Dalam catatan sejarah Indonesia, nama Dokter Parlindoengan Loebis jarang terungkap. Padahal nama ini memberikan pengaruh yang besar bagi pengetahuan dunia, terutama pada masa Perang Dunia II.
Kisah hidup Parlindoengan Loebis menarik untuk diungkap, sebab namanya tercatat sebagai seorang dokter asal Indonesia yang berdinas di Belanda. Ia kemudian tertangkap oleh tentara Nazi akibat peristiwa Perang Dunia II tahun 1942.
Sejarah hidup Parlindoengan Loebis cukup pilu. Tentara Nazi menangkapnya saat makan siang. Istrinya menanggung kesedihan akibat ditinggal suami. Padahal pernikahannya belum genap empat bulan.
Selain itu, Parlindoengan Loebis juga menceritakan kisah kelamnya selama berada di penjara Nazi. Ruangan penjara yang ia tinggali tidak manusiawi, tempat tidur dan buang hajat berada di space yang sama. Artinya ruang penjara untuk dokter Parlindoengan Loebis sangat sempit dan bau kotoran.
Baca Juga: Bupati Sosroningrat, Pemimpin Jepara yang Utamakan Pendidikan Barat
Kendati mendekam di penjara Nazi selama 4 tahun, namun Parlindoengan Loebis masih bisa bersyukur karena Ia bisa bebas. Ia pun kembali bertemu keluarga di Tanah Air tercinta pasca bubarnya Perang Dunia II.
Profil Kehidupan Dokter Parlindoengan Loebis
Parlindoengan Loebis lahir pada tanggal 30 Juni 1910 di desa Batang Toru yang terletak 54 kilometer dari Sibolga, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Ia merupakan anak dari keturunan ningrat Tapanuli Selatan. Ayahnya bernama Karisoetan gelar Soetan Goeroe Sinomba bekerja sebagai administrator kolonial di perkebunan karet milik Belanda bernama. BT. Toru Sumatra Cultuur Plantage Maatschappij (SCPM).
Ibunya bernama Siti Halidjah juga berasal dari keluarga ningrat di Sumatera Utara dari golongan terdidik ilmu agama Islam.
Sedangkan Kakek dari garis ayah, merupakan seorang raja di daerah Pekantan Dolok, Tapanuli Selatan bernama Raja Gumanti Porang Dibata.
Pernyataan ini sebagaimana mengutip buku otobiografi Parlindoengan Loebis berjudul “Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi”, (Parlindoengan Loebis, 2006: 7).
Menjadi Dokter di Belanda
Karena Parlindoengan Loebis berasal dari keturunan ningrat, maka selama sekolah pemerintah kolonial memberikan keistimewaan. Salah satunya diperbolehkan melanjutkan studi kedokteran ke negeri kincir angin Belanda.
Jejak karir dokter Parlindoengan Loebis sebetulnya terlihat ketika Ia masuk di sekolah kedokteran Betawi (Batavia) bernama Geneeskundige Hogeschool selama dua tahun.
Hal ini dilakukan untuk mempelajari dasar-dasar ilmu kedokteran sekaligus memperdalam bahasa Belandanya yang masih terbatas.
Sesudah kedua ilmu tersebut dirasa cukup, Parlindoengan Loebis memberanikan diri merantau ke negeri Belanda untuk kuliah di fakultas kedokteran Leiden Universiteit pada tahun 1932.
Baca Juga: Uyeng Suwargana: Tokoh Pendidikan Pangandaran, Intel Kepercayaan AH Nasution
Masa studinya dalam memperoleh gelar dokter akhirnya selesai pada tahun 1935. Setelah resmi dinyatakan lulus ujian dokter, tak lama kemudian Parlindoengan Loebis berdinas dan membuka praktek di Belanda.
Adapun menurut catatan sejarah Indonesia, nama Parlindoengan Loebis bukan satu-satunya orang Indonesia yang menjadi mahasiswa kedokteran di Leiden Universiteit. Sebab ada beberapa senior pribumi lainnya yakni, dr. Mohammad Ilderem, dan dr. Mulawadi.
Sementara para seniornya pulang pasca kelulusan menjadi dokter, Parlindoengan Loebis justru tertahan di Belanda akibat kolega Eropanya memberikan pekerjaan sebagai dokter. Ia sekaligus menjadi pelayan kesehatan bagi orang-orang Eropa di Belanda.
Dokter Asal Indonesia yang Ditangkap Tentara Nazi
Setelah beberapa tahun mengabdi menjadi seorang dokter, kesialan yang tak pernah terlupakan oleh Dokter Parlindoengan Loebis pun tiba pada tanggal 26 Juni 1941.
Ia ditangkap oleh reserse Jerman Gestapo (Geheim Staatspolizei) tatkala sedang makan. Saat itu, ia sedang istirahat siang sebelum kemudian membuka prakteknya kembali pada sore hari.
Dua orang Gestapo yang menyamar menjadi polisi Belanda menangkap Dokter Parlindoengan Loebis. Penyamaran mereka berkedok keperluan data orang asing yang bekerja di Belanda.
Gestapo itu kemudian mengajak Parlindoengan Loebis ke sebuah lembaga pertahanan Belanda. Saat itu Nazi sudah menguasai lembaga pertahanan bernama Euterpestraat tersebut.
Sebelum dibawa ke sana, Ia sudah curiga kalau dua orang polisi ini utusan Nazi yang menyamar. Oleh sebab itu, sebelumnya Ia berpesan pada sang istri untuk pergi mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Baca Juga: Raden Soediro Hardjodisastro: Gubernur Jakarta, Kakek Tora Sudiro
Ia juga pamit dalam waktu yang entah sampai kapan Sebab Dokter Parlindoengan Loebis sudah mengira bahwa penjemputan ini akan berakhir di penjara.
Benar saja dugaan dokter asal Tapanuli Selatan itu, sesampainya di Euterpestraat tak lama kemudian ada mobil militer mengangkutnya ke sebuah penjara terpencil di Jerman Barat.
Alasan Nazi Menangkap Dokter Parlindoengan Loebis
Adapun alasan tentara Nazi menangkap Parlindoengan Loebis karena namanya masuk dalam daftar orang penting Belanda. Sebab Ia berprofesi sebagai dokter dan juga merangkap jabatan menjadi pelayan kesehatan masyarakat Eropa di Belanda.
Oleh sebab itu tentara Nazi menganggap Dokter Parlindoengan Loebis terlibat dengan misi-misi Belanda yang bertentangan dengan fasisme. Dengan kata lain, Nazi menuduh Parlindoengan Loebis pro terhadap Belanda.
Pada masa penahanannya ini, Parlindoengan Loebis beberapa kali hampir terbunuh. Namun Tuhan masih menyelamatkan Dokter Parlindoengan Loebis dari kekejaman Nazi selama Perang Dunia II.
Akibat kesabarannya dalam tahanan maka pada tahun 1947 Perang Dunia II berakhir. Jerman dan negara-negara fasisnya kalah oleh Sekutu Amerika Serikat. Alhasil Parlindoengan Loebis bebas dari tawanan Nazi ketika tentara Sekutu datang menyelamatkannya.
Sejak bebas dari penjara yang menyiksanya selama empat tahun, akhirnya Ia kembali ke keluarganya dan memilih pulang ke Tanah Air tercinta Republik Indonesia.
Selanjutnya Ia berjuang dan membuka praktek dokter di Indonesia. Hal ini ia untuk menebus kesalahan akibat pernah bekerja menjadi dokter untuk orang-orang Eropa di Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)