Artidjo Alkostar terkenal sebagai profil Hakim Agung yang tegas dan paling ditakuti para Koruptor. Ia juga adalah seorang hakim yang kharismatik dan tegas. Salah satunya dalam menjatuhkan hukuman pada koruptur yang tidak main-main.
Selain itu, Artidjo dikenal sebagai Hakim Agung yang kerap menambah vonis penjara tahanan koruptor dan menyetujui hukuman mati pelakunya.
Berbagai kasus korupsi banyak ditanganinya. Profil Artidjo Alkostar bagaikan sosok algojo yang apabila para terpidana korupsi mendengar namanya akan merinding ketakutan.
Ada satu cita-cita Artidjo yang belum sampai terpenuhi hingga akhir hayatnya. Cita-cita itu adalah menghukum mati para terdakwa korupsi.
Baca Juga: Profil Mochtar Apin, Seniman Modern Pejuang Kebebasan Berekspresi
Hal ini karena di Indonesia belum menerapkan undang-undang tersebut. Artidjo kemudian pensiun menjadi Hakim Agung pada tanggal 21 Mei 2018.
Meskipun sudah pensiun, Ia tetap aktif mengawasi koruptor dengan bergabung menjadi Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019-2023.
Profil Artidjo Alkostar, Algojo Koruptor di Indonesia
Artidjo Alkostar lahir di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 22 Mei 1948. Sejak kecil Artidjo diasuh oleh pola keluarga Madura, lantaran ibu dan ayah Hakim Agung Indonesia ini berasal dari Sumenep.
Ketika bersekolah pada masa kecil Artidjo dikenal sebagai murid yang pandai. Bahkan ketika lulus SMA Ia diterima menjadi salah satu Mahasiswa di Perguruan Tinggi tertua di Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia (UII).
Pria yang lahir bertubuh kecil namun pemberani ini terdaftar menjadi Mahasiswa UII pada jurusan Hukum pada tahun 1976. Semenjak kuliah teman-temannya mengenang Artidjo sebagai Mahasiswa yang kerap membuka diskusi dalam mengkritisi pemerintah.
Karena sikapnya yang kritis dan pengetahuan yang luas, Artidjo kemudian diterima menjadi Mahasiswa Magister (S2) di Northwestern University, di Chicago, Amerika Serikat pada tahun 2002.
Selama belajar untuk memperoleh gelar Magister hukum di Amerika Serikat, Artidjo rajin menulis dan mendiskusikan Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam Peradilannya di Indonesia.
Selain berdiskusi bersama dengan orang-orang Liberal tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Artidjo Alkostar juga pernah mengikuti program pelatihan pengacara (HAM) di Columbia University selama enam bulan.
Baca Juga: Soe Hok Gie, Aktivis Tionghoa Pendemo Sukarno
Sepulangnya dari pengembaraan mencari ilmu di Mancanegara, Artidjo pulang ke Indonesia dan menjadi pengajar Fakultas Hukum di almamater (UII).
Semenjak menjadi dosen di UII salah seorang Mahasiswanya bernama Eko Prasetyo mengungkapkan, Artidjo sebagai pengajar di Perguruan Tinggi yang mendukung Mahasiswanya demo.
Bahkan Artidjo kerap memberikan nilai A kepada Mahasiswa dan Mahasiswinya yang ikut berdemonstrasi ke jalan. Artidjo ingin melatih daya pikir kritis Mahasiswa dengan berguru langsung pada fenomena “Massa Aksi”.
Algojo Kejam Bagi Para Koruptor
Ketika nama Artidjo Alkostar pengajar peradilan Hak Asasi Manusia di Fakultas Hukum UII terkenal di berbagai corong media, pemerintah menaruh perhatian khusus padanya.
Tidak lama setelah itu Artidjo yang saat itu akan melanjutkan studi ke Amerika Serikat, diangkat menjadi Hakim Agung Republik Indonesia pada tahun 2002.
Menurut Artidjo Alkostar dalam bukunya berjudul, ”Pengadilan HAM, Indonesia dan Peradaban”, (2004) selama 18 tahun bekerja sebagai Hakim Agung, Artidjo sangat ditakuti oleh para terpidana korupsi.
Ia tidak tahu bagaimana bisa para terpidana korupsi itu bisa takut padanya. Padahal secara fisik Artidjo memiliki badan yang ramping. Ia juga berpenampilan layaknya bapak-bapak baik hati.
Belakangan baru diketahui mengapa Artidjo ditakuti banyak terpidana korupsi, ternyata Pria kelahiran Sumenep, Madura ini kerap menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor.
Baca Juga: Profil Mohammad Yamin, Penemu Raut Wajah Gadjah Mada
Bahkan Artidjo tak segan-segan menambah masa penjara koruptor yang membangkang. Sudah banyak pelaku korupsi yang ditambah hukumannya oleh Artidjo. Seperti para pelaku korupsi proyek Hambalang.
Artidjo dan pengabdiannya sebagai Hakim Agung tercatat pernah menyelesaikan banyak kasus. Adapun jumlah kasus yang pernah ditangani Artidjo sebanyak 19.708 kasus. Di dalamnya termasuk kasus besar seperti Suap Ketua MK dan Suap Daging Impor.
Selain menyelesaikan kasus mega proyek koruptor Hambalang dan Suap MK-Daging Impor, Artidjo juga pernah berkiprah membela kasus besar yang menyangkut HAM.
Seperti peristiwa pembunuhan wartawan Bernas Udin, peristiwa Cruz Timor Leste, dan Kecurangan Pemilu 1997 di Pamekasan Madura.
Tambahan Pidana Penjara Bagi Para Koruptor
Artidjo pernah menjatuhkan tambahan pidana penjara pada terpidana korupsi di Indonesia. Salah satunya kepada Anas Urbaningrum.
Koruptor proyek Hambalang ini pertama hanya divonis 7 tahun penjara. Namun setelah berhadapan dengan Hakim Agung: Artidjo Alkostar, vonis Anas ditambah menjadi 14 tahun penjara.
Artidjo tidak sepakat jika pelaku koruptor hanya dihukum kurang dari 7 tahun penjara. Sebab menurutnya pidana 7 tahun penjara itu cenderung singkat dan tidak memberikan efek jera.
Selain Anas Urbaningrum, nama lain yang pernah diperberat hukumannya lantaran kasus korupsi adalah Angelina Sondakh. Dari sebelumnya hanya 4 tahun penjara jadi 12 tahun penjara.
Terakhir pelaku korupsi yang berhadapan dengan Hakim Agung Artidjo Alkostar yaitu Atut Chosiyah.
Mantan Gubernur Banten yang pernah melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan di wilayahnya ini, pernah dijerat penjara 4 tahun. Namun karena mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung pada 2015, Artidjo menambahnya menjadi 7 tahun penjara.
Menurut Artidjo tidak ada pembelaan bagi terpidana korupsi yang telah terbukti secara jelas. Mereka juga tidak perlu mengajukan kasasi dalam proses Hakim Agung memvonis pelaku korupsi.
Apabila kasasi terus diajukan, Artidjo mengartikan terpidana korupsi ini tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Oleh karena itu sebagai “Hadiah” Artidjo menambah pidana penjara bagi para pelaku korupsi yang disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)