Menurut catatan sejarah, musik dangdut ternyata pernah menjadi primadona penduduk di Indonesia, terutama di kalangan para pemuda.
Para pemuda pada tahun 1970-an sering menggunakan musik dangdut sebagai identitas generasi. Dengan arti lain dangdut menjadi media para pemuda dalam bersosialisasi ke berbagai kalangan, baik tua dan muda.
Kepopuleran musik dangdut mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. Hal ini membuat pemerintah Orde Baru (Orba) memanfaatkannya untuk mendekatkan diri dengan rakyat. Terutama golongan pemuda-pemudi yang kerap melakukan demonstrasi.
Salah satu dukungan pemerintah Orba terhadap perkembangan dangdut di Indonesia adalah mewacanakan dangdut sebagai musik Nasional.
Baca Juga: Pemuda Zaman Orba, Hidup Manja dan Gemar Menghisap Ganja?
Pemerintah terus memberikan perlakuan khusus untuk musisi dan industri dangdut. Salah satunya dengan cara melarang kontaminasi dangdut dari unsur-unsur negatif seperti pornografi.
Tentu perlakuan anak emas pada dangdut ini menjadikan para musisi musik melayu tersebut untung. Beberapa musisi dangdut yang mengalami kejayaan itu antara lain, H. Rhoma Irama, Megie Z, Rita Sugiarto, dan lain sebagainya.
Selain menguntungkan bagi musisi dangdut, wacana dangdut menjadi musik Nasional juga telah menguntungkan pemerintah Orba.
Lalu dalam bentuk apa keuntungan tersebut berpihak pada pemerintah Orba, silahkan simak penjelasan lebih lengkapnya berikut ini.
Sejarah Musik Dangdut di Indonesia
Dangdut merupakan musik asal Melayu yang dalam liriknya sering mengajarkan kebaikan. Di Indonesia sendiri peradaban dangdut berkembang oleh musisi legendaris yaitu, H. Rhoma Irama.
Selain H. Rhoma Irama yang akrab disapa dengan “Bang Rhoma”, dangdut di Indonesia juga tumbuh subur akibat peran Rita Sugiarto yang memiliki gaya dan suara khas.
Dua tokoh dangdut tersebut pernah mempromosikan karyanya hingga ke luar negeri. Salah satunya ke beberapa negara maju seperti, Jepang, Timur Tengah, Manila, hingga Melbourn.
Rita Sugiarto sendiri mengatakan jika di Jepang, musik dangdut begitu populer dan banyak peminatnya. Hal ini tercermin dari konser dangdut yang pernah diadakan di Jepang. Hampir seluruh kursi di panggung pertunjukan sold out (terjual).
Baca Juga: Gaya Hidup Pemuda Tahun 1950, Glamor dan Meniru Orang Barat
Pernyataan Rita ini sebagaimana tercantum dalam Jurnal Lembaran Sejarah UGM karya Derta Arjaya berjudul “Dangdut dan Rezim Orde Baru: Wacana Nasionalisasi Musik Dangdut Tahun 1990 an”, (Arjaya, 2016: 24).
Wacana Dangdut Jadi Musik Nasional
Pemerintah Orba pernah mewacanakan dangdut menjadi musik Nasional pada tahun 1990-an.
Wacana ini dikembangkan pemerintah waktu itu seiring dengan arah dangdut sebagai musik populer di kalangan pemuda. Saat itu pemuda mulai mengalami perubahan menjadi lebih lunak (tidak mengkritik pemerintah) sebagaimana musik dangdut era sebelumnya.
Dukungan pemerintah akan mewacanakan dangdut menjadi musik Nasional tidak hanya dalam bentuk pencegahan kontaminasi genre musik dari unsur pornografi.
Akan tetapi lebih dari itu dangdut pernah didukung pemerintah Orba dengan cara melibatkan pertunjukan dangdut dalam acara-acara penting kenegaraan.
Salah satu yang dilakukan pemerintah Orba dalam hal ini yaitu, saat dangdut menjadi media seni untuk memperbaiki hubungan baik kembali dengan pemerintahan RRT pada tahun 1991.
Pemerintah Orba mengirimkan sejumlah rombongan musik dangdut untuk tampil di depan pemimpin penting RRT di Bejing pada bulan November 1991.
Peristiwa ini membuat para musisi dangdut semakin bersungguh-sungguh memperdalam bakatnya sebagai pemusik melayu. Selain didukung oleh pemerintah Orba, semangat mereka bangkit karena dangdut dijadikan ikon kesenian Indonesia.
Menguntungkan Kedua Belah Pihak
Adanya peristiwa dangdut sebagai musik Nasional yang sering dipromosikan pemerintah Orba ke kancah dunia, tentu ini membuat industri musik di Indonesia terutama dangdut maju.
Bagi para musisi, menjadikan dangdut sebagai musik nasional membuat lagu khas melayu ini meledak di pasaran.
Ledakan rekaman adalah salah satu bentuk keuntungan dari pemerintah Orba terhadap industri musik tersebut.
Para musisi dangdut mendadak sukses dan kaya. Para penikmat dangdut datang dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari dalam negeri akan tetapi juga dari luar negeri.
Baca Juga: Sejarah Celana Jeans di Indonesia, Simbol Perlawanan Era Orba
Sementara bagi pemerintah Orba, keuntungan menjadikan dangdut menjadi musik nasional yaitu, pemerintah menjadi lebih leluasa untuk mengontrol pergaulan anak muda, (Arjaya, 2016: 32).
Dengan dangdut pemerintah Orba menjadi lebih dekat dengan rakyatnya, terutama rakyatnya dari kategori pemuda-pemudi.
Kontrol terhadap pergaulan pemuda di Indonesia tahun 1980-an menjadi kewajiban pemerintah saat itu. Bahkan pemerintah memberi perhatian khusus terhadap para pemuda.
Sebab dengan melakukan hal tersebut, pemerintah bisa menekan kekuasaannya lebih leluasa lagi. Tidak ada yang mengontrol (mengkritisi) apalagi melakukan demonstrasi.
Dengan arti lain pemerintah Orba menggunakan musik dangdut untuk meninabobokan para pemuda agar lelap dalam kekuasaan. Lebih parahnya mereka terhipnotis oleh kebobrokan pemerintah hanya karena popularitas musik dangdut. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)