Profil Hoegeng Iman Santoso atau yang lebih dikenal dengan Jenderal Hoegeng merupakan salah satu figur polisi yang jujur dan berintegritas dalam menjalankan amanah.
Meskipun menjabat sebagai Kapolri, namun tidak membuat Jenderal Hoegeng menjadi pribadi yang suka berfoya-foya.
Bahkan, di dalam suatu kisahnya diceritakan bahwa beliau banyak sekali menolak hadiah yang diberikan kepadanya.
Baca Juga: Haji Rasyidi, Menteri Agama RI Pertama yang Menyukai Filsafat
Tidak hanya menolak berbagai hadiah, Jenderal Hoegeng juga memiliki kehidupan yang sangat sederhana.
Tulisan ini akan mengulas tentang Jenderal Hoegeng, seorang polisis jujur yang pernah menolak jabatan Dubes Belgia.
Latar Belakang dan Profil Jenderal Hoegeng
Menurut sebuah buku karya Yudi Latif yang berjudul, “Mata Air Keteladanan: Pancasila dan Perbuatan”, Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan, Jawa Tengah tepat pada tanggal 14 Oktober 1921.
Jenderal Hoegeng lahir dengan nama Iman Santoso dari seorang ayah yang merupakan jaksa di Pekalongan bernama Soekarjo kario Hatmojo dan ibu bernama Oemi Kalsoem.
Nama Hoegeng sendiri berasal dari kata “bugel” yang berarti gemuk. Nama ini diberikan kepadanya karena tubuhnya yang gemuk semasa kecil.
Awal mula keinginannya menjadi polisis adalah ketika ia dipengaruhi oleh teman ayahnya yang menjadi kepala kepolisian di kampungnya.
Hoegeng menimba ilmu di salah satu sekolah Hollandsch Inlandsche School Pekalongan dan lulus tepat pada tahun 1934.
Setelah lulus, ia melanjutkan sekolahnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang terletak di Pekalongan.
Kemudian setelah lulus dari MULO Hoegeng melanjutkan pendidikannya di Algemene Middelbare School (AMS; sekolah menengah atas) jurusan bahasa dan sastra Barat.
Karir Hoegeng dalam kepolisian memang cukup rumit dan penuh tantangan. Mengingat dinamika yang terjadi selama masa Pemerintahan Jepang.
Jabatan Hoegeng sebagai Kapolri diterima pada tahun 1968 atau lebih tepatnya ketika Orde Baru. Saat menjadi Kapolri inilah Hoegeng melakukan banyak reformasi di dalam kepolisian.
Polisi Jujur yang Anti Korupsi
Hoegeng memang dikenal sebagai pribadi yang jujur dan anti korupsi. Meskipun lahir dari kalangan priyayi, Hoegeng tidak terbiasa hidup dalam keadaan bermewah-mewahan.
Sikap ini bahkan diterapkan oleh Hoegeng kepada anak dan anggota keluarga lainnya.
Hoegeng meyakini bahwa anggota keluarga sangat rawan menjadi sasaran gratifikasi yang diberikan oleh orang lain.
Sikap jujur yang dipegang oleh Hoegeng memang sudah sangat terkenal. Bahkan Gus Dur pernah menuturkan bahwa hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng.
Salah satu kasus besar yang pernah ditangani oleh Jenderal Hoegeng adalah penyeludupan mobil mewah oleh Robby Tjahjadi.
Menurut Hoegeng di dalam buku autobiografinya yang berjudul, “Hoegeng, Polisi: Idaman dan Kenyataan” dijelaskan mengenai alasan kasus ini sangat sulit diberantas.
Baca Juga: Profil Ir Sutami, Menteri Paling Miskin yang Anti Korupsi
Untuk menyelundupkan mobil-mobil mewah itu Robby Tjahjadi bersama komplotannya memanfaatkan kebobrokan birokrasi waktu itu.
Hoegeng menuturkan, pada zaman tersebut ada kecenderungan pejabat-pejabat Indonesia yang mulai terserang penyakit bermewah-mewahan.
Semenjak menangani kasus Robby Tjahjadi ini, banyak pejabat baik dari kalangan bea cukai, pemerintahan, hingga TNI tidak senang dengan Jenderal Hoegeng. Dampaknya, pada tahun 1971 Jenderal Hoegeng dicopot dari jabatannya.
Menolak Jabatan Dubes Belgia
Pencopotan jabatan Jenderal Hoegeng oleh Presiden Suharto tidak semata-mata hanya karena kasus Robby Tjahjadi. Kasus lain yang melibatkan Jenderal Hoegeng adalah kasus Sum Kuning di Yogyakarta.
Kasus Sum Kuning adalah kasus pemerkosaan yang terjadi pada tahun 1970. Korbannya adalah seorang perempuan penjual telur yang bernama Sumaridjem.
Kasus pemerkosaan ini sulit diungkap karena pelakunya melibatkan anak seorang tokoh di Yogyakarta.
Kasus-kasus inilah yang menjadi alasan kuat mengapa sosok polisi jujur yang satu ini dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia.
Sebelum pencopotan secara resmi Jenderal Hoegeng sempat ditawari sebagai Dubes Belgia. Hoegeng menolak karena menurutnya jika bukan sebagai polisi maka dia bukanlah siapa-siapa.
Jenderal Hoegeng juga menuturkan bahwa pekerjaan diplomat mengharuskan minum koktail dan ia tidak menyukainya.
Sebenarnya tawaran Suharto terhadap Jenderal Hoegeng ini merupakan sebuah kebiasaan Rezim Orde Baru bagi mereka yang dianggap memiliki sikap kritis.
Baca Juga: Haji Muhammad Sudjak, Ditertawakan saat Ingin Bangun RS PKU Muhammadiyah
Setiap orang yang dianggap mengganggu Pemerintahan Orde Baru cenderung disingkirkan secara perlahan melalui kebijakan-kebijakan yang diambil secara sepihak.
Menurut sebuah buku yang berjudul, “Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa” yang ditulis Aris Santoso, dkk, sosok Hoegeng adalah seorang polisi yang pemberani dalam menangani berbagai kasus.
Hoegeng tidak segan-segan menindak setiap pelanggar hukum baik dari kalangan rakyat biasa maupun pejabat.
Hingga hari ini Jenderal Hoegeng masih menjadi profil seorang polisis jujur yang anti terhadap korupsi. Bahkan, di tengah kekecewaan masyarakat dan kebingungan mencari figur polisi yang ideal, sosok Jenderal Hoegeng masih diimpi-impikan. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)