Ciamis Lautan Api pernah terjadi untuk menahan laju Agresi Militer Belanda I. Ternyata Agresi Militer Belanda I ini tidak hanya di Bandung, dan Yogyakarta, tetapi juga pernah terjadi di Tjiamis (Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 5 Agustus 1947.
Konflik senjata antara pejuang dan tentara memang secara spesifik tidak meninggalkan jejak korban tewas. Akan tetapi dampak yang paling berpengaruh kebanyakan ada pada kelompok Etnis Tionghoa dari Distrik Kawali, Ciamis, Jawa Barat.
Hal ini terjadi akibat para pejuang pribumi di Ciamis yang justru memanfaatkan perumahan, pertokoan, dan gudang-gudang pabrik milik orang Tionghoa dengan membakarnya.
Pembakaran ini bertujuan meniru peristiwa Bandung Lautan Api. Caranya dengan membumihanguskan beberapa tempat vital agar Belanda yang baru datang kembali menguasai Jawa Barat tidak bisa memakai atau memanfaatkan ulang tempat vital tersebut.
Baca Juga: Sejarah Pangandaran Pasca Pendudukan Jepang, Pemerintahan Pindah dari Ciamis ke Cilacap
Kebanyakan orang Tionghoa tidak setuju dengan usulan membumihanguskan Ciamis atau Ciamis Lautan Api. Meskipun kepentingannya untuk menekan kekuasaan Belanda di daerah Priangan.
Akan tetapi protes masyarakat Tionghoa dari distrik Kawali ini tidak didengar, karena Ciamis tetap dibumihanguskan.
Peristiwa pembumihangusan Ciamis pada masa Agresi Militer Belanda I tidak banyak terungkap oleh publik. Karena jarang terekspos, maka pada artikel kali ini penulis bermaksud untuk membahas sejarah Ciamis Lautan Api pada 5 Agustus 1947.
Ciamis Lautan Api dan Agresi Militer Belanda 1
Koran berbahasa Belanda, “Algemeen Indisch dagblad: Werkelijke Leiders van het Volk- Twee Kranige Indonesiers in Tjiamis” yang terbit pada tanggal 25 Oktober 1947 menyebut sebelum Belanda datang ke Ciamis, para pejuang pribumi sudah merencanakan pembumihangusan Ciamis.
Pembumihangusan ini bermaksud untuk menekan Belanda agar tidak bisa memanfaatkan tempat-tempat vital di Ciamis. Seperti gudang industri barang pokok, pertokoan, dan beberapa rumah megah milik orang Tionghoa yang bisa saja menjadi markas Belanda apabila Belanda datang ke Ciamis.
Para pribumi yang jadi pejuang untuk menghalau serangan Belanda ke Ciamis menyerang rumah, pusat pertokoan, dan gudang industri milik masyarakat Tionghoa di distrik Kawali.
Para pejuang pribumi merasa bahwa prinsipnya membumihanguskan Ciamis dengan cara membakar toko, rumah, dan gudang milik Tionghoa adalah jalan yang paling tepat. Menimbang saat itu masyarakat Tionghoa bersekongkol dengan Belanda akibat menjadi masyarakat kelas II.
Hal ini menyebabkan perseteruan hebat antara pribumi dan masyarakat Tionghoa di Ciamis. Perseteruan itu hampir menimbulkan korban jiwa akibat konflik berkepanjangan dari dua kubu tersebut.
Masyarakat pribumi memaksa untuk membumihanguskan Ciamis dan membakar pusat-pusat pertokoan milik Tionghoa sebagai ajang balas dendam. Sementara saat itu sentimen anti Tionghoa sedang bekecamuk.
Dalam gerakan Ciamis Lautan Api, masyarakat pribumi itu menyebut aksi membumihanguskan Ciamis merupakan tindakan yang dijamin oleh kemerdekaan.
Sebab orang Tionghoa tidak berkontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan, selain itu politik kelas yang mendudukan Tionghoa menjadi kelas II setelah Inlanders (pribumi) sudah tidak berlaku.
Struktur kelas zaman Belanda itu sudah hancur pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sejak tanggall 17, Agustus 1945.
Baca Juga: Pemberontakan PKI di Ciamis 1926, 130 Orang Mengungsi ke Tjigoegoer
Dua Tokoh Pemberani
Meskipun hampir terjadi korban akibat konflik antara pribumi dan Tionghoa, peristiwa ini mampu ditengahi oleh dua tokoh pemberani dari Ciamis.
Konflik pejuang pribumi dengan Tionghoa ini ditengahi oleh dua tokoh pemberani Rd. Otosoebroto (Ketua Masyumi Ciamis) dan Jenderal Yusuf, Kepala Kepolisian Jawa Barat.
Mereka berdua secara gagah berani, melerai langsung konflik pribumi-Tionghoa tahun 1947 di Ciamis. Dua tokoh tersebut memberikan arahan untuk menjadi bangsa yang bersatu, tak terhalang oleh ras, fisik, dan identitas kebudayaan yang berbeda.
Menurut Rd. Otosoebroto ada cara lain untuk melakukan sabotase Belanda di Ciamis dan tidak meniru peristiwa Bandung Lautan Api.
Ada cara yang lebih bijaksana lagi seperti, melakukan gerilya ke hutan-hutan yang bertujuan menciptakan serangan hambatan agar pasukan Belanda tidak masuk Ciamis.
Di tengah konflik yang masih berkecamuk meskipun sudah diberi nasihat dua tokoh di atas, perseteruan ini masih membara. Hingga akhirnya ketua Masyumi (Rd. Otosoebroto) menjamin keselamatan etnis Tionghoa dengan cara memberikan tempat aman untuk mengungsi di Kawali.
Setelah masyarakat Tionghoa mengungsi ke Kawali, sebagian masyarakat pribumi sadar untuk tidak membumihanguskan Ciamis.
Hal ini terlihat sejak tanggal 3 Agustus 1947, para pejuang pribumi itu menaruh peralatan untuk membakar kota, seperti bensin, obor api, dan perkakas lainnya.
Sebagian para pejuang pribumi menuruti perkataan Rd. Otosoebroto, dan Jend. Yusuf untuk melakukan cara lain guna menghambat laju Agresi Belanda I ke Ciamis.
Ada yang bergerilya ke hutan-hutan, ada yang menaruh blokade jalan dengan cara memotong jembatan utama penghubung Bandung-Ciamis, dan pembakaran beberapa kendaraan di beberapa titik yang telah ditentukan sebelumnya.
Baca Juga: Saudagar Bandoeng dari Pasar Baru, Komunitas Pedagang Sukses Tahun 1906
Sebagian Pribumi Menyulut Ciamis Lautan Api
Setelah berbagai cara dilakukan oleh para pejuang Ciamis untuk menekan laju Agresi Militer Belanda I ke Ciamis, akhirnya pada tanggal 5 Agustus 1947 Belanda mampu menguasai Ciamis.
Dengan arti lain, para pejuang pribumi gagal untuk menghalau laju Agresi Militer Belanda I dengan cara bergerilya, blokade, dan lain sebagainya.
Hal ini mengakibatkan sebagian provokator dari pejuang pribumi menyulut kembali pembumi-hangusan Tjiamis.
Pada tanggal 5 Agustus 1947, tanpa aba-aba yang terpusat, toko-toko, perumahan, dan gudang milik etnis Tionghoa dibakar habis.
Untungnya saat peristiwa tersebut meletus, hampir seluruh orang Tionghoa penghuni komplek pertokoan di tengah kota Ciamis masih berada di pengungsian distrik Kawali.
Rd. Otosoebroto dan Jend. Yusuf (Kepala Kepolisian, Jawa Barat) tidak bisa berkata apa-apa. Semangat peperangan pribumi untuk menjaga kedaulatan republik sudah klimaks. Tidak ada yang bisa mengganggu gugat keputusan mereka, apabila memaksa mereka akan berbalik menyerang.
Ciamis pun terbakar. Puluhan rumah, toko, dan gudang beserta isinya milik orang Tionghoa rata dengan abu. Alhasil Belanda tidak bisa memanfaatkan barang-barang yang sudah rusak terbakar.
Sehingga strategi Ciamis Lautan Api ini berguna untuk menekan Belanda lebih cepat meninggalkan Ciamis. Sebab di Ciamis mereka kehilangan material vital yang bisa menambah kekuatan pasukannya untuk bertahan hingga pasukan Indonesia mengakui kekalahan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)