Riwayat hidup Buya Hamka sangat inspiratif. Ia terkenal sebagai profil ulama dengan segudang ilmu agama menjadi inspirasi banyak orang.
Selain memiliki segudang ilmu agama, rupanya nama Buya Hamka juga dikenal oleh banyak orang sebagai figur tokoh nasional yang ahli dalam berbagai bidang. Dengan kata lain Buya Hamka merupakan ulama yang serba bisa.
Beberapa bidang ilmu yang Buya Hamka kuasai seperti, Ilmu Agama, Ilmu Kependidikan, Ilmu Kesusastraan, dan Ilmu Kebudayaan. Semua bidang keilmuan ini dijalani oleh beliau dengan sepenuh hati.
Oleh sebab itu tak aneh apabila Buya Hamka mendapat julukan dari orang-orang sebagai ulama yang serba bisa.
Baca Juga: KH Mas Mansyur, Kolumnis Muhammadiyah yang Anti Kemusyrikan
Bahkan semenjak remaja, teman-temannya menjuluki Buya Hamka sebagai seorang Pujangga. Tentu ini merupakan salah satu bukti prestasi Buya Hamka yang layak mendapatkan julukan Ulama serba bisa.
Menurut Buya Hamka sendiri, keterampilan beliau dalam berbagai bidang karena pergaulannya yang tidak terbatas zaman.
Sebagaimana pepatah mengatakan, banyak teman banyak rejeki itu benar. Sebab Buya Hamka sendiri merasakan banyak teman maka rejeki juga banyak.
Rejeki tersebut bukan sebatas materi, namun juga dalam bentuk pengetahuan dan bakat menjadi seorang pendidik, sastrawan, budayawan, bahkan menjadi ulama.
Selain terkenal sebagai figur ulama yang serba bisa, nama Buya Hamka juga merupakan tokoh nasional yang menjadi contoh keteladanan generasi bangsa.
Sebut saja ketika pemerintahan presiden Sukarno menjebloskannya ke penjara. Buya Hamka tidak lantas marah, Ia justru menjadi imam salat jenazah sang Presiden ketika wafat terlebih dahulu.
Riwayat Hidup Buya Hamka yang Menginspirasi
Menurut Ibnu Ahmad Al Fathoni dalam buku berjudul, Biografi Tokoh Pendidik dan Revolusi Melayu Buya Hamka, (2015), ulama bernama Asli Haji Abdul Malik Karim Amrulloh ini lahir pada tanggal 16 Februari 1908, di Maninjau, Sumatera Barat.
Nama Hamka merupakan singkatan dari nama panjangnya tadi yakni, Haji Abdul Malik Karim Amrulloh.
Sedangkan panggilan Buya berasal dari tradisi sosial di Minangkabau untuk menyebut “Ayahku” yaitu Abuya.
Buya Hamka lahir dari keluarga yang taat agama. Ayahnya bernama Syech Abdul Karim Ibn Amrulloh merupakan pelopor gerakan pembaharuan Islam di Sumatera Barat, seperti KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, atau biasa disebut dengan gerakan Islah-Tajdid.
Sebagian orang mengenal ayah Buya Hamka dengan sebutan Haji Rosul. Sejak kecil sampai remaja Haji Rosul mendidik anak-anaknya termasuk Hamka untuk menjadi anak yang soleh, dan contoh bagi umat Islam di Indonesia pada masa mendatang.
Baca Juga: Kasman Singodimedjo, Jaksa Agung Pertama RI yang Religius
Haji Rosul mengajarkan Hamka dengan berbagai cara pendidikan agama. Namun sebagaimana kebanyakan orang tua zaman dulu, Haji Rosul memasukkan anak-anaknya ke pesantren. Di Pesantren, Hamka belajar kitab klasik seperti Nahwu, Mantiq, Fiqih dengan cara hafalan.
Oleh sebab itu kebiasaan teknik belajar demikian ini membuat pengetahuan Hamka ketika dewasa semakin terasah dengan baik. Maka dari itu, Buya Hamka mengaku tidak pernah merasa kesulitan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan formal yang baru.
Menjadi Ulama yang Serba Bisa
Semenjak remaja hingga dewasa bakat menguasai ilmu agama Islam yang dimiliki Buya Hamka membuat banyak temannya semakin yakin bahwa beliau merupakan seorang ulama yang serba bisa.
Sebab di sela kesibukannya mempelajari ilmu agama Islam, Buya Hamka masih menyempatkan membuat karya sastra, mendidik para santri, bahkan menjadi pembicara pada festival-festival kebudayaan Nusantara.
Selain sebagai tokoh agama Islam, Buya Hamka juga berprofesi menjadi wartawan. Liputan jurnalistiknya banyak menarik para pembaca. Oleh sebab itu, beliau mengambil keputusan untuk membuat perusahaan media di sela kesibukannya sebagai tokoh agama.
Kecintaannya dalam menulis tidak hanya berhenti sebagai seorang wartawan. Akan tetapi Buya Hamka juga pernah menulis buku untuk kemudian ditawarkan ke beberapa penerbit Nasional.
Menurut kesaksian keluarga, biasanya Buya Hamka menulis karya sastra untuk memperoleh income tambahan guna menopang perekonomian rumah tangganya.
Dari sini kita bisa melihat bagaimana Buya Hamka bekerja. Beliau benar-benar merupakan tokoh ulama yang seba bisa. Semuanya terjadi karena Buya Hamka tumbuh menjadi seseorang yang egaliter.
Pertemananlah yang membuat Buya Hamka sukses menjadi seorang jurnalis dan penulis. Karena silaturahmi pertemanan yang baik inilah Buya Hamka dapat memperoleh profesi yang jarang dimiliki oleh ulama lain di Indonesia.
Baca Juga: Profil Cut Nyak Dhien: Pahlawan dari Aceh, Menikah di Usia Belia
Buya Hamka sebagai Seorang Ulama Pendidik
Sebagaimana sudah dijelaskan di awal pembahasan, Buya Hamka selain sebagai tokoh agama Islam, seorang sastrawan dan budayawan, ternyata tokoh Muhammadiyah asal Sumatera Barat ini juga merupakan seorang Ulama pendidik.
Ranah pendidikan merupakan profesi yang paling diminati oleh Buya Hamka. Sebab dalam dunia pendidikan, beliau merasa sedang meregenerasi penerus bangsa yang baik dan bertaqwa.
Sebab ketika Buya Hamka berperan sebagai guru, Ia selalu mendidik murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang bertaqwa dan senantiasa memiliki pribadi yang berakhlakul karimah.
Selain mendidik para murid dengan pendekatan agamis, Buya Hamka pun mengajarkan ilmu pengetahuan yang modern. Menurutnya generasi bangsa perlu belajar ilmu-ilmu duniawi agar memiliki pengetahuan standar yang bisa bermanfaat untuk masa depan.
Namun dalam proses belajar mengajarnya, Buya Hamka tetap memberikan nilai-nilai tradisional untuk menjaga kepribadian bangsa Indonesia yang tinggi akan kualitas tata krama.
Buya Hamka tidak pernah mengajarkan dendam, beliau merupakan ulama yang tidak setuju memerangi golongan yang memiliki perbedaan dalam berbagai hal.
Bahkan ketika pemerintahan Presiden Sukarno menjebloskannya ke penjara, ulama serba bisa ini tidak lantas membenci sang Proklamator. Ia justru menunjukkan kecintaannya pada sahabat lamanya itu dengan menjadi imam tatkala Sukarno tutup usia.
Itulah riwayat hidup Buya Hamka, seorang ulama serba bisa yang menyolatkan Presiden Sukarno saat tutup usia. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)