Tidak seperti seniman kebanyakan, profil Widayat seorang maestro lukis yang terkenal di jagad seniman Yogyakarta ini ternyata pernah bergabung menjadi anggota militer bagian Penerangan Militer Chusus (PMC).
Peristiwa bergabungnya Widayat dengan PMC berawal dari zaman revolusi fisik tahun 1945-1948. Awal masuk dan bergabung dengan PMC Widayat memperoleh pangkat Letnan Satu.
Baca Juga: Profil Bagong Kussudiardja, Seniman Peraih Emas Paus Paulus
Hingga pada akhirnya Ia nekad bergabung pada satuan militer yang lebih berisiko karena berjuang di front paling depan bernama ‘Garuda Sumatera Selatan’ (1947).
Kendati ditempatkan pada posisi front pertahanan paling depan, risiko kena peluru tembakan musuh terminimalisir oleh bakat Widayat sebagai seorang seniman lukis.
Sebab komandan satuan Garuda Sumatera Selatan menugaskan Widayat tetap bekerja di satuannya yaitu divisi PMC di Jawa.
Dalam Divisi PMC Widayat bisa melukis poster-poster perjuangan guna mempropaganda kemenangan Republik atas perjuangannya melawan tentara Sekutu.
Berikut ini profil kehidupan seniman Widayat yang pernah berkontribusi mempertahankan kedaulatan RI dengan bergabung dalam keanggotaan militer.
Profil Kehidupan Seniman Militer; Widayat
Widayat lahir pada tanggal 9 Maret 1919 di pedesaan Kutoarjo, Jawa Tengah. Semenjak kecil hingga dewasa, kehidupan Widayat penuh dengan nilai-nilai kesenian.
Sumber pengetahuan berkesenian tersebut diperoleh Widayat dari figur sang Ibu. Saat itu ibu Widayat merupakan pengrajin kain batik tulis di Kutoarjo, Jawa Tengah.
Sebagaimana anak-anak pada usia 10-15 tahun di Kutoarjo yang mendapatkan sekolah formal, Widayat juga merupakan anak pedagang batik yang terdaftar dalam absen murid HIS (Hollandsche Inlandsche School).
Sementara pada tahun 1937, Widayat terpaksa pindah dari Kutoarjo dan tinggal di Trenggalek Jawa Timur. Hal itu karena Widayat mengikuti perjalanan karir ayahnya yang berpindah tugas dari Kutoarjo ke Trenggalek.
Kemudian menjelang umur dewasa, Widayat memutuskan untuk hidup jauh dari keluarga. Hal ini Ia lakukan dengan cara memilih Sekolah Menengah Kejuruan di Bandung pada tahun 1938.
Baca Juga: Syu’bah Asa, Wartawan Pemeran DN Aidit dalam Film G30S/PKI
Selama sekolah di Bandung inilah Widayat kerap terlibat kerja-kerja kesenian. Ia diajak oleh salah satu seniman terkenal waktu itu di Bandung bernama Muljono.
Dari sini Widayat semakin mengeksplorasi ragam kesenian. Terutama tema-tema lukisan dan gagasannya sebagai seniman lukis yang tegas dan sigap layaknya seorang Militer dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial.
Bergabung dengan PMC
Karena memiliki jiwa yang tegas dan sigap, serta memiliki prestasi dalam berkesenian terutama karya seni lukis, Widayat dilirik oleh satuan Penerangan Militer Chusus untuk berkontribusi membuat poster-poster perjuangan.
Widayat pun menerima pangkat sebagai tanda resmi bahwa ia sudah bagian dari anggota PMC dengan pangkat pertamanya Letnan Satu.
Semenjak itulah Widayat terus bekerja dan mendalami dunia lukis, tidak hanya sebagai pelukis estetika sebagaimana para seniman lainnya. Lebih jauh dari itu, Widayat mengeksplor kesenian lukis yang bernuansa ekspresionisme berdasarkan pada perjuangan revolusi fisik.
Karir Widayat dalam dunia seni yang kemudian mengantarkannya ke ranah militer tak terlepas dari karakter pemuda zaman revolusi fisik.
Jangankan para seniman yang terdidik, berbagai lapisan masyarakat yang paling rendah sekali pun bisa bergabung dengan militer. Hal itu demi memperjuangkan kedaulatan RI yang sedang terancam oleh Tentara Sekutu.
Menjadi Mahasiswa Asri
Setelah Revolusi Fisik selesai, pada tahun 1950 Widayat memilih untuk menjadi Mahasiswa di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI).
Masuknya Widayat ke ASRI juga atas rekomendasi satuan militer yang ketika itu menugaskan Widayat utk tetap mendalami dunia kesenian ketimbang dalam ranah militer.
Baca Juga: Sejarah Hendra Gunawan, Seniman Patung Pimpinan Lekra PKI Jabar
Melalui Kantor Urusan Demobilisasi Pelajar (KUDP) akhirnya menyatakan Widayat secara resmi sebagai mahasiswa baru angkatan pertama di ASRI.
Ketika tamat studi di Seni Rupa Asri, Widayat pun menjadi salah seorang pelaku regenerasi pengajar atau dosen di kampus almamaternya (ASRI).
Sementara pada tahun 1960 ia mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Jepang, untuk memperdalam seni keramik, pertamanan (Gardening), Grafis, dan Ikebana hingga tahun 1962.
Sekembalinya dari Jepang, Widayat kemudian dipercaya Dekan ASRI untuk menjabat sebagai Kepala Jurusan Seni Dekorasi dari tahun 1962-1983. Pernyataan ini sebagaimana mengutip Digital Archive of Indonesian Contemporary Art, (Archive of Indonesian Contemporary Art, 2017: II). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)