Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah Musso tewas membuat komunis dunia sangat menantikannya. Sejarah PKI mencatat, gerilyawan nasional menembak mati Musso yang dekat dengan Uni Soviet di Madiun pada tahun 1948.
Hal ini membuat tokoh PKI yang tercerai berai menghimpun kembali kekuatan massa untuk mendirikan partai kiri yang runtuh di Madiun tersebut.
Wacana kebangkitan PKI ini bersumber dari anggota dan simpatisan yang masih hidup dan selamat dari peristiwa Madiun.
Kemunculan sosok Dipa Nusantara (DN) Aidit, seorang pemuda yang selalu melipat lengan kemeja mendorong kemajuan PKI dengan waktu yang relatif singkat.
Aidit yang kala itu masih berusia 25 tahun dengan gagah berani memimpin dan merebut PKI dari seniornya Alimin yang dianggap terlalu lamban dalam mengelola partai.
Sebelum membahas kebangkitan PKI pimpinan DN Aidit, alangkah baiknya kita simak terlebih dahulu sejarah kekalahan PKI di Madiun tahun 1948.
Kekalahan Musso di Madiun dan Wacana Kebangkitan PKI Pasca Musso Tewas
Pada tahun 1948 Musso selaku ketua PKI waktu itu membingungkan rakyat Madiun tatkala sedang melakukan gerilya.
Pasalnya Musso menciptakan konsep Negara baru yaitu Republik Indonesia Soviet yang terdiri dari beberapa daerah di Jawa yaitu, Cepu, Magetan, Blora dan Madiun.
Baca Juga: Kisah DN Aidit, Remaja Agamis yang Jadi Tokoh PKI
Selain itu Musso juga telah memfitnah Sukarno-Hatta sedang melakukan kolaborasi dengan Negara imperialis. Dengan kata lain dua tokoh tersebut adalah boneka kolonial.
Karena fitnahan itu Sukarno-Hatta tidak terima, dua tokoh nasionalis ini kemudian melemparkan propaganda pada rakyat dengan kalimat, “Pilih Sukarno-Hatta atau Musso dengan Komunisnya”.
Rakyat pun lebih memilih Sukarno-Hatta dan memerangi Musso yang waktu itu juga sudah memiliki tentara dengan nama “Tentara Merah”.
Namun tak berselang lama Musso tewas di hutan saat akan melakukan perlawanan pada gerilyawan nasionalis.
Akhirnya PKI yang awalnya akan mendirikan Negara Soviet Republik Indonesia di bawah naungan PKI di Madiun itu pun gagal. Meskipun demikian, kebangkitan PKI setelah Musso tewas benar-benar terjadi kala DN Aidit jadi pimpinan partai.
Memenjarakan Anggota dan Simpatisan PKI
Kekalahan PKI di Madiun membuat seluruh anggota dan simpatisan lari kocar-kacir. Sebagian ada yang tertangkap dan dieksekusi layaknya Musso.
Dari peristiwa inilah pertama kali nama DN Aidit muncul di dalam kamus sejarah PKI. Saat itu Aidit sempat tertangkap oleh operasi gerilya di Yogyakarta, namun karena mereka tidak mengenali Aidit yang menyamar akhirnya lepas dan pergi ke Jakarta.
Menurut Rowland dalam buku “Aidit dua Wajah Dipa Nusantara” (Rowland, 2010: 22), setelah Aidit singgah di Jakarta, kawan lama di PKI mengirimkannya ke Cina.
Baca Juga: Kudeta PKI 1965, Kisah D.N. Aidit yang Ingin Mempersenjatai Buruh, Petani dan Nelayan
Di sana Aidit banyak belajar tentang gerakan komunis pimpinan Mao Zedong. Oleh sebab itu tak heran ketika Aidit memimpin PKI tahun 1960, ia dekat dengan pemerintahan RRT.
Aidit belajar tentang dasar-dasar membangun kembali partai dari kehancuran. Ia menekuni filsafat komunis yang selama ini jarang didalami oleh seniornya termasuk Musso, dan Alimin.
Kebanyakan dari mereka hanya berkiblat pada komunis di Rusia yang sebetulnya tidak relevan dengan kontur sosial di Asia seperti Indonesia.
Seharusnya PKI belajar ke RRT yang banyak memiliki kesamaan dengan Indonesia. Aidit pun menekuninya hingga tahun 1950-an.
Pada tahun 1950 Aidit memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan setibanya di sana langsung mendirikan penerbitan “Bintang Merah” yang berisi tulisan revolusioner PKI.
Mengkudeta PKI dari Tangan Alimin
PKI tidak sepenuhnya hilang setelah Musso tewas, kebangkitan partai ini terwujud di tangan DN Aidit. Sebelumnya,partai merah tersebut dipimpin oleh Alimin. Semenjak Alimin yang memimpin PKI Aidit sering mengkritiknya lewat Bintang Merah.
Menurut Aidit, PKI pimpinan Alimin memiliki gerakan yang lambat, tidak revolusioner, dan lemah.
Sudah waktunya PKI bangkit dari tidur panjangnya dengan mengusir Alimin dari kepengurusannya yang lamban. Jika PKI terus mempertahankan Alimin maka peristiwa Madiun 1948 akan kembali terulang.
Tulisan-tulisan Aidit di Bintang Merah dengan menyantumkan nama Samaran “Alam Putera” memperlemah Alimin dalam tubuh PKI.
Tidak butuh waktu yang lama, terhitung hanya satu tahun (1951) Aidit mampu menurunkan Alimin dari kursi PKI. Dengan kata lain Aidit sukses mengkudeta PKI dari tangan Alimin.
Dalam tiga tahun berturut-turut karir Aidit melambung, dan PKI menjadi partai yang populer di tengah masyarakat miskin seluruh Jawa.
Hingga Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, PKI pun menang dan menjadi partai yang masuk lima besar dalam pesta demokrasi tersebut.
Memenangkan Pemilu Tahun 1955
Setelah menjadi partai pemenang Pemilu keempat, PKI berubah menjadi partai yang super power. Dominasi kekuatan Aidit hubungannya dengan pemerintah semakin akrab.
Hal ini membuat Aidit semakin optimis akan partainya yang bisa menjadi pemenang pertama sebelum tahun 1975.
Ketua PKI asal Belitung tersebut kini semakin sering melakukan koordinasi dan memperhatikan partai buruh yang pernah membawa namanya melambung di PKI.
Organisasi buruh banyak dimanfaatkan oleh PKI sebagai kelompok yang menyebarkan propaganda sekaligus meng-agitasi massa miskin yang tertindas oleh kaum kapital.
Selain memperhatikan dan mengkoordinasi organisasi buruh, Aidit juga menata ulang PKI dengan cara menciptakan spesialisasi kerja sesuai dengan keahlian.
Aidit menempatkan dirinya sebagai ketua yang bertanggungjawab membawa partai dalam lautan politik Indonesia, lalu Lukman yang mengawasi Front Persatuan, dan Njoto sebagai ahli yang mengatur agitasi dan propaganda partai.
Baca Juga: PKI dan Sarekat Islam, Sejarah Dua Kompetitor Politik yang Saling Sindir
Dua perhatian tersebut telah membawa PKI menjadi partai yang kembali besar. Partai yang pernah hancur pada tahun 1948 itu menjadi populer kembali terutama di kalangan buruh, dan petani.
PKI dan Aidit Berakhir Tahun 1965
Meskipun kebangkitan PKI setelah Musso tewas terwujud, namun optimisme Aidit yang tinggi hanya berakhir sampai tahun 1965. Hal ini karena meletusnya peristiwa G30S/PKI 1965 yang berupaya mengkudeta Presiden Sukarno dengan cara menga-dudombakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Karena ketangkasan ABRI yang sigap mencari pelaku kudeta, akhirnya PKI yang telah dicurigai sejak lama ini mengaku sebagai pelaku utama dari peristiwa tersebut.
Akhirnya DN Aidit, Lukman, dan Njoto mendapatkan hukuman berat yaitu, eksekusi mati. Namun sebelumnya Aidit kabur dan ditembak di Jawa Tengah.
Sejak saat itu PKI menjadi partai terlarang seiring dengan berlakunya ketetapan MPRS tahun 1966 pada era Orde Baru.
Hingga saat ini PKI masih menjadi “hantu” bagi bangsa Indonesia yang terus mewaspadai kebangkitannya. Tidak ada lagi tempat untuk PKI karena komunisme adalah ideologi bangkrut. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)