Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu bagian sejarah PKI yang kontroversial karena berbagai cerita yang masih menjadi misteri. Salah satunya kisah tentang pencarian pusara Ketua Comite Central PKI DN Aidit oleh anaknya di Boyolali.
Menurut kesaksian yang pernah ditemukan oleh Ilham Aidit (anak keempat DN Aidit) di Boyolali, ayahnya ini tewas karena dieksekusi di sumur tua yang angker.
DN Aidit dieksekusi dengan cara ditembak menggunakan senjata AK-47 hingga habis satu magazine peluru. Tewasnya mengenaskan karena jasadnya dimasukkan dalam sumur yang dalam.
Cerita-cerita tersebut yang kemudian mendorong Ilham untuk mencari kebenaran tentang letak pusara sang ayah. Sejak tahun 1998 hingga 2004 ia mencari lokasi pusara sang ayah dan ketemu layaknya bak sampah yang kotor dan memprihatinkan.
Penemuan pusara Aidit ini juga didukung dari beberapa kisah saksi sejarah yang pada saat itu pernah menyaksikan langsung Aidit diberondong AK-47.
Kesaksian mereka menjadi pintu awal Ilham dalam misi pencarian makam Aidit yang kurang lebih dilakukan selama tujuh tahun.
Baca Juga: Kudeta PKI 1965, Kisah D.N. Aidit yang Ingin Mempersenjatai Buruh, Petani dan Nelayan
Pencarian Pusara DN Aidit Bagai Mencari Jarum di Tumpukan Jerami
Berdasarkan buku yang ditulis oleh Rowland berjudul “Aidit dua Wajah Dipa Nusantara” (Rowland, 2010: 44) menyebut bahwa menemukan pusara Aidit bukan perkara yang mudah.
Banyak upaya yang sistematis diciptakan secara sengaja oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Motifnya tidak pasti, namun Ilham percaya ini bertujuan untuk menutupi peristiwa kejam tersebut.
Belakangan ada yang mengatakan Aidit terbunuh di sumur tua di Boyolali, namun masih ditutup-tutupi dengan cara membangun bak sampah pas dengan lokasi sumur.
Hal ini jelas ada upaya dari oknum tersebut untuk menghilangkan jejak eksekusi paksa dari mantan Ketua Majelis MPR Sementara itu.
Terlebih masyarakat Boyolali juga takut oleh masyarakat luas, sebab daerah tersebut terkenal akan basis PKI yang saat itu tersangka utama dari pelaku G30S/PKI 1965.
Masyarakat Boyolali kebanyakan bungkam. Mereka tidak ingin mengungkit sejarah kelam tersebut, apalagi berusaha cerita kepada publik jika pusara Aidit ada di Boyolali.
Pencarian Ilham Aidit berbuah tatkala ada sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Lokal di Boyolali yang berani menceritakan temuannya.
Mereka mengumpulkan saksi sejarah yang pada saat itu melihat proses eksekusi Aidit. Menurut saksi tersebut betul bahwa “makam Aidit berada di sumur tua yang ada bak sampahnya”.
Baca Juga: Kisah DN Aidit, Remaja Agamis yang Jadi Tokoh PKI
Hal ini terbongkar ketika ada seseorang yang sedang merenovasi dan berusaha menghancurkan bak sampah dengan cara menggali. Terkejut si penggali mendapatkan tengkorak manusia.
Tengkorak itu kemungkinan merupakan kerangka kepala miliki DN Aidit. Mendengar cerita tersebut Ilham langsung bergegas ke lokasi dan naluri kuatnya mengatakan bahwa inilah pusara sang ayah, DN Aidit.
Menangis dan Menyesali Kenangan dengan Sang Ayah
Ilham Aidit juga mengaku bahwa ia sempat menangis dan menyesali seluruh kenangan bahagia dengan sang ayah.
Ia menyesali karena kenangan baik itu tidak akan bisa diulang kembali. Lebih sedihnya ada yang mengatakan bahwa makam Aidit bukan di sumur tua tadi, melainkan ada di gedung tua yang terletak 100 meter dari lokasi sumur.
Sekarang gedung tua itu beroperasi sebagai salah satu gedung Bank daerah di Boyolali. Menurut versi lain, Aidit justru ditembak di gedung ini.
Gedung ini dipilih sebagai lokasi penembakan karena sepi saat sore menjelang malam hari. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan jejak Aidit dari para pengikutnya yang banyak saat itu.
Ilham pun menangis untuk kedua kalinya. Ia merasa terombang-ambing arus yang tidak pasti saat mencari pusara sang ayah.
Adapun kisah yang membuat Ilham semakin sedih yaitu saat proses eksekusi paksa dilakukan. Awalnya Aidit akan dibawa ke Jakarta, namun ia dibelokan ke Boyolali oleh Kolonel (Inf) Jasir Hadibroto.
Mobil Jeep yang membawa Aidit ke Boyolali itu rupanya bertujuan untuk mengeksekusi paksa dirinya dengan cara yang kejam.
Menurut kesaksian Ilham, Aidit ditembak mati pada tanggal 23 November 1965. Meskipun Aidit tewas mengenaskan, Ilham mengaku sudah berdamai dengan sejarah kelam ayahnya itu.
Berdamai dengan Peristiwa 65
Meskipun mengaku sudah berdamai dengan sejarah, isu kebangkitan PKI akhir-akhir ini bisa menjadi bola liar yang berdampak pada kerugian dalam kehidupan berbasang, dan bernegara.
Menurut berbagai kesaksian yang saat itu hidup pada tahun 1965 menyebut, peristiwa 65’ dipercaya telah menjadi sarang bagi bola liar politik yang kotor dan tidak bertanggung jawab.
Pada tahun 1965 dengan mudah pembunuhan dilegalkan oleh undang-undang asal yang dibunuh itu orang-orang PKI.
PKI dipercaya menjadi sarang Iblis yang bisa membahayakan setiap orang. Partai ini juga tidak percaya Tuhan dan pantas untuk dibinasakan.
Baca Juga: Kebangkitan PKI setelah Musso Tewas dan Kudeta DN Aidit
Sekali lagi PKI saat itu sangat riskan diperbincangkan. Ilham Aidit sendiri baru berani memakai nama akhirnya Aidit, dan mencari jejak pusara sang ayah pasca Reformasi 1998.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad Ihsan Aulia, dkk dalam Jurnal Historia Madani berjudul “Peran Dipa Nusantara Aidit pada Peristiwa Berdarah G30S Tahun 1965” (Muhammad Ihsan Aulia: hlm. 117).
Kecewa Pusara Jadi Tempat Sampah
Siapa yang tidak kecewa apabila ada salah satu pusara dari keluarga kita yang sudah meninggal dijadikan sebagai tempat sampah.
Hal ini pernah dialami oleh Ilham yang kemudian membuatnya langsung marah apabila melihat bak sampah.
Meskipun marah melihat itu semua, Ilham justru mendapat hikmahnya. Pasalnya ia semakin yakin bahwa dengan ditutup-tutupi masalah ayahnya semakin membuat terang publik siapa yang salah dibalik peristiwa tersebut.
Menurutnya, tujuan oknum tidak bertanggung jawab yang membuat bak sampah di atas pusara sang ayah adalah upaya dia menghilangkan jejak dari kejaran hukum yang berkeadilan.
Seolah-olah Aidit dipaksa hilang, tidak satu pun yang tahu ke mana Aidit pergi pasca peristiwa G30S/PKI itu berlalu. Mereka ingin menghilangkan sejarah yang sebenarnya terjadi.
Keteguhan hati Ilham juga semakin yakin tatkala penduduk di Boyolali yang masih banyak trauma apabila bercerita soal PKI. Hal ini menjadi teka-teki yang hingga saat ini masih belum terpecahkan, mengapa mereka takut untuk bercerita sejujurnya?
Tujuh Tahun Pencarian Pusara DN Aidit
Ilham anak keempat dari DN Aidit ini mengaku, sudah tujuh tahun mencari pusara sang Ayah. Pencarian ini bermula ketika Reformasi dimulai.
Baca Juga: Front Persatuan Nasional, Upaya PKI Ciptakan Masyarakat Tanpa Kelas
Semua kisah Aidit sebelum reformasi terus tertutupi, tidak satu pun berani mendiskusikan Aidit, apalagi tentang PKI. Apabila mereka berdiskusi tentang itu maka risikonya adalah “hilang”.
Penelusuran Ilham untuk mencari makam sang Ayah berhenti ketika ada seorang Kakek dari Boyolali yang berkata bahwa ia pernah melihat Aidit dibunuh di sini: “menunjuk sumur tua”.
Sebagaimana yang telah diulas, makam Aidit pun dipercaya berada di bawah bak sampah yang kotor, dan menjijikan.
Setelah lama berdiam diri dan mengulang kembali kenangan yang pernah dialami Ilham dengan sang Ayah, akhirnya naluri kuat Ilham mengatakan bahwa makam sang ayah ada di lokasi sebagaimana cerita sang Kakek tadi.
Tujuh tahun pencarian pusaka DN Aidit pun berakhir kala Ilham akhirnya menemukan makam sang ayah yang sudah jadi tempat sampah. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)