Sejarah wabah Malaria di Pangandaran pada tahun 1935 menjadi perhatian menarik untuk kita telusuri lebih dalam lagi. Peristiwa yang jadi bagian dari sejarah Pangandaran ini ternyata akibat dari penggundulan hutan. Lantas bagaimana pemerintah kolonial Belanda saat itu mengatasi wabah malaria?
Peristiwa bersejarah ini tercantum dalam sebuah surat kabar berbahasa belanda bernama, “Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie” tahun 1935, dengan tajuk “Malariate Pangandaran”.
Dalam koran tersebut terdapat kabar wabah Malaria yang menjangkiti penduduk Pangandaran dan sangat memprihatinkan.
Banyak korban Malaria yang meninggal dunia secara tiba-tiba. Bahkan korban yang terkena Malaria ini tidak hanya penduduk lokal, akan tetapi para pejabat Belanda setempat. Termasuk juga para pelancong yang sedang plesiran di Pantai Pananjung.
Baca Juga: Banjir di Padaherang Pangandaran 1939, Kalipoetjang Tenggelam!
Berikut penjelasan bagaimana wabah Malaria menjangkiti banyak korban di Pangandaran pada tahun 1935, dan solusi pemerintah kolonial dalam mengatasi masalah tersebut.
Sejarah Wabah Malaria di Pangandaran Tahun 1935
Wabah Malaria yang pernah terjadi tahun 1935, bukanlah sejarah wabah yang pertama kali terjadi di Pangandaran.
Alasan tersebut ada karena pada tahun 1918 di daerah Kalipucang sampai ke Parigi terdapat jenis wabah yang lebih mematikan dari Malaria yaitu, wabah penyakit Kolera.
Berita dalam koran Belanda “De Indier”, pada tanggal 25 Mei 1918 berjudul “Cholera onder S.S personeel”, menyebut penyakit ini sangat berbahaya dan mematikan.
Salah satu korbannya adalah petugas pembangunan rel Kereta Api jalur Banjar-Parigi. Jumlah keseluruhan korban meninggal dunia karena Kolera pada hari tersebut sebanyak 15 petugas proyek Kereta Api. Kebanyakan korban adalah orang-orang pribumi.
Sementara wabah Kolera masih tinggi, tak lama kemudian muncul wabah baru di Pangandaran. Penularan wabah tersebut akibat Nyamuk yaitu wabah Malaria.
Penularan Malaria tidak kalah bahayanya seperti Kolera. Sebab banyak penduduk yang meninggal dunia mendadak tatkala kena sengatan nyamuk Malaria.
Karena penularan wabah Malaria yang semakin cepat, pemerintah kolonial setempat akhirnya memutuskan untuk mengisolasi daerah Pangandaran dari seluruh aktivitas sehari-hari seperti berwisata ke pantai Pananjung.
Baca Juga: Kebakaran Hutan di Mojokerto 1891-1925, Penggembala Kambing Jadi Tersangka
Penyebab Malaria Akibat Deforestasi Hutan
Ketika pemerintah kolonial meneliti penyebab terjadinya wabah malaria, ternyata salah satu penyebabnya yang paling utama yaitu karena terjadi penggundulan hutan (Deforestasi) secara besar-besaran untuk kepentingan pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi.
Selain menimbulkan kerusakan ekosistem hutan, nyamuk Malaria ini juga berkembang biak karena genangan air yang tidak terserap dengan baik oleh kontur tanah yang kekurangan pepohonan.
Maka dari itu nyamuk berbahaya dan mematikan seperti Malaria ini dengan cepat beranak-pinak, dan menjadi masalah bagi sanitasi masyarakat Pangandaran yang terbentang dari perbatasan Banjar sampai dengan daerah Parigi.
Pemerintah kolonial akhirnya membuat program reboisasi hutan. Mereka menuntut pemilik proyek jalur Kereta Api Banjar-Parigi yang bersumber dari dana Perusahaan Swasta, untuk bertanggungjawab atas deforestasi hutan yang terjadi selama pembangunan jalur kereta.
Mengisolasi Pananjung
Menurut surat kabar “Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie” tahun 1935, dengan tajuk “Malaria te Pangandaran”, ketika wabah nyamuk Malaria ini tinggi, dengan terpaksa pemerintah Kolonial setempat menutup sementara (isolasi) kawasan pantai Pananjung dari para pelancong.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan wabah Malaria di Pangandaran yang bisa berdampak pada daerah lain.
Apalagi saat itu sedang musim hujan, cuaca yang sangat mendukung berkembang biaknya nyamuk Malaria.
Baca Juga: Wabah Beri-Beri di Belitung Zaman Kolonial, Dibawa Kuli Timah dari Cina
Himbauan pada seluruh masyarakat, dan pelancong yang akan berlibur ke Pantai Pananjung di Pangandaran pun terus disiarkan.
Salah satunya melalui laporan seorang petugas kesehatan yang sedang meneliti Malaria di Pangandaran pada tanggal 7 Januari 1935.
Petugas kesehatan itu mengabarkan kondisi pantai pananjung yang sedang tidak baik-baik saja. Mda banyak korban yang meninggal dunia karena nyamuk malaria.
Mereka yang menjadi korban kebanyakan ada di daerah Kalipucang dan Parigi. Hal ini terjadi karena di daerah tersebut merupakan titik deforestasi hutan yang terjadi akibat proyek pembangunan kereta Api jalur Banjar-Parigi. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)