Profil Mohammad Natsir kondang sekali dalam catatan sejarah Indonesia. Sebab, beberapa kejadian pernah mendapat sorotan media Orde Lama mengenai sosoknya. Apalagi Natsir pernah berdebat habis-habisan dengan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), DN. Aidit.
Selain mencatat karir politik Mohammad Natsir yang keras dan pemberani, sejarah nasional Indonesia juga mengakui Natsir sebagai figur politikus Islam yang terampil menempatkan masalah sesuai dengan ruang dan waktu.
Maksudnya, Natsir pernah hampir baku hantam menggunakan kursi akibat berdebat dengan Aidit di forum sidang konstituante. Namun setelah acara itu selesai Ia terlihat minum kopi berdua.
Mereka berdua terlihat akrab, tidak seperti wajah dan ekspresi memerah mereka yang ada di sidang konstituante tadi. Bahkan, sesekali Natsir yang humoris membercandai DN. Aidit.
Saat ini, perilaku bijaksana seorang politikus Islam Mohammad Natsir tampaknya tidak banyak ditiru oleh para pejabat negeri ini.
Baca juga: Syafruddin Prawiranegara, Presiden Indonesia yang Terlupakan
Oleh sebab itulah artikel ini bermaksud untuk membahas sisi lain karir politik dan kehidupan Natsir yang patut kita teladani bersama.
Fakta Menarik Profil Mohammad Natsir
Mohammad Natsir lahir pada tanggal 17 Juli 1908 di daerah Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat, Hindia Belanda.
Tahun kelahiran beliau sama dengan tahun terbentuknnya organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo.
Oleh sebab itu jiwa besar Mohammad Natsir dalam berpolitik menggebu-gebu sebagaimana generasi awal bangsa Indonesia pada zaman pergerakan nasional.
Selain karena lingkungan Natsir yang lahir pada tahun pergerakan nasional, karir politiknya juga terasah matang akibat sejak kecil besar dari keluarga yang Islami.
Ayahnya memilih sekolahan untuk Natsir khusus yang mengajarkan agama Islam, yaitu di sebuah pesantren kenamaan di Sumatera Barat, pimpinan Haji Rasul.
Selepas belajar dari pesantren Haji Rasul, Natsir kemudian melanjutkan belajarnya ke sekolah formal tingkat dasar zaman Belanda di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Solok tahun 1923.
Sedangkan setelah tamat (HIS), Mohammad Natsir remaja mendapatkan beasiswa belajar ke jenjang sekolah menengah pertama di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) hingga tahun 1927.
Selama menjadi siswa MULO, profil Mohammad Natsir terbilang anak yang cerdas. Hingga pada akhirnya Natsir memilih merantau untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) dan selesai pada tahun 1930.
Sebagaimana semangat belajarnya seorang Natsir yang selalu merasa kurang. Sehabis lulus dari (AMS) Natsir berguru pada ahli agama Islam bernama Ahmad Hassan untuk memperdalam ilmunya.
Dari hasil belajarnya yang tak kenal lelah ini membuat Natsir terampil menulis. Terutama tulisan bertema agama, kebudayaan, dan pendidikan.
Selain piawai menulis, Mohammad Natsir juga terkenal sebagai pribadi yang aktif berorganisasi.
Menurut referensi sejarah Indonesia yang ada, Ia pernah menjabat sebagai wakil ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Baca juga: Profil Soedjatmoko, Anggota Konstituante yang Bikin Jengkel Sukarno
Tak berhenti pada jabatan mentereng di KNIP, Natsir juga tercatat pernah menjadi Presiden Liga Muslim Internasional (World Moslem Congress), dan Dewan Masjid se-dunia, hingga menjadi tokoh politik dalam partai Islam – Majelis Syuro Muslimin (Masyumi).
Karir Politik Mohammad Natsir
Mohammad Natsir tercatat pertama kali aktif dalam dunia politik di Masyumi yaitu pada tanggal 5 April 1950.
Profil Mohammad Natsir dalam bidang politik sangat melejit, banyak orang yang tahu Natsir sebagai pemimpin partai Islam yang tegas, dan pemberani.
Belakangan ini juga merupakan pemimpin partai Islam yang dekat dengan Presiden Sukarno.
Oleh sebab itu tak lama berkarir di Masyumi, Natsir kemudian ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Perdana Menteri.
Pemilihan Natsir sebagai Perdana Menteri ini karena Ia mempunyai konsep yang jitu untuk menyelamatkan Republik Indonesia dari perpecahan bangsa.
Karena kedekatannya dengan Presiden Sukarno dan bekerja dalam unit kerja yang mentereng – Perdana Menteri ke-5 RI, menimbulkan pesaing yang kerap mengganggu hubungan Natsir dengan Presiden Sukarno.
Salah satunya ada pada PKI pimpinan oleh DN. Aidit. Partai kiri ini kerap mengkonsolidasi massa partainya agar meruntuhkan Natsir dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, dan merebut Soekarno dari kekuasaan Masyumi.
Memahami PKI berlaku tak adil demikian, membuat Natsir membalasnya dengan cara mendebat segala keputusan PKI dalam forum Sidang Konstituante.
Alhasil, Aidit dan Natsir saling berdebat. Sebab dua visi misi dari partai ini tidak memiliki kesamaan. Mereka berseberangan dan saling serang antara satu dengan lainnya.
Meskipun demikian, Natsir tergolong tokoh nasional yang masuk dalam kategori politisi yang memiliki pergaulan luas.
Baca juga: Raden Arsjad Prawiraatmadja, Pamong Belanda yang Bela Pribumi
Menurut berbagai sahabat karibnya, hal ini terjadi akibat Natsir memiliki sifat yang egaliter ketika berteman dengan siapa pun.
Berdebat dengan DN. Aidit
Sebagaimana ulasan profil Mohammad Natsir di awal, perdebatan antara Natsir dan DN. Aidit karena dua visi misi yang saling berseberangan ketika rapat dalam sidang Konstituante sangat menarik.
Menurut Bacthiar Chamsyah dalam buku berjudul “100 Tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah”, (Chamsyah, 2008: 54), Natsir sempat beradu argumen dengan Aidit, sampai-sampai hampir saling melempar kursi persis ke hadapan pemimpin PKI DN. Aidit.
Namun peristiwa pasca persidangan berlalu, dua sosok yang panas dalam rapat Konstituante itu nampak dingin kembali seusai Aidit menyeduh dua cangkir kopi untuk dinikmati oleh mereka berdua di kantin gedung rapat.
Di sela minum kopi berdua, sesekali Aidit menanyakan kondisi istri Natsir yang kebetulan saat itu sedang sakit.
Bahkan tak jarang orang-orang di sekitar Masyumi dan PKI kerap melihat Natsir dibonceng pulang oleh Aidit menggunakan sepeda.
Keakraban Natsir dengan berbagai tokoh politik, sekalipun berseberangan layaknya dengan Aidit di meja konstituante, namun dingin di ruangan kantin tadi mencontohkan pada kita bahwa Ia merupakan tokoh politisi yang patut diteladani generasi bangsa.
Sebab, Natsir bisa menempatkan masalah sesuai dengan ruang dan waktu. Tidak ada dendam pribadi sebagai manusia, masalah perbedaan dalam pandangan politik itu hal yang biasa.
Dalam kesempatan lain, profil Mohammad Natsir juga terkenal sebagai sosok yang humoris, namun tegas dalam pendirian berpolitik. Begitulah hal menarik dalam sejarah Indonesia yang patut kita teladani dari sosok pendahulu yang satu ini. (Erik/R6/HR-Online)