H Salahuddin bin Talabuddin merupakan figur seorang pejuang yang patut mendapat sebutan “Haji Merah”. Hal itu karena perjuangannya dalam melawan penjajah saat bergabung dengan Syarikat Islam (Merah) di Maluku Utara.
Bergabungnya H. Salahuddin bin Talabuddin dengan Syarikat Islam (Merah) tak lepas dari profesinya sebagai pedagang. Anggota dari organisasi ini memang para pedagang yang memiliki kepentingan persatuan dan memonopoli para pedagang pribumi.
Namun seiring berkembangnya zaman, Syarikat Islam (Merah) dibenturkan oleh Belanda sebagai organisasi politik yang bertujuan untuk memperoleh kebebasan golongan bumiputera dalam berbagai bidang: politik, sosial, budaya, dan ekonomi.
Baca Juga: Dokter Soeharto: Pendamping Sukarno, Pahlawan Nasional 2022
Hal inilah yang membuat H. Salahuddin bin Talabuddin menjadi pejuang kemerdekaan. Karena mentalnya yang berani, pada tahun 1928 Ia juga terlibat dalam pemberontakan terhadap Belanda di Maluku Utara.
Akibatnya, H. Salahuddin bin Talabuddin ditangkap. Ia kemudian diasingkan ke berbagai wilayah terpencil Nusantara seperti: Boven Digoel Papua dan Sawah Lunto di Sumatera Barat.
Pada tahun 2022 nama H. Salahuddin bin Talabuddin masuk dalam daftar tokoh bangsa yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo. Bagaimana sejarah lengkap hidup H. Salahuddin? Berikut ulasannya.
Profil H. Salahuddin bin Talabuddin
H. Salahuddin bin Talabuddin lahir di desa Gemia, Kabupaten Patani, Maluku Utara pada tahun 1874.
Meskipun belum banyak referensi ilmiah yang membahas mengenai kehidupan pribadinya, namun dari namanya yang Islami H. Salahuddin bisa disebut tokoh Nasional yang berasal dari keluarga yang religius.
Semenjak kecil, remaja, hingga dewasa, H. Salahuddin bin Talabuddin selalu menekuni segala perbuatannya berdasarkan ajaran agama Islam. Oleh sebab itu Ia tumbuh menjadi dewasa yang berkepribadian Islami.
Keluarga H. Salahuddin bin Talabuddin terkenal ketat dalam mendidik anak-anaknya. Namun, meskipun dididik dari keluarga yang keras, H. Salahuddin tumbuh menjadi dewasa yang penyayang.
Apabila ada faktor lain yang bisa membuat dirinya marah karena kesalahan, H. Salahuddin bin Talabuddin akan marah dan memberontak. Salah satunya marah pada pemerintahan dzalim kolonial Hindia Belanda di Maluku Utara.
Perjuangan H. Salahuddin bin Talabuddin di Maluku Utara
Sejak tahun 1918-1923 H. Salahuddin bin Talabuddin mengalami masa-masa pengasingan. Hal ini terjadi akibat perjuangannya mengusir penjajah melalui berbagai cara, salah satunya dengan cara memimpin pemberontakan.
Pada tahun 1923 H. Salahuddin bebas dari pengasingannya di Boven Digoel, bukannya kapok akan perbuatannya, Ia justru menentang balik pemerintah Kolonial Belanda dengan melanjutkan perjuangannya dalam SI (Merah).
Bahkan pada tahun 1938, H. Salahuddin bin Talabuddin bergabung dengan organisasi baru berhaluan politik jalur keras bernama Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Dalam GAPI, H. Salahuddin tampak dituakan oleh seluruh anggotanya yang ada di Maluku Utara. Maka dari itu beliau cenderung semangat karena mudah mengelola massa untuk melakukan agitasi perjuangan memperoleh kemerdekaan.
Pada zaman penjajahan Jepang tak banyak referensi yang membahas kiprah lanjutan dari H. Salahuddin bin Talabuddin. Namun pada tahun 1946-1948 namanya kembali muncul sebagai pejuang Republik dalam Syarikat Jamiatul Iman Wal Islam.
Beliau gugur di medan perang. Beberapa saksi sejarah dari peristiwa gugurnya H. Salahduddin bin Talabuddin disebabkan oleh kebijakan Agresi Militer untuk mengeksekusi pimpinan Syarikat Jamiatul Iman Wal Islam karena berbahaya.
Baca Juga: Haji Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional 2022 dari Sukabumi
Haji Merah dan Ideologi H. Salahuddin bin Talabuddin
Menurut Nor Hiqmah dalam buku berjudul ”H.M. Misbach: Kisah Haji Merah” (2008), ideologi H. Salahuddin bin Talabuddin ketika bergabung dengan Syarikat Islam (Merah) sama dengan gagasan dan pemikiran H. M. Misbach di Jawa.
Mereka sama-sama memperjuangkan hak orang miskin. Dengan istilah beken waktu itu yakni, sama-sama memperjuangkan golongan proletariat. Bahkan ada yang menyatakan gerakan ini sama dengan gerakan yang ada dalam ajaran agama Islam.
Dengan demikian sudah menjadi kewajiban yang perlu diperjuangkan oleh umat Islam, apalagi oleh golongan-golongan tokoh yang religius.
Maka tak heran H.M. Misbach dengan H. Salahuddin bin Talabuddin memiliki peran yang sama. Sebab mereka sama-sama lahir dari kalangan keluarga yang Islami.
Selain bentuk perjuangan yang sama, akhir dari pada perjuangan mereka pun hampir ada kesamaan. H. Salahuddin bin Talabuddin dan H.M. Misbach sama-sama pernah mengalami pengasingan pada zaman Belanda.
Pemerintah kolonial menganggap mereka berdua berbahaya. Dua bumiputera yang bertujuan untuk meruntuhkan dinasti kolonial Belanda di Maluku dan Jawa.
Bedanya H.M. Misbach meninggal dalam pengasingan akibat sakit, sementara H. Salahuddin bin Talabuddin wafat karena dieksekusi Belanda pada masa revolusi fisik tahun 1946-1948.
Karena perjuangannya yang rela mengorbankan dirinya sendiri demi kemerdekaan bangsa Indonesia, maka pemerintah Joko Widodo tahun 2022 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada H. Salahuddin bin Talabuddin pada 7 November 2022. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)