Sabtu, April 19, 2025
BerandaBerita TerbaruKapiten Arab di Indonesia, Mandor Asing yang Disegani Belanda

Kapiten Arab di Indonesia, Mandor Asing yang Disegani Belanda

Kapiten Arab di Indonesia (dulu Hindia Belanda) merupakan pejabat kolonial dari golongan Timur Asing. Tugas Kapiten Arab menjadi pengawas sekaligus pendorong golongan Hadramaut untuk melaksanakan kebijakan kolonial Belanda.

Sebagian pribumi menyebutnya dengan istilah “Mandor Arab”. Kedudukan mereka lebih tinggi dari pribumi, sebab Belanda segan dan hormat kepada Kapiten Arab.

Kapiten Arab adalah golongan komunitas Asing dari Hadramaut. Pemerintah kolonial Belanda mengangkat mereka menjadi seorang Mandor.

Baca Juga: Sejarah Orang Arab di Pekalongan, Warisi Kuliner dari Olahan Daging

Tugasnya memeriksa dan menjaga hubungan sosial masyarakat pribumi dengan komunitas Arab agar selalu baik. Selain itu pemerintah kolonial juga mengangkat Kapiten Arab untuk menjaga hubungan mereka tetap baik dengan orang-orang Eropa.

Dalam berbagai catatan sejarah kolonial, Kapiten Arab yang paling eksis dan terkenal disegani oleh Belanda berasal dari beberapa daerah di Jawa. Antara lain Kapiten Arab di Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, hingga ke Madura, dan Jawa Timur.

Sejarah Awal Munculnya Kapiten Arab di Indonesia

Munculnya Kapiten Arab tak terlepas dari kedatangan orang-orang Hadramaut yang berangkat dari Gujarat ke Nusantara sejak abad ke-13 Masehi.

Sebagian sejarawan berpendapat kedatangan mereka seiring dengan menyebar luasnya pengaruh Islam di tanah Jawa.

Sebelumnya bangsa Tionghoa terlebih dahulu mendiami wilayah Hindia Belanda jauh sebelum bangsa Eropa dan bangsa Arab datang.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, bangsa-bangsa asing seperti Arab memiliki kepentingan khusus dengan pemerintah kolonial.

Oleh sebab itu orang Belanda butuh perwakilan Arab yang fasih dan paham akan tujuan dari kepentingan mereka. Seperti menyebarluaskan informasi, dan ketertiban guna memelihara peraturan khusus bagi bangsa-bangsa Arab yang ada di Hindia Belanda.

Maka dari itu pemerintah kolonial memisahkan sebagian orang Arab yang dianggap loyal dengan pemerintah saat itu.

Mereka mendapatkan jabatan tinggi semacam Opsir (Pegawai Pemerintah) khusus yang mengurus kepentingan golongan mereka di Hindia Belanda. Adapun orang yang terpilih itu kemudian mendapat sebutan “Kapiten Arab”.

Kapiten Arab biasanya mempunyai rumah dan tanah yang luas. Mereka tinggal di sebuah perkampungan Arab bernama Pekojan. Menurut catatan Alwi Shahab dalam buku berjudul ”Saudagar Baghdad dari Betawi”, (2004) kedatangan mereka di pemukiman Arab (Pekojan) diketahui sejak awal abad ke-18 Masehi.

Baca Juga: Profil Charles Tambu, Diplomat Indonesia di PBB Asal Srilanka

Tepatnya pada tahun 1844, hal ini tercermin dari lahirnya Kapiten Arab di berbagai Pekojan yang ada di Jawa. Bahkan catatan Belanda menyebut sebagian Kapiten Arab ada yang dihormati Belanda, antara lain di daerah Batavia (Jakarta) dan Pekalongan, Jawa Tengah.

Memisahkan Komunitas Arab dari Penduduk Asli

Berdasarkan tiga hukum konstitusi dalam kebijakan kolonial Hindia Belanda, terdapat tiga golongan ras yang dibedakan berdasarkan kelas sosial berikut.

Kelas paling atas golongan Eropa, kelas dua Timur Asing (Arab, Tionghoa, India, dst), dan yang terakhir golongan Inlanders (pribumi asli). Kebijakan ini yang mengakibatkan tiga golongan di atas ini berjauhan. Bahkan komunitas Arab di Hindia Belanda memisahkan diri dari lingkungan pribumi.

Selain akibat tiga kelas sosial yang berlawanan, tujuan pemisahan bangsa Arab dengan pribumi di Hindia Belanda juga karena pengawasan kolonial terhadap orang Islam dari Hadramaut.

Pemerintah kolonial berupaya memeriksa seluruh jumlah imigran dari sana supaya tidak mengakibatkan kekacauan dan mempengaruhi pribumi memberontak.

Namun Belanda memperhalus tujuan tersebut supaya tidak menyinggung komunitas Arab. Pemerintah kolonial mengaku memisahkan komunitas Arab dari penduduk asli (Pribumi) agar budaya mereka tidak terganggu oleh ada dan tradisi pribumi yang masih mengutamakan hal-hal yang mistik.

Pemerintah kolonial juga memperhalus tujuan itu dengan cara mengangkat perwakilan komunitas Arab menjadi pegawai pemerintah yakni, Kapiten Arab.

Baca Juga: Sejarah Kantor Pos Indonesia, Administrasi Persuratan Belanda Abad 17

Kapiten Arab juga dipilih tidak sembarangan. Pemerintah kolonial cerdas memilih calon Kapiten Arab dengan cara merekrut orang Arab yang bukan dari golongan Sayyid (Keturunan Nabi Muhammmad SAW).

Menurut Belanda apabila Kapiten Arab diangkat dari golongan Sayyid maka mereka akan mudah menggorganisir massa agar melawan ketidak adilan yang mengakibatkan kekacauan dalam struktur birokrasi kolonial.

Orang Belanda kerap menghormati mereka karena takut golongan Arab mendominasi golongan Eropa.

Eksistensi Kapiten Arab di Berbagai Daerah Indonesia

Masih menurut Alwi Shahab eksistensi Kapiten Arab di Indonesia, dapat kita temukan di beberapa daerah di pulau Jawa. Kapiten Arab di Indonesia saat itu tersebar di Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Gresik, Surakarta, Pasuruan, Bangil, Sumenep, Lumajang, Besuki, dan Banyuwangi.

Pemerintah kolonial Belanda menghormati hampir seluruh Kapiten Arab yang ada di daerah tersebut. Mereka seperti raja di tanah orang Asing, sebab kasta orang Arab juga lebih tinggi dari pada pribumi.

Eksistensi kejayaan Kapiten Arab meningkat tatkala Belanda berhasil memerintah negeri jajahan selama 350 tahun. Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan menjelang Perang Dunia II (1942-1945) eksistensi Kapiten Arab di berbagai daerah itu pun melemah.

Selain karena Hindia Belanda mengalami kebangkrutan, melemahnya profesi sebagai Kapiten Arab juga terjadi akibat generasi mereka sudah banyak yang tercampur. Salah satunya generasi Arab yang berstatus peranakan (Muwallad).

Kedudukan mereka kurang diterima sebagai pemimpin, sementara golongan Arab yang asli hampir hilang dan tidak ada sama sekali.

Oleh sebab itu hingga hari ini golongan Arab yang dahulu pernah berjaya menjabat sebagai Kapiten Arab sudah hilang dan menjadi golongan Arab campuran yaitu Wulayti. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

384 Calon Jamaah Haji Asal Pangandaran Berangkat 15 Mei, Kemenag Pastikan Semuanya Sudah Siap

384 Calon Jamaah Haji Asal Pangandaran Berangkat 15 Mei, Kemenag Pastikan Semuanya Sudah Siap

harapanrakyat.com,- Sebanyak 384 calon jamaah haji asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, mengikuti proses manasik haji di Islamic Center Cijulang, Sabtu (19/4/2025). Para calon jamaah...
Juara Liga 1 2024/2025

Skenario dan Strategi Persib untuk Bisa Back to Back Juara Liga 1 2024/2025

Langkah Persib Bandung menuju juara Liga 1 2024/2025 tampak semakin mulus. Apalagi Persib telah meraih kemenangan dari Bali United pada laga Jumat (18/4/2025) kemarin. Kemenangan...
Model Majalah Dewasa

Dipolisikan Ridwan Kamil, LM Mantan Model Majalah Dewasa Terancam Penjara 14 Tahun

Mantan model majalah dewasa, LM (Lisa Mariana) terancam hukuman penjara selama 14 tahun, usai dilaporkan Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jabar, ke Bareskrim Mabes Polri,...
Demi Nyoblos di PSU Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Sejumlah Pemilih Sakit dan Pingsan di TPS

Demi Nyoblos di PSU Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Sejumlah Pemilih Sakit dan Pingsan di TPS

harapanrakyat.com,- Demi nyoblos di Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, sejumlah pemilih jatuh sakit sampai pingsan di TPS. Seperti yang AI Sri...
Paslon Bupati Tasikmalaya

Tiga Paslon Bupati Tasikmalaya Nyoblos di Kampung Halaman, Optimis Menang

harapanrakyat.com,- Tiga pasangan calon (paslon) Bupati Tasikmalaya nyoblos di kampung halamannya masing-masing. Ketiganya optimis mampu meraup suara di Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten...
Rumah Warga Sumedang Rusak

Cerita Warga Sumedang Rumah Rusak karena Angin Puting Beliung, Terpaksa Mengungsi

Harapanrakyat.com - Pasca angin puting beliung yang menerjang dua Desa di wilayah Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada Jumat (18/4/2024) sore kemarin, masih...