ilmu itu penting. Maka dari pada punya keluarga ningrat hanya dihabiskan untuk hidup mewah semata, lebih baik dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Setelah lulus les privat bersama Meneer Darmo, Njoto kemudian melanjutkan studinya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Jember. Namun tak lama di sana Jepang datang ke Hindia Belanda pada tahun 1942.
Baca Juga: Syu’bah Asa, Wartawan Pemeran DN Aidit dalam Film G30S/PKI
Akibatnya Njoto dipindahkan oleh ayahnya bersekolah di MULO Solo. Pikir ayah Njoto di Solo akan lebih aman bersekolah di lembaga Belanda, apalagi ada keluarga yang berasal dari tahta kerajaan di Surakarta.
Alih-alih menepati harapan sang ayah Njoto justru kabur dari sekolahnya di Solo. Remaja yang fasih berbahasa Belanda ini berdalih pulang sebentar ke Jember untuk menengok keluarga, padahal Ia kabur dan bergabung dengan pemuda revolusioner di Surabaya.
Di kota pahlawan itu Njoto bersama para pemuda revolusioner berjuang merebut gudang-gudang persenjataan Jepang. Profil Njoto juga tercatat sebagai pemuda yang ikut angkat senjata mengusir Jepang pada tahun 1945.
Menjadi Pejabat Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pergaulannya dengan pemuda revolusioner di Surabaya mengantarkan Njoto bertemu dengan rekan-rekan PKI tahun 1965, salah satunya D.N. Aidit yang kelak memimpin politbiro PKI.
Selain dengan Aidit, peristiwa ini juga mempertemukan Njoto dengan M.H. Lukman. Kedekatan Njoto dengan M.H. Lukman begitu kental dibanding dengan Aidit.
Hal ini karena M.H. Lukman sudah lebih jauh mengenal profil seorang Njoto. M.H. Lukman juga memiliki visi-misi yang sama sebelum menentukan karir politiknya dalam PKI.
Sebelum menjadi pejabat Partai Komunis Indonesia (PKI), Njoto ternyata aktif dalam gerakan golongan komunis sejak tahun 1947-1948.
Bahkan pada saat pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948-1949, Njoto merupakan salah satu tokoh penting yang berhasil lolos dari kejaran militer saat itu.
Karena lolosnya Njoto dari kejaran militer pasca peristiwa Madiun 1948, pemuda revolusioner ini muncul kembali di ranah politik Indonesia pada tahun 1950-an.
Njoto tercatat sebagai pelopor pendirian Lembaga Kebudayaan Rakjat (Lekra) dan dipilih PKI menjadi salah satu kandidat penting dalam politik praktis PKI dalam Pemilihan Umum 1955.
PKI berhasil menjadi partai terbesar keempat setelah PNI, NU, dan Masyumi. Capaian ini membuat nama Njoto berkibar dalam bendera PKI. Tahun 1960 Njoto diangkat menjadi Wakil Ketua PKI dan mendampingi tugas-tugas politik Aidit.
Selingkuh dan Dipecat dari Jabatan Tinggi PKI
Masih menurut Arif Zulkifli dan Bagja Hidayat dalam ”Peniup Saksofon Ditengah Prahara” (2010), rupa-rupanya nama Njoto pernah dipecat dari jabatan tingginya sebagai Wakil Ketua PKI akibat rumor perselingkuhan.
Istrinya Soetarni yang merupakan keturunan ningrat Mangkunegaran mengajukan cerai pada suaminya Njoto apabila ternyata rumor itu benar.
Baca Juga: Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Lekra Peraih Ramon Magsaysay Award
Soetarni pun pernah mengadukan ini pada Ketua C.C. PKI D.N. Aidit. Ia mengatakan Njoto sudah berselingkuh dengan seorang Mahasiswi Sastra Indonesia di Uni Soviet. Peristiwa ini terjadi tatkala ayah enam anak ini kunjungan kerja disana.
Aidit yang anti poligami geram mendengar pernyataan Soetarni. Alhasil ketika Njoto pulang dari Uni Soviet Ia disidang C.C. PKI dan dipecat dari jabatan praktisnya sebagai Wakil Ketua PKI sekitar awal tahun 1965.
Dari pemecatan itu membuat Njoto jarang terlihat menghadiri rapat-rapat penting PKI di Jakarta. Menurut salah satu rekan Njoto yang tidak mau disebutkan namanya itu mengaku Mantan Wakil Kamerad PKI tersebut benar selingkuh di Uni Soviet.
Wanitanya saat itu Mahasiswi Sastra Indonesia yang bekerja menjadi Agen KGB Indonesia di Uni Soviet bernama Rita.
Njoto pun pernah mengungkapkan latar belakang perselingkuhannya itu dengan mengatakan, ”memang istriku lebih cantik dari Rita, tapi Agen KGB ini lebih intelektual dari ibu anak-anakku”.
Sejak saat itu Njoto diadili C.C. PKI. Setelah diadili seluruh petinggi, PKI menyatakan Njoto dipecat dan diberhentikan secara tidak hormat dari seluruh jabatannya sebagai Wakil Ketua PKI. Keputusan tidak bisa diganggu gugat! (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)