Haji Rasyidi, panggilan akrab warga Kotagede, Yogyakarta untuk Haji Muhammad Rasyidi. Ia merupakan seorang tokoh Muhammadiyah yang menjadi Menteri Agama RI yang pertama.
Tidak pernah ada yang mengira bahwa sosok yang memiliki nama kecil Saridi ini akan menjadi Menteri Agama RI.
Mengutip dari sebuah buku karya Lasa, dkk. yang berjudul “100 Tokoh yang Menginspirasi”, Pendidikan dasar Rasyidi ditempuh di Sekolah Muhammadiyah Yogyakarta.
Setelah lulus dari Sekolah Muhammadiyah, Rasyidi melanjutkan sekolah di perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyah Malang di bawah bimbingan Syekh Ahmad Surkati, pendiri Perguruan Al-Irsyad.
Rasyidi mendapat didikan dari Syekh Ahmad Surkati, dari sinilah awal mula Rasyidi memiliki keinginan kuat untuk menekuni dunia filsafat.
Baca Juga: Haji Muhammad Sudjak, Ditertawakan saat Ingin Bangun RS PKU Muhammadiyah
Berikut, kisah dari Haji Rasyidi, seorang tokoh Muhammadiyah yang menyukai dunia filsafat.
Profil Haji Rasyidi, Tokoh Muhammadiyah yang Menyukai Filsafat
Selama mendapatkan pendidikan di Perguruan Al-Irsyad, Rasyidi dikenal sebagai sosok yang rajin dan tekun dalam menimba ilmu.
Rasyidi tidak hanya menimba ilmu dari guru-gurunya yang berasal dari Indonesia, melainkan juga guru-gurunya yang berasal dari Timur Tengah.
Awal mula perkenalannya dengan guru-guru dari Timur Tengah membuat ia berkeinginan melanjutkan studi ke Timur Tengah.
Ketika lulus dari Al-Irsyad, pilihan belajar Rasyidi selanjutnya adalah Universitas Al-Azhar, Kairo. Di sana ia mengambil jurusan Filsafat dan Agama.
Rasyidi menempuh waktu empat tahun untuk belajar di Al-Azhar. Saat lulus, ia mendapat gelar Licence atau setara dengan gelar Sarjana S-1 saat ini.
Jurusan Filsafat dan Agama Al-Azhar hanya memiliki tujuh mahasiswa termasuk Haji Rasyidi. Ia juga mendapatkan ranking satu di kelas tersebut, mengalahkan kawan-kawan sekelasnya yang berasal dari Mesir, Albania dan Sudan.
Anda dapat melihat kutipan ini di dalam sebuah buku karya, M. Raihan Febriansyah, dkk yang berjudul, “Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri” (2013:77).
Selepas menimba ilmu di Mesir dan kembali ke tanah air, tidak beberapa tahun kemudian Rasyidi melanjutkan kuliah di Paris, Prancis dan lulus pada tahun 1956.
Baca Juga: Sejarah Muhammadiyah, Organisasi Islam yang Gemar Membangun Sekolah
Kecintaan Rasyidi terhadap dunia pemikiran dan filsafat inilah yang mengantarkannya menjadi Guru Besar Filsafat Barat di UIN Syarif Hidayatullah dan Dosen tamu di McGill University.
Meskipun dikenal sebagai tokoh yang menekuni dunia filsafat, Haji Rasyidi tidak pernah kendor dalam memperjuangkan islam.
Bahkan dalam beberapa kali kesempatan Rasyidi sering memberikan kritik terhadap tokoh-tokoh Islam Indonesia yang terlalu terpengaruh pemikiran-pemikiran sekuler.
Sahabat Sekaligus Lawan Debat Harun Nasution dan Nurcholis Madjid
Menurut sebuah jurnal yang ditulis, Abdus Syakur yang berjudul, “Polemik Harun Nasution dan H.M.Rasyidi dalam Mistis”, Rasyidi pernah mengkritik Harun Nasution.
Kritikan ini bermula ketika tahun 1970-an Harun Nasution menulis sebuah buku yang berjudul, “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya’.
Beberapa tahun setelah peluncuran buku ini Rasyidi memberikan kritikan yang tajam terkait buku karya Harun Nasution tersebut. Rasyidi menilai bahwa pemikiran dari Harun Nasution itu sangat berbahaya bagi umat Islam.
Kritikan terhadap pemikiran Harun Nasution dirangkum oleh Haji Rasyidi di dalam buku, “Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”.
Tidak hanya Harun Nasution, Rasyidi juga pernah memberikan koreksi terhadap Nurcholish Madjid melalui buku yang berjudul, “Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisme”.
Meskipun melakukan kritikan dan perdebatan intelektual yang cukup keras rupanya upaya tidak sedikit pun merenggangkan hubungan ketiga sahabat ini. Mereka tetap harmonis dan akrab meskipun berbeda pandangan.
Baca Juga: Mengenal KH Ahmad Dahlan, Penggagas Lahirnya Muhammadiyah
Penjaga Aqidah Umat Islam
Bagi umat Islam, Rasyidi merupakan figur yang paripurna namun tetap sederhana. Beliau adalah seorang Hafizh Qur’an dan menguasai berbagai bahasa mulai dari bahasa Arab. Iggris, Prancis, dan Belanda.
Sosoknya yang sederhana membuat banyak orang menyukai Haji Rasyidi terutama kalangan intelektual yang sering berinteraksi dengan Rasyidi.
Tidak hanya itu, Rasyidi juga getol dalam membela kepentingan-kepentingan Islam termasuk isu-isu internasional seperti Palestina.
Rasyidi menyadari bahwa memperjuangkan Islam baik melalui pemikiran dan aksi-aksi nyata merupakan bentuk penjagaan terhadap aqidah umat Islam.
Perjuangan-perjuangan Rasyidi juga terangkum dari berbagai karya intelektual dan tulisan-tulisannya. Ia menyadari bahwa karya-karyanya ini sangat penting di dalam perkembangan ajaran Islam kelak.
Rasyidi adalah seorang juru dakwah yang tegar dalam menyeru dan membela Islam termasuk melawan pemurtadan. Ia tidak segan-segan dalam meluruskan apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang menyimpang, bahkan pada sahabatnya sendiri.
Ia adalah sosok pejuang dakwah yang tangguh dan tak kenal lelah hingga akhir hayatnya. Bagi Haji Rasyidi sekali da’i maka sampai menghadap Allah adalah da’i. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)