Sejarah preman zaman Belanda memang belum banyak terungkap oleh berbagai literasi ilmiah. Hal ini karena sulitnya sumber untuk bahan penelitian.
Namun di tangan peneliti sejarah Suhartono, fenomena sosial yang terkenal karena aksi kriminalitas ini terungkap secara gamblang.
Secara garis besar Suhartono mengungkapkan aksi premanisme era Belanda ini terjadi akibat munculnya kebijakan pemerintah kolonial yaitu Tanam Paksa pada tahun 1830.
Kala itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda dijabat oleh Johannes Van den Bosch. Kebijakan ini mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat sebab dampaknya merugikan pribumi.
Kerugian tersebut terjadi karena sistem Tanam Paksa menciptakan ketetapan pajak yang tinggi bagi para petani. Selain pajak tinggi, penduduk agraris di pulau Jawa pun wajib menjual seluruh hasil perkebunannya pada Belanda dengan harga yang murah.
Baca Juga: Bandit Era Kolonial Paling Sakti Berasal dari Banten, Disegani Belanda
Sikap Belanda yang menindas seperti inilah kemudian menimbulkan fenomena sosial yang dekat dengan aksi kriminalitas.
Krisis pangan dan ekonomi akibat peraturan Tanam Paksa membuat sebagian masyarakat desa bekerja sebagai pencoleng, rampok, dan kelompok pemeras.
Sejarah Preman Zaman Belanda dan Tanam Paksa yang Merugikan
Menurut Suhartono dalam buku “Bandit-Bandit Pedesaan: Studi Historis 1850-1942” (2010), Tanam Paksa merupakan tolok ukur utama munculnya sejarah preman zaman Belanda di Indonesia sekarang.
Dengan kata lain kemiskinan atau krisis ekonomi yang berlarut-larut membuat sebagian golongan masyarakat berani melakukan aksi kriminalitas untuk memperoleh pendapatan.
Fenomena sosial ini pertama kali terjadi pada era Tanam Paksa. Saat itu pribumi mengalami tekanan yang tiada henti dari pemerintah kolonial Belanda.
Mereka terpaksa menanam jenis tanaman komoditi dan menjual hasil panennya pada Belanda dengan harga yang relatif murah. Selain itu, para petani rempah juga dikenakan pajak yang tinggi dari pada penghasilan mereka per bulannya.
Alhasil kemiskinan terjadi di mana-mana. Para pribumi kesulitan mencari pendapatan yang layak. Makan pun seadanya bahkan kelaparan karena tidak punya persediaan logistik yang memadai.
Hidup serba sulit ini membuat sebagian orang nekat melakukan tindakan kriminal seperti merampok dan membegal orang-orang Belanda yang saat itu punya banyak harta.
Selain merampok orang Belanda, para preman ini juga secara terang-terangan memalak penduduk desa yang memiliki kekayaan lebih tinggi dari pribumi biasa.
Baca Juga: Sejarah Tanaman Lada, Komoditi Mahal dan Paling Dicari Bangsa Eropa
Aksi pemalakan terkadang diwarnai dengan kekerasan, bahkan para preman tak segan-segan menghabisi nyawa orang tersebut apabila tidak memberikan apa yang diinginkan si preman serta berusaha melawan.
Kekerasan sadis antar pribumi ini secara tidak langsung akibat kebijakan tanam paksa Belanda. Orang-orang Eropa itu membuat peraturan ini secara sengaja, tujuannya jelas untuk mengadu domba penduduk agar tidak ada semangat persatuan sebagai bangsa yang sama.
Pemerintah Kolonial Memberdayakan Preman
Karena merasa teknik devide et impera (politik adu domba) berhasil memecah belah golongan pribumi agraris di pulau Jawa, Belanda kemudian mencoba memberdayakan premanisme untuk saling bekerja sama ke arah yang lebih jauh lagi.
Pemerintah kolonial Belanda merekrut para jagoan (preman) ini menjadi anak buah orang-orang Eropa. Biasanya mereka bertugas mengamankan sesuatu dari serangan preman lain.
Seperti menjaga perkebunan besar milik orang-orang Eropa di daerah Priangan. Preman yang paling jago di sekitar kampung perkebunan ini biasanya akan direkrut menjadi penjaga di sana.
Dengan mengandalkan preman paling jago, setidaknya tidak akan ada aksi kriminal di sekitar perkebunan. Hal itu karena Belanda sudah memperkerjakan dan membayar si komandan preman sudah dengan bayaran yang lumayan mahal.
Baca Juga: Sejarah Kriminal di Batavia, Dahulu Preman Disebut Jago
Selain menjadi penjaga perkebunan, para preman ini juga kerap dipekerjakan oleh pribumi kaya (bangsawan) untuk menjadi mata-mata. Biasanya si preman akan memberikan informasi rahasia dari musuh bosnya.
Salah satu rahasia yang biasa dicari preman adalah rahasia kekebalan para jagoan yang memberontak Belanda beserta bawahannya yang merupakan pribumi kaya (bangsawan).
Peristiwa ini sama dengan legenda Si Pitung. Jagoan asal Betawi yang memberontak Belanda namun kalah akibat kekebalannya luntur karena rahasia ilmunya terbongkar.
Cerita legenda Si Pitung menyebut ada mata-mata preman yang membocorkan rahasia kekebalan Si Pitung. Jagoan Betawi ini akan mati apabila Belanda menembaknya dengan peluru emas.
Rahasia ini pun benar, Belanda berhasil meringkus Si Pitung dalam keadaan tak bernyawa karena bantuan preman.
Oleh karena itu banyak juga preman di Batavia yang menjadi pejabat urusan keamanan oleh pemerintah kolonial. Mereka kemudian semakin “besar kepala” dan bertindak sewenang-wenang karena merasa punya prestise yang tinggi daripada pribumi biasa.
Premanisme Merugikan Kehidupan Pribumi
Karena memiliki prestise yang tinggi dari pribumi biasa, para preman bertindak sewenang-wenang pada penduduk desa terutama para petani di kampung.
Golongan petani menjadi sasaran utama preman untuk memperoleh pendapatan sampingan. Mereka biasa memalak padi setelah para petani panen.
Beras hasil malak ini kemudian dijual oleh para preman pada pengepul orang-orang Tionghoa di kota. Penghasilan mereka pun berlipat, sebab selain menjual padi dari hasil malak para preman ini juga memiliki pendapatan pokok dari pemerintah kolonial.
Dengan catatan si preman merupakan orang suruhan kolonial. Belanda mengangkatnya sebagai pegawai urusan keamanan perkebunan dengan sebutan Centeng.
Tugasnya menarik pajak, tak jarang mereka juga arogan seperti orang-orang Belanda. Menarik pajak dengan cara paksa dan kekerasan. Banyak para petani yang lemah di hajar oleh para preman kesayangan Belanda.
Kejadian ini sering terjadi khususnya di daerah perkebunan teh di Jawa Barat. Selain kekerasan saat menarik pajak, para preman bahkan terlibat pembunuhan.
Meskipun belum ada yang tahu secara pasti apa motif para preman ini membunuh sesama pribumi, yang jelas peristiwa ini menggambarkan arogansi jagoan yang terjadi sejak awal abad ke XIX.
Beberapa catatan sejarah Indonesia mengatakan aksi premanisme seperti ini kerap terjadi di daerah Banten. Wilayah yang masuk kekuasaan Priangan ini terkenal sebagai daerah penghasil jagoan. Bahkan hingga saat ini Banten terkenal memiliki penduduk yang kebal senjata. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)