Kebakaran hutan di Mojokerto pernah terjadi pada masa kolonial, tepatnya pada tahun 1891-1925. Sejarah kebakaran hutan pada masa kolonial belum banyak ditulis oleh para sejarawan Indonesia, tak terkecuali oleh Eriano W. Gilarsi, dan Sarkawi.
Ia menulis kajian sejarah mengenai deforestasi hutan yang menyebabkan kerusakan, termasuk penyebab terjadinya kebakaran hutan dengan judul “Menjinakkan Si Jago Merah: Kebakaran Hutan & Strategi Penanganannya di Mojokerto, Jawa Timur (1890-1939)”.
Salah satu pernyataan yang paling menarik dari kajian sejarah kebakaran hutan oleh Eriano, dan Sarkawi itu menyebutkan bahwa penyebab kebakaran terjadi karena kecerobohan para penggembala kambing membuang api sembarangan.
Baca Juga: Sejarah Iklan Rokok, Wanita sebagai Daya Tarik Penjualan
Pernyataan tersebut tentu memunculkan pertanyaan apakah betul, penyebab utamanya para penggembala saja?
Apakah pemerintah kolonial waktu itu tidak curiga dengan aksi sabotase gerakan subversif? Mengingat tahun pada tahun 1900-an bangsa Indonesia sudah mengenal berbagai isu-isu tentang kemerdekaan.
Sejarah Awal Kebakaran Hutan di Mojokerto 1891-1925
Sejarah awal kebakaran hutan di Hindia Belanda, pertama kali terjadi pada tahun 1891. Saat itu kebakaran hutan hebat melanda wilayah Mojokerto, Jawa Timur.
Kebakaran ini menyebabkan 370 hektar kebun, rumah penduduk, dan 360 lumbung padi habis terbakar. Akibatnya total kerugian pemerintah kolonial mencapai 1000 hektar pencetak gulden rata menjadi tanah.
Biasanya kebakaran hutan yang menghabiskan ribuan hektar kebun, dan lumbung pemerintah kolonial di Mojokerto akan padam lebih dari tiga hari.
Pengalaman ini sebagaimana bersumber dari catatan sejarah kolonial Belanda di Onder-distrik Gondang, Pacet, dan Trawas dari Distrik Jabung, Afdeeling Mojokerto.
Menurut catatan tersebut, penyebab api lama tak padam karena kondisi hutan di Mojokerto yg kering, apalagi secara kebetulan bencana ini terjadi saat musim kemarau, (Eriano W. Gilarsi, 2019: 69).
Kebakaran hutan yang paling besar dan lama berhenti pernah terjadi juga pada tahun 1901-1905 di Hutan Pegunungan Arjuno terutama di daerah Penanggungan, Welirang, dan Anjasmoro.
Baca Juga: Sikep dan Sentana di Priangan, Priyayi dari Golongan Pedagang
Kebakaran hutan di pegunungan Arjuno memecahkan rekor terlama padam karena membutuhkan waktu 4 hari untuk benar-benar padam.
Kejadian ini membuat pemerintah kolonial mencari jalan keluar. Mereka tidak ingin terjadi lagi bencana seperti ini karena menyebabkan kerugian yang luar biasa bagi pemerintah induk di Belanda.
Tersangka Penyebab Kebakaran
Tersangka yang paling dituding oleh pemerintah kolonial terkait penyebab kebakaran hutan di Mojokerto adalah para penggembala kambing.
Mereka dituduh jadi tersangka karena senang ‘bermain-main dengan api’. Seperti merokok dan membuang puntungnya sembarangan, membakar ilalang untuk mengusir nyamuk di hutan, dan membuat bara api hanya sekedar iseng.
Oleh sebab itu penyelidikan tentang penyebab kebakaran di hutan Mojokerto tersebut menjatuhkan tersangka pada para penggembala kambing.
Sebab beberapa laporan terkait kegiatan saat menelusuri kasus tersebut mengatakan bahwa para penggembala kambing terbukti sering menggunakan api dengan sembarangan di Gunung Arjuno.
Pemerintah kolonial pun segera menangkap para penggembala kambing di Gunung Arjuno yang kerap menyalahgunakan penggunaan api.
Akibatnya para tersangka ditahan di penjara kota Mojokerto hingga puluhan tahun lamanya. Namun pada tahun 1939 mereka bebas seiring dengan peristiwa Perang Dunia II yang mulai berkecamuk di Hindia Belanda.
Baca Juga: Sejarah Penamaan Kota Bandung, Ternyata Berasal dari Nama Tumbuhan
Antisipasi Pemerintah Kolonial Tangani Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang kerap terjadi di Mojokerto sejak tahun 1891-1930 an, membuat pemerintah kolonial mengeluarkan antisipasi menangani kebakaran hutan dengan cara yang paling terbaik.
Demi mendapatkan hasil yang terbaik untuk menangani kebakaran hutan khususnya di Mojokerto, pemerintah kolonial rela mengundang Dr. S.H. Koorders, seorang houtvesterij sekaligus peneliti kehutanan asal Belanda.
Dalam tugasnya sebagai peneliti hutan, Ia kemudian ditempatkan langsung di hutan Trawas dekat dengan perkebunan kopi milik Belanda.
Penempatan Koorders di sana bermaksud untuk melakukan penelitian agar pemerintah bisa mencegah kebakaran hutan tidak terjadi dan merambat sampai kebun kopi.Hal ini karena kopi merupakan ladang bisnis paling menguntungkan bagi kolonial di Hindia dan juga negara induknya di Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)