Nama Raden Soediro Hardjodisastro mungkin terdengar asing di telinga milenial saat ini. Padahal beliau memiliki kiprah yang begitu penting dalam catatan sejarah Indonesia.
Salah satu kontribusi Raden Soediro Hardjodisastro untuk Indonesia adalah, ia pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta periode tahun 1953-1963.
Prestasinya hingga bisa menyabet jabatan Gubernur tak terlepas dari peran keluarga terutama sang kakek dari garis keturunan ayah.
Kakeknya bernama Kyai Soemodimedjo, seorang mandor toko perusahaan Prancis di jalan Malioboro. Ia juga menguasai beberapa Bahasa Eropa, seperti Bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis.
Sejak Soediro masih kecil, kakeknya kerap memberikan pendidikan Barat. Semua anak dan cucu Kyai Soemodimedjo diberikan buku-buku berbahasa Belanda. Bahkan ada juga yang membahas tentang filsafat.
Baca Juga: Henk Ngantung, Seniman Sekaligus Mantan Gubernur Jakarta yang Terlupakan
Jelas saja Soediro tumbuh menjadi dewasa yang pandai. Oleh sebab itu Presiden RI pertama Bung Karno pernah mempercayakan jabatan Gubernur padanya.
Untuk memperluas pengetahuan sejarah tentang Gubernur Soediro, artikel singkat kali ini bermaksud untuk membahas profil kehidupannya
Sejarah Hidup Raden Soediro Hardjodisastro
Raden Soediro Hardjodisastro lahir dari keluarga terdidik yang hidup di tengah lingkungan bangsawan Keraton Yogyakarta.
Menurut catatan administrasi penduduk waktu itu, Raden Soediro Hardjodisastro lahir pada tanggal 24 April 1911 di dusun, Ledok Ratmakan Yogyakarta.
Kakeknya Kyai Soemodimedjo merupakan keturunan bangsawan Keraton yang berprofesi sebagai mandor toko milik orang Prancis bernama “Mourgeus” yang saat itu berada di jalan Malioboro.
Ayahnya bekerja di pabrik gula yang sama dengan tempat di mana ibunya bekerja. Sebab ibu Soediro merupakan seorang wanita karir yang bekerja di laboratorium pabrik gula di Klaten, Jawa Tengah.
Jabatan ibu Soediro kala itu terbilang mentereng. Sebab tidak lama dilantik menjadi pegawai laboratorium, beberapa bulan kemudian dinaikkan jabatannya sebagai kepala laboratorium pabrik gula tersebut.
Karena kedua orang tuanya bekerja, Soediro kecil dititipkan kepada kakeknya, Kyai Soemodimedjo. Karena sang kakek merupakan bangsawan berpemikiran Barat, maka cucunya kemudian dididik dengan tradisi ningrat modern sebagaimana banyak terjadi pada abad ke-20 awal.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Periode 1053-1060
Pendidikan Barat dari keluarga Kyai Soemodimedjo membuat karir Raden Soediro menjadi melesat.
Hal ini tercermin ketika Soediro ditunjuk oleh Presiden Sukarno untuk memimpin Ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta pada tahun 1953-1960.
Baca Juga: Bupati Sastrawinata, Tokoh yang Ganti Nama Galuh Jadi Ciamis
Saat itu, Bung Karno ingin Gubernur Jakarta dipegang oleh sosok yang sabar, teliti, dan memiliki jiwa kebapaan yang kuat. Mengingat Ibukota Jakarta waktu itu memiliki jumlah penduduk yang meningkat dari sebelumnya berjumlah 3 juta jiwa yang berasal dari masyarakat Urban.
Raden Soediro Hardjodisastro memang sudah dikenal lama oleh Sukarno. Bahkan bapak Republik Indonesia pertama ini mengenal Soediro sejak zaman perjuangan sebelum Indonesia merdeka.
Sukarno banyak melihat bagaimana ketekunan dan kesabaran sosok Soediro. Bahkan kebiasaan ini terbawa sampai Ia menjabat sebagai Gubernur DKI.
Tegas dan Disiplin
Menurut ajudan pribadinya, selama menjabat Raden Soediro Hardjodisastro sangat tegas dan disiplin. Terutama untuk dirinya, Ia mendisiplinkan kebiasaan bangun pagi pada jam 06.00 WIB pagi.
Setelah itu, Ia sarapan dan baca-baca surat kabar khusus mengenai perkembangan Jakarta. Ketika sarapan selesai, Ia kemudian pergi berangkat ke kantornya dengan menggunakan mobil dinas yang sederhana. Tidak ada sedikitpun kemewahan yang ditampilkan keluarga Soediro.
Beliau merupakan sosok pejabat sederhana yang patut diteladani. Setelah sampai di kantor pun tidak leha-leha, duduk, dan bersantai.
Akan tetapi Ia langsung mengecek tumpukan surat yang sudah terkumpul dari hari kemarin. Ia tidak memerintahkan asistennya untuk mengecek surat, Gubernur Soediro selalu membaca suratnya sendiri tanpa bantuan sekretaris.
Selain seorang Gubernur yang disiplin, Raden Soediro Hardjodisastro juga merupakan seorang pemimpin Ibukota Jakarta yang merakyat.
Sebagaimana amanah yang diinginkan Bung Karno, Soediro menjadi pemimpin yang mengayomi rakyatnya. Hal ini terlihat saat lebaran Idul Fitri tiba.
Baca Juga: Haji Agus Salim, Siswa HBS Tolak Beasiswa Kartini ke Belanda
Tak sekalipun pada masa jabatannya, Gubernur Soediro tidak membukakan pintu silaturahmi untuk rakyatnya.
Rakyat Jakarta bebas untuk berkunjung ke rumah dinasnya. Tidak ada pengawalan ketat sebagaimana tradisi pengamanan pejabat hari ini.
Adapun dari tradisi open house keluarga Gubernur Soediro untuk rakyat Jakarta ini berbalas kebaikan. Banyak orang kampung di pinggiran Jakarta yang membawa oleh-oleh untuk keluarga Soediro berupa hasi panen perkebunan milik mereka sendiri.
Peristiwa ini sebagaimana digambarkan oleh Soebagijo dalam buku berjudul, “Sudiro Pejuang Tanpa Henti”, (Soebagijo, 1981: 286).
Kakek dari Aktor Ternama Tora Sudiro
Menurut berbagai referensi yang ada menyebutkan bahwa Raden Soediro Hardjodisastro merupakan seorang kakek dari aktor ternama Indonesia Tora Sudiro.
Ayahnya Tora Sudiro yang merupakan anak dari Gubernur Soediro bernama Tanto Sudiro. Sejak kecil Tanto merupakan anak kesayangan sang Gubernur DKI Jakarta.
Tanto kerap dibawa oleh ayah dan ibunya (Siti Djauhari) ke berbagai daerah, dan wilayah di Indonesia, bahkan keluar negeri untuk melakukan tour kedinasan.
Tak heran karena sang ayah sangat menyayangi Tanto, maka kelak ketika Tanto mempunyai anak bernama Tora Sudiro juga sangat disayangi oleh keluarga Gubernur Soediro.
Tora menjadi cucu emas keluarga Sodiro. Hal ini terlihat ketika Tora dipangku seorang diri oleh Raden Soediro Hardjodisastro dan Istrinya Siti Djauhari, pada tahun 1973. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)