Jika Anda orang Tasikmalaya, apakah sudah tahu jika dulu nama kota Anda adalah Soekapoera (Sukapura)? Saat ini orang jarang mengetahui sejarah mengenai pergantian nama Sukapura jadi Tasikmalaya.
Sebagian besar masyarakat asli Tasikmalaya sendiri pun mungkin tidak tahu sejarah awal nama daerah asalnya dulu yakni Sukapura.
Menurut catatan sejarah kolonial Belanda, pergantian nama Soekapoera ke Tasikmalaya pertama kali terjadi pada tahun 1913. Namun sebagian pendapat juga ada yang menyebut pergantian nama ini terjadi pada tahun 1914.
Terlepas dari mana yang benar, nyatanya pemerintah kolonial untuk wilayah Priangan Timur baru meresmikan nama Tasikmalaya sebagai ganti pemerintahan Sukapura pada tahun 1933.
Peresmian perubahan nama ini berbarengan dengan Peringatan Hari Jadi Sukapura cikal-bakal Tasikmalaya yang ke-300 tahun (1632-1932).
Baca Juga: Bupati Sastrawinata, Tokoh yang Ganti Nama Galuh Jadi Ciamis
Sejarah Latar Belakang Pergantian Nama Sukapura Jadi Tasikmalaya
Menurut kalangan sejarawan yang meneliti sejarah lokal di Tasikmalaya, dahulu pemerintahan di kawasan ini bernama Soekapoera (Sukapura).
Sukapura sebagai salah satu wilayah di Priangan Timur sebelum tahun 1901 pernah membawahi beberapa daerah yang cukup luas. Wilayah kekuasaan Sukapura saat itu meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Banjar, hingga ke Pangandaran.
Namun seiring dengan perkembangan zaman nama Sukapura yang menguasai daerah luas berikut berganti nama menjadi Tasikmalaya.
Hal ini karena proses penyederhanaan wilayah kekuasaan Sukapura yang dinilai terlalu luas, dan hanya dipimpin oleh satu Regent (Bupati).
Dengan kata lain, perubahan nama Sukapura menjadi Tasikmalaya ini bermaksud untuk memfokuskan kerja penguasa lokal. Tujuannya agar seluruh wilayah di kawasan Priangan Timurr diperhatikan dan terjaga.
Seiring dengan pergantian nama pada tahun 1914, maka pemerintahan Sukapura sudah tidak membawahi beberapa kabupaten lagi.
Artinya wilayah Sukapura yang berubah menjadi Tasikmalaya ini hanya bertanggung jawab mengurusi daerahnya sendiri.
Peristiwa ini terjadi saat pemimpin Sukapura Raden Tumenggung Wiradiningrat memindahkan kabupatennya dari Manonjaya, ke suatu kawasan yang lebih terbuka. Saat ini Kawasan tersebut jadi wilayah Kota Tasikmalaya.
Baca Juga: Raden Arsjad Prawiraatmadja, Pamong Belanda yang Bela Pribumi
Resmi Berganti Nama pada Peringatan Hari Jadi Sukapura ke-300 Tahun
Kendati pun catatan kolonial menyebut perubahan nama dari Sukapura ke Tasikmalaya terjadi pada tahun 1913-1914, namun sebenarnya nama Tasikmalaya diperkenalkan secara resmi baru pada tahun 1933.
Peresmian ini karena pemerintah kolonial merayakan nama Tasikmalaya sebagai daerah administratif masyarakat Sukapura yang baru. Seiring dengan peringatan hari jadi Sukapura yang ke-300 tahun.
Meskipun pada faktanya perayaan ini telat, sebab umur Sukapura yang genap mencapai 300 tahun ada di tahun 1932, sementara pemerintah kolonial baru mengadakan acara ini pada awal September 1933.
Pernyataan ini sebagaimana mengutip berita dari koran Belanda, De Locomotief yang bertajuk “Van Andere Provincies: Viervoudig Feest in Tasikmalaja”, pada tanggal 28 Oktober 1932.
Menurut koran tersebut, pemerintah kolonial bagian Priangan Timur sudah menyiapkan pesta yang besar untuk peringatan Hari Jadi Sukapura ke-300.
Sebagian dari rakyat Tasikmalaya diundang untuk menghadiri pesta yang menghibur mereka. Sementara pejabat lain diundang dengan perjamuan khusus sebagaimana yang dilakukan oleh budaya Eropa pada umumnya.
Memperingati Hari Pensiun Wiratanoeningrat
Selain memeriahkan acara peresmian perubahan nama Sukapura jadi Tasikmalaya, acara peringatan 300 tahun hari jadi Sukapura juga bermaksud untuk memeriahkan perpisahan masa tugas dari mantan bupati Tasikmalaya periode tahun 1908-1933.
Regent yang terkenal sebagai pejabat daerah dengan masa jabatan sampai 32 tahun berturut-turut ini bernama Bupati Wiratanoeningrat.
Masyarakat Tasikmalaya kala itu mengenal figur Wiratanoeningrat sebagai pemimpin yang mengayomi rakyatnya.
Sebagaimana intelektual pada zaman itu, Bupati Wiratanoeningrat ini juga terkenal sebagai pribadi yang baik, menguasai tata krama sebagai orang terpandang akibat lahir dari golongan menak (ningrat) Sunda.
Alhasil karena mendapatkan respon yang baik dari rakyatnya, banyak yang merindukan kepemimpinan Bupati Wiratanoeningrat.
Baca Juga: Bupati Ciamis RAA Sastrawinata: Dihormati Belanda, Dibenci Rakyat
Terutama kerinduan masyarakat Tasikmalaya terhadap kebijakan Wiratanoeningrat yang masih ada dalam garis kemanusian. Meskipun akrab dengan sistem politik feodal yang kerap memberatkan masyarakat miskin.
Dukungan ini terlihat dari jumlah antusias masyarakat Tasikmalaya yang datang di acara peringatan 300 tahun Sukapura. Sekaligus merayakan perpisahan masa purna jabatan Bupati Wiratanoeningrat sebagai pemimpin Tasikmalaya yang dicintai rakyatnya.
Sedangkan sebagian besar masyarakat Tasikmalaya yang hadir bersamaan dengan tamu-tamu kolonial (Eropa) ini menonton pesta rakyat di tengah-tengah kantor administrasi daerah.
Meskipun sama-sama menonton, apalagi sebagian besar masyarakat yang fanatik terhadap kepemimpinan Bupati Wiratanoeningrat, ada perbedaan yang mencolok pada tempat yang tersedia untuk para tamu undangan.
Tamu-tamu Eropa di kursi kursi, sementara para Inlanders (pribumi) duduk lesehan di bawah tanah. Mereka duduk tanpa sehelai alas yang menghalangi kulit mereka dari sentuhan tanah secara langsung.
Itulah sejarah latar belakang pergantian nama Sukapura jadi Tasikmalaya berdasarkan koran Belanda De Locomotief bertajuk “Van Andere Provincies: Viervoudig Feest in Tasikmalaja”, tanggal 28 Oktober 1932. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)