Profil Dono Warkop sudah tak asing lagi terdengar di telinga publik. Sebab selain terkenal sebagai seorang komedian, nama Dono juga tercatat sebagai figur yang mengabdikan diri menjadi dosen di jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia.
Nama Dono sudah moncer sejak masih menjadi mahasiswa. Selain pandai dalam materi pelajaran, Dono juga aktif dalam berbagai organisasi Mahasiswa terkemuka di UI. Salah satunya menjadi anggota Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI sejak tahun 1970.
Keaktifannya menjadi anggota MAPALA UI terlihat dari dokumentasi nomor keanggotaan Dono, M-094-UI. Dalam organisasi ini Dono sering melakukan bakti sosial ke kampung-kampung dan daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Pergaulan Dono yang luas mengantarkan perkenalannya dengan Rudi Badil, Nanu, dan Kasino. Selain karena teman akrab di Radio Prambors Jakarta, silaturahmi ini juga terjalin akibat mereka satu almamater di UI.
Baca Juga: Profil Eddy Gombloh, Komedian Legendaris dari Yogyakarta
Sejak saat itulah profil Dono terangkat menjadi salah satu personil Warkop yang tajir. Namun di balik kesuksesan sebagai komedian papan atas, Dono tak lupa pengabdiannya sebagai dosen di jurusan Sosiologi UI tetap ia laksanakan dengan baik.
Profil Dono Warkop: Sejak Kecil Hobi Membaca, Mengurangi Jam Main ke Luar Rumah
Menurut pengakuan tetangga sekaligus teman kecil Dono di kampung, salah satu pentolan anggota Warkop DKI ini sejak kecil hobi membaca dan jarang keluar rumah.
Pria dengan nama lengkap Drs. H. Wahjoe Sardono ini kerap menghabiskan waktu kecilnya di kamar. Ia gemar membaca dan menggambar. Berkali-kali ditanya ingin jadi apa, Dono menjawab “Ingin Jadi Wartawan”.
Artinya lelaki kelahiran Delanggu, Klaten Jawa Tengah, tanggal 30 September 1951 ini sudah mengaplikasikan hasil membacanya itu dalam imajinasi profesi menjadi seorang jurnalis.
Dono menyadari betul pekerjaan jurnalis merupakan pekerjaan yang mulia. Selain itu menjadi seorang wartawan juga bisa membuat pemikiran kritis terbentuk secara alami.
Pernyataan ini tepat, anak dari Cipto Sudiyo seorang Mantri Polisi di Klaten ini tumbuh menjadi dewasa yang kritis. Hobinya menulis investigasi dan mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggapnya menyimpang.
Baca Juga: Profil Kasino Warkop, Lucu dan Pintar Matematika
Sejarah Indonesia juga mencatat nama Dono pernah berdemonstrasi menentang kebijakan otoriter Orde Baru. Dengan gagah berani, pria yang bercita-cita menjadi wartawan ini pernah berfoto bersama tentara di tengah kerusuhan Malari 1974.
Karena hobinya mengkritik ini Dono banyak dianggap sebagai Mahasiswa intelektual. Oleh sebab itu, Guru Besar Sosiologi, Prof. Selo Soemardjan memberikan kepercayaan sebagai Asisten Dosen pada Dono ketika masih menjadi Mahasiswa di UI.
Komedian Menjadi Dosen Sosiologi di FISIP UI
Ketika Dono masih menjadi Mahasiswa dan sudah aktif bergabung menjadi penyiar radio lawak di Prambors, Prof. Selo Soemardjan mantan dosen yang mengangkatnya jadi asistennya mempromosikan Dono menjadi dosen tetap di FISIP UI.
Karena alasan pengabdian, Dono pun bersedia menerima tawaran itu. Akhirnya di sela-sela sibuk dalam film Komedi kala itu berjudul (Mana Tahan, 1979) Dono mengajar di kampus almamaternya.
Menurut dokumentasi almamater FISIP UI, nama Dono tercatat sebagai Mahasiswa yang lulus dengan judul skripsi ”Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Prestasi Murid di Sekolah: Studi Kasus SMP Negeri Desa Delanggu”.
Sementara kawan-kawan sekelasnya mengenal Dono sebagai “anak emas” Prof. Selo Soemardjan. Oleh sebab itu Dono mendapat kepercayaan menjadi Dosen di almamaternya. Selain karena itu Dono juga merupakan Mahasiswa berprestasi di FISIP UI (1970).
Dono lulus Sarjana Sosiologi sejak tahun 1978. Kelulusan Dono di FISIP UI membuat teman sekerjanya optimis, ia bisa melanjutkan S2 menggunakan beasiswa.
Memutuskan Menjadi Komedian
Ketika kolega kerjanya menyarankan Dono melanjutkan studi S2 menggunakan Beasiswa ke Amerika, pihak kampus setuju dan menunggu konfirmasi Dono.
Baca Juga: Profil Pelawak Ateng, Komedian Keturunan Tionghoa Pertama di Indonesia
Namun Dono menolak beasiswa tersebut. Ia memutuskan untuk menjadi komedian, dan berhenti menjadi dosen. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Rudi Badil dalam buku ”Warkop: Main-main Jadi Bukan Main” (2010).
Dono menolak tawaran beasiswa ke Amerika karena ingin menjaga Warkop DKI yang kala itu sedang naik daun. Ia percaya apabila Warkop DKI ditinggalkan Dono maka Kasino dan Indro akan “pincang”.
Oleh sebab itu Dono memilih untuk berjuang bersama dengan teman-teman yang telah membesarkan namanya di Warkop. Meskipun Dono menolak tawaran Beasiswa ke Amerika sebanyak dua kali, komedian asal Klaten ini tetap menempuh S2 di almamaternya.
Kini namanya terkenal sebagai salah seorang komedian intelektual asal Indonesia. Bahkan profil Dono Warkop sering bersanding dengan komedi besar asal Inggris Mr. Bean (Rowan Atkinson).
Begitulah sepenggal catatan mengenai riwayat hidup Dono Warkop. Namanya telah mewarnai jagad hiburan Indonesia hingga terkenal ke mancanegara. Dono komedian intelektual itu sudah berpulang pada 30 Desember 2001 akibat kanker paru-paru. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)