Sejarah Teater Gandrik menarik untuk kita bahas. Teater Gandrik sendiri merupakan seni pertunjukan modern yang lahir dari tangan seniman-seniman senior yang berpusat di kota Yogyakarta.
Namanya melegenda di Kota Gudeg, karena Teater Gandrik merupakan grup sandiwara yang terkenal sebagai pencetak aktor sekaligus raja monolog Butet Kartaredjasa.
Sebagaimana namanya “Gandrik: Mengagetkan”, grup teater ini ternyata mampu mencetak seniman-seniman sukses yang kemudian sering tampil di film layar lebar, dan kaca televisi masyarakat luas.
Padahal grup Teater Gandrik ini, awalnya tampil sebagai salah satu kandidat kejuaraan Festival Seni Pertunjukan tingkat provinsi di Yogyakarta.
Baca Juga: Sejarah Musik Dangdut, Meninabobokan Pemuda Zaman Orba
Pada kesempatan ini penulis akan mengajak Anda melihat dinamika sejarah Teater Gandrik hingga mencetak aktor terkenal dan handal layaknya Butet Kartaredjasa.
Sejarah Pembentukan Teater Gandrik
Mengutip tulisan Dinas Kebudayaan Yogyakarta Berjudul “Teater Gandrik”, tanggal 13 September 1983 adalah hari kelahiran Teater Gandrik.
Grup sandiwara modern khas Jogja ini lahir dari beberapa tangan seniman senior sebelum Butet Kertaredjasa antara lain yaitu, Jujuk Prabowo, Heru Kesawa Murti, Susila Nugraha, Sepnu Heryanto, dan Novi Budianto.
Teater Gandrik terbentuk dari unsur ketidaksengajaan yang kemudian mengagetkan semua orang yang terlibat. Sebab teater ini lahir dari kemenangan lomba Festival Seni Pertunjukan tingkat provinsi tahun 1983.
Seiring dengan perkembangan waktu, dan ikut berperannya Butet Kertaradjasa dan kawan-kawan seniman angkatannya, Teater Gandrik mulai melakukan kerja profesional.
Hal ini bertujuan untuk membuat seni pertunjukan modern tersebut jelas arahnya. Terutama jelas secara administratif sebagaimana yang selalu dikatakan Butet Kertaradjasa dalam berbagai ruang kesempatan diskusi.
Asal-usul Nama Gandrik
Saat tim yang dipimpin oleh Jujuk Prabowo dan kawan-kawan memenangkan lomba teater nya tahun (1983), saat itu juga camat Mantrijeron Kasuharto memuji penampilannya dengan mengatakan “Gandrik Tenan”.
Baca Juga: Sejarah TVRI, Berperan Penting dalam Pembangunan Riau
Maksud dari pernyataan Kasuharto itu artinya, “Mengagetkan Sekali” teater dari rombongan seniman Mantrijeron bisa memenangkan juara Festival Seni Pertunjukan Tingkat Provinsi.
Sejak saat itu nama Gandrik melekat dikalangan para pemain teater. Hingga pada akhirnya grup teater Jujuk Prabowo, dan kawan-kawannya ini dinamai dengan Teater Gandrik.
Dalam perjalanan panjangnya, Teater Gandrik semakin terkenal. Apalagi ketika ada seniman muda bergabung di dalamnya seperti, Butet Kertaradjasa, Djaduk Ferianto, dan pemeran Darsama dalam Bumi Manusia Whani Dharmawan.
Tiga tokoh Teater Gandrik tersebut, hingga saat ini masih tetap eksis dan berada dalam dunia aktor. Terkecuali Djaduk Ferianto yang telah mendahului wafat pada tahun 2019 silam.
Sebagaimana mengutip tulisan Dinas Kebudayaan Yogyakarta “Teater Gandrik”, menyebut kedatangan Butet Kertaradjasa dan kawan-kawan menjadi kekuatan baru bagi Teater Gandrik.
Terutama membentuk kekuatan sebagai teater modern yang semakin eksis karena adanya ramuan estetika yang lebih dalam dari sebelumnya. Seperti dari sisi persiapan pentas yang bersifat administratif, lighting, dan kolaborasi seni yang lainnya.
Sering Menyuarakan Keresahan Rakyat
Selain terkenal sebagai grup sandiwara yang khas dengan nuansa Jogja, rupanya Teater Gandrik juga sering menyuarakan keresahan rakyat melalui karya pentasnya.
Teater Gandrik terkenal dengan media bercandaannya yang disebut-sebut sebagai media penampung suara keresahan rakyat kecil dengan menggunakan Guyon Parikeno.
Istilah Guyon Parikeno ini berarti bercandaan yang bersifat sindiran. Tidak lebihnya seperti bentuk-bentuk satire dalam sastra, hanya saja dalam teater satire tersebut berbentuk visual artis.
Baca Juga: Profil John Lennon, Musisi Legendaris yang Berakhir Tragis
Teater Gandrik termasuk pada salah satu grup sandiwara modern yang menyerap tema-tema sosial kehidupan sehari-hari sebagai bahan untuk berkarya.
Tak jarang dalam panggung para aktor membawakan materi pertunjukan yang berisi “satire/sindiran” yang tak terasa asing bagi penonton.
Sebab bahan-bahan yang mereka gunakan tidak lain adalah bahan sindiran dari perilaku masyarakat sehari-hari.
Eksistensi Teater Gandrik yang sering menyuarakan keresahan rakyat kecil dalam pentasnya membuat banyak pengamat menyimpulkan, hal ini sebagai bentuk mobilisasi dan kontrol massa untuk pemegang kekuasaan.
Dengan kata lain, Gandrik telah mengawal masyarakat untuk memenangkan suara agar bisa mendominasi kedudukan penguasa yang tidak adil. Terutama bagi para penguasa yang korupsi terhadap rakyatnya, (Yogyakarta, 2022). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)